Tenggelam dalam Kebencian

10 2 0
                                    

~ Rifqa Haura Nuzula ~

Kimberly Ryder, seorang artis papan atas yang kepopulerannya tak perlu diragukan lagi. Cantik, putih, tinggi, body goals, baik hati, serta berbakat. Ya, begitulah orang-orang mengenalnya selama ini.
“Rey, menurutmu mengapa akhir-akhir ini popularitasku menurun?” tanyanya kepada sang manajer yang merangkap menjadi sahabatnya.
“I’m sorry to say, Kim. Belakangan ini ada seorang artis pendatang yang mengambil alih pusat perhatian seluruh orang. Mulai dari media sosial, media massa, hingga dunia hiburan teralih padanya.”
“What? Are you sure?” tanyanya setengah berteriak. Bagaimana tidak? Baru kali ini Sang Bintang Hiburan tersaingi oleh seorang artis pendatang. “Emang, apa kelebihannya hingga dapat mengalihkan perhatian semua orang?” tanyanya kembali.
“Aku sudah memastikan sebelumnya, dia adalah seorang wanita berhijab. Menurutku wajahnya lumayan cantik dengan mata sedikit besar, hidung mancung, serta bibir tipis berwarna pink alami tanpa polesan lipstik.” Tanpa sadar, Rey mendeskripsikan artis pendatang itu dengan bibir merekah sempurna. Kimberly yang menyadari itu, serta-merta berwajah masam. Ia tidak suka bila orang terdekatnya memuji orang yang menjadi saingannya.
“Rey, siapa yang lebih cantik?” Dengan tangan bersilang di depan dada serta sebelah alis yang terangkat, Kim bertanya.
“Tentu saja di¬—“ ucapannya terputus tatkala melihat tatapan tajam Kimberly yang ditujukan untuk dirinya. “Ah, maksudku tentu saja di-dirimu. Benar, tentu saja dirimu,” ujarnya tergagap.
“Tentu saja aku lebih cantik darinya,” sombongnya seraya mengibaskan rambut halus nan indahnya. “Rey, kau pasti bosan kan di apartemenku terus? Bagaimana jika kita keluar?” Masih dengan nada penuh kesombongan, Kim mengajak sang manajer.
“Kau paling mengerti aku, Kim.” Senyum lebar terbit di wajah tampan nan rupawan itu. Kim yang melihat itu sempat tertegun sejenak. Namun, bukan Kim jika tidak pandai mengubah mimik wajahnya dalam sekejap. Mengingat ia seorang aktris sekaligus penyanyi terkenal di negaranya itu.
“Kau sudah siap? Ayo kita berangkat sekarang!” seru Rey yang telah berada di ambang pintu. “Kau sangat tidak sabaran rupanya, Tuan Manajer.” Dia pun menyusul manajer tampannya dan melongos begitu saja melewati sang manajer.
“Hei, Nona Bintang! Pakailah masker dan topi ini. Di luar sana pasti akan banyak yang mengenalmu,” ucap Rey sembari menyodorkan masker beserta topi.
“Come on, Rey.” Kerlingan matanya menunjukkan bahwa dirinya menahan kesal. “Memakai masker dan topi membuatku sangat gerah. Rambutku juga mudah lepek,” gerutunya.
“Nona Kimberly, bagaimana mungkin kau tidak tahan memakai topi? Lihatlah Vebby Palwinta, ia bahkan memakai kerudung sepanjang hari. Lagi pula ini hanya topi.”
“Kau membandingkanku dengan orang lain, Rey? Dan ... siapa itu Vepi?” Tatapan tajam milik Kim kembali menghunus tepat di manik hitam legam milik Rey. Namun, kali ini Rey tidak merasa takut. “Vebby, V-E-B-B-Y,” eja Rey.
“Whatever.” Dengan langkah cepat, tetapi anggun, Kim menuju ke basemen tempat mobil merah kesayangannya diparkir. Ia sungguh kesal terhadap manajer yang merangkap menjadi sahabatnya itu.
“Bisa-bisanya pria itu membanding-bandingkan aku dengan orang lain,” batin Kim.
Di belakangnya, Rey berlari kecil mengejar langkah Kim. Ia sudah terbiasa ditinggal seperti itu jika Kimberly sedang merajuk kepadanya. Berhasil mensejajarkan langkahnya dengan Kim, ia pun berusaha membujuk wanita terkenal itu, “Baiklah, aku ngaku salah. Maafkan aku, tidak seharusnya aku membandingkanmu dengan orang lain.”
Sebenarnya Kimberly tersentuh akan itu, tetapi gengsinya setinggi langit. Tanpa menoleh ke arah Rey, ia terus berjalan disusuli oleh sang manajer. “Kim, jika kau memaafkan aku, aku akan mengajakmu makan es krim di tempat favoritmu, bagaimana?” Tentu saja Rey sangat tahu apa yang disukai Kim.
“Kau menyebalkan, Rey,” gerutunya sembari memukul ringan lengan Rey yang disambut dengan gelak tawa dari si empunya.
Kini, mereka telah tiba di basemen. Tampak mobil merah terang milik Kim terparkir rapi di sana.
“Silakan, Nona.” Dengan setengah membungkuk Rey mempersilakan artisnya untuk menaiki mobil yang telah ia buka pintunya.
“Terima kasih, Tuan,” sambut Kim dengan gelak tawa menyertai.
Setelah memastikan Kimberly duduk dengan manis di kursinya, ia pun menutup pintu mobil dan memutari mobil dengan sedikit berlari.
