Adhisty Zara

9 2 0
                                    

~ Putri Meilana ~

Adhisty Zara merupakan putri bungsu dari dua bersaudara. Dia memiliki kakak perempuan bernama Amanda Manopo yang lebih tua satu tahun darinya. Saat ini Zara duduk di bangku SMA kelas XII. Zara lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang bisa dikatakan kaya.
“Zara.... Lo di mana? Bantu gua sini.” Teriak Amanda memanggil Zara
“Kenapa kak? Jangan teriak-teriak. Masih pagi.”
“Kenapa lo bilang? Liat nih. Baju kotor gua banyak. Lo cuci gih. Art libur hari ini.” Ucap Amanda sambil menyerahkan setumpuk baju kotor pada Zara
“Aduh, berat kak. Kan biasanya kakak laundry. Kenapa enggak  di laundry aja?”
“Kenapa enggak suka? Suka-suka gua lah.”
“Buk-...”
“Banyak bacot dah lo. Sana cuci. Awas aja kalo enggak wangi atau enggak bersih. Enggak usah makan seharian.”
Beginilah kehidupan seorang Adhisty Zara. Meskipun dia terlahir dari keluarga yang kaya, tidak ada yang menganggapnya berharga. Kecuali papanya yang sekarang beliau sudah tenang di surga.
“Ngapain masih di sini? Cepat cuci!.”
“Iya.”
Zara mencuci baju Amanda dengan telaten. Dia pastikan bersih dan wangi atau dia tidak akan makan sama sekali hari ini. Setelah mencuci, Zara ganti menyapu halaman rumah yang lumayan luas dan terlihat kotor.
Tingtung... tingtung...
Suara bel dari luar, Zara segera membuka gerbang.
“Iya mas ada apa?” tanya Zara pada mas-mas yang di depan gerbang. Dia hanya diam tak berkedip memperhatikan Zara.
“Mas..” ucap Zara sambil melambaikan tangan di depan wajah mas-mas tadi.
“Eh iya.. Amanda ada?”
“Oh kak Amanda ada. Silakan masuk, Zara panggil dulu.”
Beberapa menit berlalu. Amanda keluar menemui mas-mas tadi. Zara melanjutkan menyapu halaman yang sempat tertunda.
“Kenapa Ngga?”
“Aku yang harusnya tanya Amanda. Kenapa kamu enggak bisa aku hubungi?”
“Oh, gua lupa. Gua mau bilang kita putus. Silakan pergi.” Setelah mengatakan itu, Amanda langsung masuk lagi ke dalam.
Angga, nama mas-mas tadi, pulang dengan wajah tertekuk. Dia sendiri bahkan tidak tahu apa salahnya. Mengapa Amanda memutuskan hubungan mereka.
“Mas Angga ya? Sabar ya mas.” Ucap Zara mengagetkan Angga yang sedang berjalan sambil melamun
“Astaghfirullah. Kaget gua.”
“Maaf mas. Masnya sih ngelamun aja. Ntar nabrak tiang gagar otak loh mas.”
“Apaan sih. Nggak lucu tau.” Kekeh Angga menanggapi guyonan Zara yang garing
“Emang siapa mas yang ngelucu?” Zara nggak ngelucu tau.” Sebal Zara dengan mengerucutkan bibirnya gemas.
Melihat itu Angga bukannya menjawab malah menertawai Zara. Zara yang melihat itu tambah sebal dan memukulkan sapu yang dia bawa tadi kepada Angga.
“Aduh... Sakit tau. Gimana sih lo?” Bentak Angga pada Zara. Mendengar bentakan Zara langsung berhenti memukul dan menunduk.
“Maaf mas. Masnya sih nyebelin.” Cicit Zara
“Canda elah. Serius amat. Gua Angga. Lo tadi udah nyebut nama gua napa sekarang manggilnya mas. Lo kira gua mas-mas apaan?”
“Abisnya kan tuaan mas.”
“Lo ngejek gua? Gua baru lulus tahun ini. Enggak terlalu tua kan. Panggil gua Angga aja.”
“Oh. Aku kira mas Angga aja udah tua.”
“Kenapa lo manggil gua mas Angga aja?”
“Katanya tadi disuruh manggil gitu.”
“huft. Repot ngomong sama orang yang otaknya lemot. Panggil Angga.”
“Jangan ngejek Zara, Angga.” Rengek Zara
“Lo emang lemot Zara.”
“Au ah. Zara sebel sama Angga. Angga pulang sono. Hus.. hus..” usir Zara dengan tanganyang seperti mengusir ayam.
***
Keesokan paginya, Zara berangkat ke sekolah seperti biasa. Naik angkutan umum. Setibanya di sekolah dia langsung menuju kelasnya. Namun, saat di koridor ada yang menabraknya tanpa sengaja.
“Aduh..” keluh Zara.
“Maaf maaf gua enggak sengaja. Zara?” Tanya penabrak yang mengenal Zara dan membantu Zara berdiri.
“Angga? Katanya udah lulus, ngapain Angga disini?”
“Gua ngambil ijazah. Lo sekolah di sini ternyata. Tapi, gua enggak pernah liat lo?”
“Zara emang sekolah di sini. Angga aja yang enggak tahu Zara.”
“Emang lo kenal gua?”
“Kenal. Angga mantan kaka Zara.”
“Serah lo Ra. Gua pulang. Bye.” Angga langsung pergi tanpa menunggu jawaban Zara. Angga merasa jika dirinya tertarik dengan Zara. Wajah cantik, kulit putih, yang penting dia baik dan ramah tidak seperti Amanda. Angga menyesal pernah punya hubungan dengan Amanda.
Hari demi hari berlalu. Angga dan Zara kerap bertemu. Angga bingung dengan perasaannya sendiri. Dia mulai suka bahkan mulai mencintai Zara, tapi apakah Zara juga tertarik? Pusing Angga memikirkannya.
Suatu hari, Angga terserempet motor, Zara yang kebetulan lewat di jalan yang sama, melihat itu langsung menghampiri dan menolong Angga. Zara mengantarkan Angga ke rumah sakit. Untung saja keadaannya tidak parah.
Setelah 2 jam pingsan Angga bangun, namun tidak mengenali ruangan yang ia tempati saat ini. Matanya tertuju pada seorang gadis yang tertidur dengan bantal tangan di samping barkarnya. Zara. Dia adalah Zara. Tanpa sadar Angga melengkungkan bibirnya ke atas dan mengusap pelang surai rambut Zara. Zara yang merasa ada yang mengganggu tidurnya lantas bangun. Matanya bertabrakan dengan mata Angga. Kontak mata hanya bertahan beberapa detik. Zara segera memutuskannya.
“Kenapa?” tanya Angga
“Kenapa? Harusnya Zara yang tanya kenapa Angga tadi bisa keserempet Motor? Angga nglamunin apa? Kak Amanda?”
‘oh iya gua ingat tadi gua keserempet motor. Gua tadi kan mau ke rumah Zara.’ Batin Angga
“Angga kok diem kenapa? Pusing ya? Zara panggilin dokter ya?” Tanya Zara bertubi-tubi dan hendak keluar untuk menemui Dokter namun dicegah Angga.
“Gua enggak papa. Gua juga enggak butuh dokter. Gua butuh lo. Gua butuh lo sebagai teman curhat gua. Gua sendiri. Enggak ada yang peduli sama gua. Gua-..”
“Udah, Zara temenin ya. Angga istirahat.” Ucap Zara yang dituruti Angga. Baru saja Angga hendak memejamkan mata, dokter sudah datang untuk memeriksa Angga.
“Bagaimana Dok? Angga baik-baik saja 'kan?” Tanya Zara pada dokter
“Iya. Angga baik-baik saja. Sekarang bisa pulang. Cuma lecet sedikit saja.” Ujar dokter
“Terima kasih ya dok.” Ucap Zara dan Angga bersama. Melihat itu dokter tersenyum dan segera pergi.
“Oh iya Ra, ini uang administrasinya.” Ucap Angga sambil menyerahkan beberapa lembaran seratus ribuan.
“Iya, Zara bayar dulu ya.”