***
Dua puluh menit telah berlalu, dan sekarang mereka telah berada di kedai es krim favorit Kim. Begitu mesin mobil dimatikan, Kimberly dengan tidak sabar membuka pintu mobil. Namun, sebelum ia berhasil menginjakkan kakinya ke tanah, Rey mencegahnya.
“Kim, pakailah masker dan topi ini. Kali ini aku memintamu bukan sebagai seorang manajer, melainkan sebagai sahabatmu.” Kembali disodorkan topi dan masker itu ke hadapan Kim.
“Baiklah, karena kau memintanya sebagai sahabatku, akan kuturuti.”
“Good girl,” ujar Rey sambil mengelus rambut Kim dengan lembut. Setelah Kim memakai topi dan maskernya, mereka pun segera berjalan memasuki kedai es krim bernuansa biru dengan tema laut yang dapat membuat mata sejuk.
“Pak, es krim rasa cokelatnya dua, vanilanya satu ya,” kata Rey memesan es krim. Lalu, keduanya pun memilih tempat duduk yang biasa mereka tempati, yaitu di pojokan. Bukan tanpa alasan, tetapi di sana mereka akan disuguhi pemandangan kebun bunga yang segar milik pemilik kedai ini. Namun, sayangnya mereka telambat. Sudah ada orang yang duduk di sana.
“Permisi, apakah kau bisa mencari meja lain? Meja ini milikku.” Ya, meja di pojokan itu bisa dikatakan sudah disewa oleh Kim. Jadi, tidak ada yang boleh duduk di sana selain dirinya. Wanita berhijab yang ditegur tadi pun mengangkat kepalanya seraya berkata, “Ah, maaf mbak. Saya sebelumnya tidak tahu.”
“Tunggu dulu, bukannya kau adalah Vebby Palwinta?” Suara milik Rey terdengar.
“Ah, iya.”
“Masya Allah, ternyata kau lebih cantik aslinya dibanding di kamera.”
“Ah, tidak kok,” ujarnya tersenyum malu-malu.
“Kau hanya sendirian di sini? Ke mana manajermu?”
“Sejujurnya aku belum memiliki manajer. Saat ini aku sedang mencari seorang manajer.”
“Wait wait wait, Aku tidak mengerti. Kau si Vepi Vepi itu?” Setelah menyimak perbincangan kedua orang tadi, Kim pun angkat bicara.
“Vebby, mbak bukan Vepi.” Masih dengan senyum ramah, wanita bernama Vebby itu mengoreksi namanya sendiri.”
“Aku tidak peduli,” ujarnya sambil mengambil posisi nyaman untuk duduk. Melihat wanita di hadapannya tak kunjung bangkit, dan malah asyik bercanda gurau dengan Rey yang duduk di sampingnya, Kim pun mulai jengah.
“Heh, Vepi! Kau masih punya telinga kan? Oh, atau kau tuli? Harus berapa kali aku menyuruhmu pergi dari sini. Sana! Hush Hush!” Terdengar kejam memang, tapi siapa peduli?
Tampak wanita berkerudung itu tersentak kaget. Lalu, dengan tatapan menyendu wanita itu memakai masker—untuk menyamarkan wajahnya—dan berlalu begitu saja.
“Rey, sebenarnya dia siapa? Kau tampak mengaguminya.”
“Oh, dia adalah artis pendatang yang kumaksud tadi, Kim.”
“Are you kidding me? It’s not funny.” Nada suara Kimberly naik satu oktaf. Ia benar-benar tidak percaya.
“Aku tidak bercanda, Kim. Vebby itu adalah artis pendatang yang kumaksud.”
“Oh, Man. Kau baru saja berbincang dengan sainganku, dan empat puluh menit yang lalu kau membandingiku dengan sainganku? I can’t believe this.” Kim benar-benar kehabisan kata-katanya, ini sungguh sulit dipercaya. Ia memijit pelipisnya yang mulai berdenyut.
“Aku tidak akan pernah memaafkanmu, Artis Sampah! Lihat saja nanti!” serunya di dalam hati.
“Sekali lagi, maafkan aku.” Raut penyesalan tampak jelas di wajah Rey, ia merasa sangat bersalah.
“Rey, kau tahu aku benci dikhianati kan?” Dengan tatapannya yang lurus kepada Rey, Kimberly dapat melihat bahwa pria itu mengangguk kecil. “Apa kau sadar dengan sikapmu yang seperti tadi membuatku merasa terkhianati?”
“Kim, aku tidak bermak—“
“Baiklah, anggap saja begitu. Ayo pulang, aku lelah.” Tanpa menunggu persetujuan Rey, ia pun berjalan dengan langkah lebar menuju mobil.
***
Tiga bulan telah berlalu setelah kejadian itu, dan sekarang kehidupan Kim tidak lagi sama. Benar-benar berubah 360 derajat. Popularitasnya sudah tak sebanding dulu, gelar ‘Bintang Hiburan’ yang dulu disematnya kini tak ada artinya lagi, dirinya tak pernah lagi dikontrak untuk menyanyi ataupun bermain film oleh siapa pun, dan yang lebih parah adalah Rey Mbayang, sang manajer sekaligus sahabatnya, meninggalkan dirinya dengan alasan ingin fokus melanjutkan S3-nya di Amsterdam, Belanda. Namun, nyatanya ia malah bekerja sebagai manajer Vebby Palwinta.
Ya, sekarang karir Vebby sedang berada di puncak emasnya. Seluruh media sosial dan stasiun televisi dipenuhi oleh wajahnya.
“Oh, Tuhan. Aku benar-benar muak dengan wanita perebut itu! Tunggulah, Artis Sampah, sebentar lagi kau akan kehilangan semuanya.” Seringai mengerikan muncul di bibir munyilnya.
Kring ... kring ...
“Halo, Za. Ada kabar baik?”
“Tentu saja. Tunggulah sepuluh