Beberapa menit kemudian Zara telah selesai membayar tagihan perawatan Angga. Zara mengantarkan Angga pulang meskipun harus berdebat. Angga bersikeras pulang sendiri karena ini sudah sore, Angga takut jika Zara akan dicari mamanya. Namun, Zara bilang dia seperti Angga. Namun bedanya Angga benar-benar sendiri, sedangkan Zara punya keluarga tapi tidak pernah menganggapnya ada. Angga sempat terkejut, tapi dia percaya karena dulu saat ia masih bersama Amanda, Amanda selalu mengatakan jika dia putri kesayangan. Ah, Amanda lagi. Angga jadi Bingung dengan perasaannya sendiri.
Zara sampai di rumah hari sudah petang. Ia yakin pasti Amanda dan mamanya sudah menunggunya untuk dimarahi, karena Zara seharusnya menyiapkan makan malam.
Benar saja dugaannya. Baru saja dia membuka gerbang, dia sudah melihat Amanda dan mamanya dengan kilatan kemarahan. Zara sudah siap semua konsekuensi dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
“Pintar banget, sekolah bubar jam 3, lo pulang jam 6. Pintar memang.” Cerca Amanda
“Kamu itu, mama sekolahkan biar jadi orang sukses bukan malah keluyuran enggak jelas gini.”
“Maaf, Ma.” Hanya itu yang keluar dari mulut Zara. Dia sudah hafal, menjelaskan panjang lebar pun enggak ada gunanya, lebih baik dia simpan tenaganya untuk hukuman yang akan dia dapat.
“Kali ini kamu enggak dapat hukuman, tapi kamu harus turuti kemauan mama.”
Zara sempat senang karena tidak mendapat hukuman, namun kalimat yang diucapkan selanjutnya oleh mamanya mampu membuatnya bimbang. Kemauan apa. Pasti tidak mudah.
“Kamu masuk, terus mandi. Nanti ada teman mama mau kesini untuk makan malam.”
Zara hanya menuruti semua perintah mamanya tanpa ada penolakan, toh juga enggak ada bedanya. Malah Zara kehabisan tenaga.
Waktu makan malam telah tiba. Zara memakai gaun yang telah dipilihkan Amanda. Dia tampak cantik.
“Ini putrimu Lia?” Tanya teman mama yang menunjuk Zara
“Iya Nit, gimana cantikkan?” Tanya mama pada temannya, Nita ternyata namanya.
“Cantik, cantik banget. Siapa nama kamu, Nak?” Tanya Tante Nita pada Zara
“Zara tante.” Tante Nita tersenyum mendengar jawaban Zara.
“Anak kamu mana Nit, kok nggak ada? Rama juga mana?” Tanya Mama.
“Oh, anakku lagi sibuk sama Mas Rama juga.”
Setelah berbincang-bincang cukup lama, Tante Nita hendak pulang namun mengatakan sesuatu yang membuat Zara seperti disambar petir disiang bolong.
“Kalau gitu pernikahan Zara dan anakku minggu depan aja gimana? Enggak usah mengundang banyak tamu juga.”
“Terserah kamu kalu itu, kita nurut saja. Iya kan Zara?” Tanya mama pada Zara dengan pelototan yang artinya harus diiyakan oleh Zara. Zara hanya mengangguk samar sebagai jawaban.
Tante Nita sudah pergi, Zara ingin meminta penjelasan kepada mamanya. Belum sempat Zara mengucapkan mamanya sudah paham dan memberi tahukan alasannya.
“Kamu mama jodohkan sama anak teman mama biar perusahaan papa bisa bangkit lagi.” Satu kalimat yang diucapkan mama yang mampu membuat air mata Zara berjatuhan. Zara terima jika diperlakukan kasar, tapi sekarang dia dijodohkan dengan orang yang tidak ia kenal. Bukankah sama saja dia dijual?
Waktu terasa cepat berjalan. Hari ini Zara akan menikah, hanya akad nikah saja. Zara sebenarnya tidak mau menikah karena dia masih sekolah, dia juga masih ingin mencapai cita-citanya.
Di bawah, calon suami yang Zara sendiri tidak tahu siapa orangnya sudah mengucapkan ijab kabul yang artinya sekarang dia telah sah menjadi istri seseorang.
“Lo mau turun apa mau nangis aja di sini?” tanya Amanda yang sedari tadi menemaninya. Salah, tapi asyik sendiri dengan HP-nya.
Zara turun bersama Amanda. Saat ini Zara mengenakan gaun berwarna putih dengan jilbab yang menutup kepalanya. Tampak cantik dan anggun. Zara terkejut setelah sampai di samping suaminya. Dia adalah Angga. Mantan pacar kakaknya. Bukan hanya Zara yang terkejut Amanda juga. Bukankah Angga itu sebatang kara? Dulu Amanda mau berpacaran dengan Angga karena Angga kaya, setelah Angga memutuskan hidup mandiri Angga hidup sederhana. Itulah yang menjadikan Amanda memutuskan Angga.
“Angga.” Panggil Zara terkejut
“Iya Ra, aku Angga, aku akan ceritakan semua setelah ini.” Jawab Angga berbisik di akhir kalimat yang diucapkan
Akad nikah selesai, Angga berniat memboyong Zara ke apartemen yang dia punya selama hidup mandiri. Amanda seperti tidak suka melihat itu. Sikapnya seolah memutar balikkan fakta. Sikapnya menunjukkan seperti dia adalah korban dan Zara yang merebut Angga darinya. Namun Angga tetap pada pendiriannya, percaya pada Zara yang sekarang adalah istri sahnya.
Sesampainya di Apartemen Zara langsung merapikan pakaiannya. Setelah itu membuatkan Angga kopi dan berniat membicarakan semua pertanyaan yang ada di kepalanya.
“Ngga, ini kopi buat kamu. Aku mau tanya semua yang ada di kepalaku. Kamu harus jawab jujur ya.”
“Kamu enggak usah tanya, aku akan jelaskan.”
Flashback on
3 bulan yang lalu
“Angga, papa mau jodohkan kamu sama anak sahabat papa.”
“Pa, Angga kan baru lulus SMA, masih kuliah belum kerja. Angga siap Pa menikahi anak sahabat papa. Angga percaya pilihan papa pasti yang terbaik. Tapi nanti mau dikasih makan apa istri Angga?”
“Dengarkan papa dulu. Anak sahabat papa ada dua. Kamu dekati salah satunya dulu, kamu nanti pura-pura papa usir dan kamu harus mandiri. Kita lihat siapa yang akan terima kamu dengan kekurangan kamu. Kamu bisa kerja dari jabatan rendah di kantor papa.”
Flashback off
“Udah terwakili semua pertanyaan diotak Zara yang lemot?”
“Angga apaan sih, ngatain istri sendiri dosa tau.”
“Cie, udah mau ngakuin aku jadi suami kamu berarti?”
“Apaan sih Angga.”
“Itu kamu pakai blush on ketebelan. Merah banget pipinya.” Angga sengaja menjaili Zara. Menurutnya Zara itu cantik, imut, dan terbaik.
“Udah aku mau masak dulu.” Ucap Zara menahan malu. Bagaimana tidak malu, wajahnya terasa panas saat ini. Pasti sangat merah.
“Adhisty Zara, aku mau bicara penting sama kamu.” Ucap Angga saat mereka menonton TV setelah memakan masakan Zara.
“Aku mau tidak ada kata pisah di pernikahan kita. Aku mau menikah sekali seumur hidup. Dan kini aku sudah menikah, aku harap ini pernikahan pertama dan terakhir.” Ucap Angga serius dan tulus. Zara menatap lekat bola mata Angga saat mengatakan ini. Dia mencari ketulusan di mata Angga saat mengucapkan kalimat itu. Zara  menemukan ketulusan di mata Angga. Zara mengangguk dan berjanji pada hatinya. Akan segera mencintai orang orang memang seharusnya dia cinta.
Angga dan Zara tidur satu kamar karena di apartemen Angga hanya ada satu kamar. Zara menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Mulai dari menyiapkan sarapan, menyiapkan pakaian yang akan Angga kenakan untuk ke kantor dan pekerjaan rumah lainnya.
Hari ini hari anniversary satu bulan pernikahan Angga dan Zara. Angga memberikan kado kenaikan jabatan di kantornya. Ia sekarang jadi WP Pemasaran. Meskipun WP Pemasaran, gajinya tidak setinggi CFO atau CEO, Zara sangat menghargai jabatan suaminya itu. Dia tidak pernah mengeluh dalam mengatur pengeluaran rumah tangga. Angga salut kepada Zara. Bahkan Zara masih bisa menabung untuk keinginan Angga yang ingin membeli rumah dari kerja kerasnya sendiri.
Hari pertama Angga sebagai WP Pemasaran membuatku sedikit gugup. Namun, Zara berhasil menyemangatinya hingga kini dia tidak gugup.
“Yuk berangkat Ra, nanti aku telat.”
“Iya. Ayuk.”
Setiap hari Angga selalu mengantar Zara ke sekolah naik mobil yang dibelikan papanya sebagai kado pernikahan karena Angga menolak dibelikan Rumah.
Serelah mengantar Zara, Angga langsung pergi ke Kantor. Sesampainya di kantor, sebelum dia memasuki ruang kerjanya, Angga dipanggil papanya untuk membicarakan sesuatu.
“Assalamualaikum, Pa.” Salam Angga saat masuk ruang papanya.
“Enggak salah papa nikahkan kamu sama anak sahabat papa. Kebiasaan buruk kamu perlahan-lahan hilang. Hebat menantu papa.”
“Istri Angga gitu loh Pa. Oh iya, papa manggil aku kesini ada apa?”
“Oh, ada staf baru di bawah kepemimpinanmu.”
“Siapa Pa?”
“Liat aja sendiri. Sana kamu kerja. Papa juga mau lanjut kerja.”
“Papa gimana sih, tadi nyuruh Angga kesini, terus sekarang malah ngusir.” Gerutu Angga sambil keluar dari ruang kerja papanya. Papa hanya senyum menanggapi gerutu putranya. Tetap sama kalau yang itu.
Angga terkejut karena staf baru yang dimaksud papanya adalah Amanda. Angga sempat ingin marah, namun ingat perkataan Zara bahwa setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua. Angga berusaha untuk memaafkan Amanda, walau sebenarnya dia tidak mencintainya dulu. Tapi pengkhianatan yang dilakukan Amanda dia tidak bisa toleransi.
Hari ini Amanda bersikap biasa, Angga cukup senang mungkin benar apa yang dikatakan Zara. Karena sekarang Angga bukan staf yang kerjaannya numpuk lagi, Angga bisa pulang cepat. Angga ingin membicarakan tentang Amanda yang jadi stafnya pada Zara. Namun melihat Zara yang excited menceritakan event disekolahnya tadi. Angga mengurungkan niatnya. Toh Amanda juga tidak keterlaluan.
“Ngga, aku boleh minta sesuatu enggak?” tanya Zara ragu. Pasalnya ini permainan pertamanya pada Angga yang notabene merupakan suaminya
“Zara mau apa? Kan aku udah bilang, apa pun yang kamu minta insyaallah akan aku turuti. Jika enggak sekarang aku usahakan secepatnya.” Ucap Angga sambil memegang tangan Zara lembut.
“Zara mau ke rumah mama sama kak Amanda. Zara kangen mereka.” Cicit Zara pelan.
“Kalau itu aku siap turutin sekarang. Kamu terlalu baik Ra. Mereka udah jahat banget sama kamu, tapi kamu masih memikirkan mereka. Mereka saja belum tentu mikirin kamu sekarang.”
“Zara enggak mau jadi anak durhaka karena enggak memikirkan kebahagiaan orang tua Zara, Angga.”
“Aku bersyukur punya istri kayak kamu Ra.” Ucap Angga sambil mendekap erat tubuh Zara.
Seperti permintaan Zara tadi, Angga dan Zara sedang dalam perjalanan menuju rumah orang tua Zara ditemani dengan lagu yang diputar radio di mobil Angga. Sesekali Angga ataupun Zara mengikuti lantunan musik yang sedang diputar.
Sesampainya di rumah orang tua Zara, Zara dibuat kecewa karena rumahnya terkunci dan gelap. Zara tidak tahu mereka ke mana begitu pun Angga. Akhirnya mereka pulang dengan perasaan kecewa.
Saat sudah sampai di rumah, Zara masih tetap cemberut. Angga berusaha membuatnya kembali ceria lagi dengan mengajaknya memasak untuk makan malam bersama. Cara ini cukup ampuh karena Zara suka memasak. Setelah selesai, mereka segera menyantap makanan yang sudah dimasak kemudian tidur agar esok tidak bangun kesiangan.
Seperti biasa, Zara diantarkan dahulu oleh Angga sebelum dia pergi ke kantor papanya.
Di kantor, Angga terkejut karena ruang kerjanya sudah terbuka. Bukannya kemarin dia menutupnya rapat. Angga segera masuk, takut ada dokumen penting yang hilang. Saat sudah masuk, Angga lebih terkejut lagi karena di sana ada Amanda. Mau apa dia di sini batin Angga.
“Ada apa bu Amanda ke ruangan saya?”
“Sudahlah Ngga, enggak usah kaku gitu. Aku tahu kamu masih menyimpan rasa sama aku kan?” tanya Amanda sambil bergelantungan di tangan Angga. Angga berusaha menghindar tapi percuma saja nenek lampir ini pasti akan terus mendekatinya.
Setiap hari kelakuan Amanda semakin membuat Angga jengah. Kemarin gara-gara Amanda, Angga jadi batal diner dengan Zara. Untung Zara tidak marah. Angga belum menceritakan jika Amanda kerja sebagai bawahannya. Dia menunggu waktu yang tepat, namun belum mendapatkan hingga sekarang.
Besok adalah hari ulang tahun Amanda, Amanda mengundang Angga yang tentunya Angga mengajak Zara. Amanda mengadakan pesta lumayan meriah. Angga takut jika Amanda akan berbuat yang tidak-tidak nantinya. Jadinya, Angga selalu mengawasi gerak-gerik Amanda, juga mengawasi Zara.
“Saya di sini sangat berterima kasih kepada semua tamu yang bersedia datang di acara penting saya ini. Saya ingin menunjukkan sesuatu pada semua yang hadir di sini. Pak silakan diputar videonya.” Ucap Amanda.
'kamu akan segera berpisah dengan Angga setelah ini, Adhisty Zara.’ Batin Amanda meremehkan.
Tanpa diduga video yang diputar adalah video Amanda yang masuk ruangan Angga untuk memanipulasi data keuangan. Angga terkejut, mengapa video yang diputar itu? Siapa yang melakukan ini?
Amanda terkejut  melihat video yang diputar dan menyuruh menghentikan.
“Video apa ini? Itu bukan saya.” Bela Amanda merasa kedoknya terbongkar
“Lalu siapa kalau bukan Anda, nona Amanda?” Tanya Rama, ayah Angga yang sambil memuka topi berdiri dari tempat memutar video.
“O-om Rama?”
“Kamu kira saya tidak tahu maksud kamu kerja di kantor saya? Saya tahu semuanya. Saya bingung kenapa Angga diam saja melihat tingkah stafnya yang lancang dan tidak tahu diri.”
“O-om sa-saya...”
“Sudah, saya sudah tahu semuanya tentang kamu jadi,....”
“Masih ada lagi Pa, aku mau tunjukkan sesuatu. Flashdisk yang aku kasih ke operator tadi papa bawa?”
Rama menyerahkan flashdisk yang dimaksud Angga. Angga langsung menerimanya dan memutar video. Di sana berputar video dari CCTV apartemen Angga yang menunjukkan Amanda yang sedang meneror Zara. Angga sebetulnya kecewa dengan Zara mengapa tidak memberitahukan masalah sepenting ini.
Amanda semakin terpojok, dia hendak kabur namun ditahan Rama.
“Mau ke mana? Saya akan beritahu sesuatu yang disembunyikan Dafa, Papa kamu.”
Rama mengisyaratkan kepada Angga untuk memutar video selanjutnya.
Di video Papa Zara, Dafa berbicara bahwa sebenarnya Amanda dan Zara bukan saudara kandung. Salah satu dari mereka adalah anak sepupu Dafa yang orang tuanya meninggal semua. Ibunya meninggal saat melahirkan dan ayahnya meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit. Sebenarnya mereka seumuran tapi ada yang dituakan agar mereka percaya.
Amanda dan Lia tampak biasa karena mereka tahu anak angkat yang dimaksud adalah Zara. Namun, pernyataan Dafa berikutnya mampu membuat Amanda dan Lia tersentak.
‘Anak kandungku dan Lia sebenarnya adalah Zara, aku memberi tahu Lia bahwa Amanda anak kandungku karena aku takut jika Amanda kehilangan sosok orang tuanya. Ternyata aku salah, putri kandungku sendiri malah tidak dapat kasih sayang dari ibunya. Karena inilah aku sangat menyayangi Zara.’
Zara menangis mendengar penuturan ayahnya barusan. Angga yang ada di sampingnya menguatkannya dengan mendekapnya dalam pelukan. Sedangkan Amanda, dia sudah hancur saat ini. Begitu pun Lia, dia merasa bersalah karena telah menelantarkan putri kandungnya sendiri. Lia langsung menghampiri Zara hendak bersujud pada Zara yang masih dalam dekapan Angga. Zara langsung mencegah mamanya yang hendak bersujud dan langsung  memeluk mamanya. Tenang rasanya, karena selama ini dia belum pernah merasakan hangatnya pelukan mama.
“Ja-jadi a-aku..” ucap Amanda menggantung dengan air mata yang berlinang.
“Kak Amanda tetap kakak aku.” Ucap Zara menghampiri Amanda dan memeluknya dan disusul Lia.
“Maafkan mama dan Amanda, Nak. Kami sungguh keterlaluan kepada mu.” Ucap mama sambil menangis.
“Kalian enggak perlu minta maaf, aku sudah memaafkan kalian.” Ucap Zara tulus.
“Sekarang, dulu ataupun nanti kalian akan tetap jadi keluarga Zara kan?” ucap Zara melepaskan pelukan ketiganya
“Kamu sangat baik hati, Zara. Pantas Angga langsung suka sama kamu.” Ucap Amanda. Angga yang mendengar itu hanya diam memang benar apa yang di katakan Amanda. Sedangkan Zara wajahnya merah padam, dia malu saat ini.
“Maafin aku Ngga.” Pinta Amanda pada Angga yang berada di samping Zara. Angga mengangguk sebagai jawaban.
“Angga Yunanda, kamu hutang penjelasan sama aku, kenapa kamu nggak bilang kalau Kak Amanda kerja di kantor kamu.” Rajuk Zara pada Angga dengan berkacak pinggang. Angga yang melihat tingkah Zara jadi gemas sendiri dang langsung mencubit kedua pipi Zara hingga dia mengaduh kesakitan.
“Iya aku jelasin, Adhisty Zara. Aku mau cerita tapi kamu excited cerita soal ivent di sekolah. Dan waktu itu sikap Amanda masih biasa saja. Jadi enggak terlalu penting buat aku. Lambat laun sikapnya makin kurang ajar dan kerjaan aku numpuk, jadi lupa mau ngasih tau. Jangan marah ya. Nanti aku beliin ice cream deh, atau lolipop?” tanya Angga sambil terkekeh. Dia sudah memprediksi jawaban apa yang akan keluar dari mulut Zara.
“Angga pikir Zara anak kecil? Zara nggak marah kok.”
'tepat sasaran.’ Batin Angga sambil terkekeh.
“Kenapa? Angga ngetawain Zara?”
Pertanyaan Zara barusan disambut tawa dari semua orang termasuk par tamu yang sedari tadi menyaksikan semua kejadian yang ada di keluarga Zara.
Zara merasa malu, kenapa orang menertawakannya. Angga yang melihat wajah gemas Zara langsung memeluknya dam menbawanya berputar-putar. Zara yang kaget hanya bisa mengeratkan pelukannya pada Angga dan berteriak. Pemandangan ini menjadi Akhir cerita pilu Zara dimasa lalu. Saat ini kehidupan Zara baik-baik saja. Namun , belum tentu selamanya akan demikian. Aral melintang dalam kehidupan sudah biasa, tinggal bagaimana kita menyikapinya. Setiap cobaan yang ada pasti masih dalam batas kemampuan kita. Allah memberikan cobaan agar kita lebih sabar, ikhlas, dan bisa lebih dekat dengan-Nya. Serta agar derajat kita lebih tinggi dari sebelumnya.

Event; KumcerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang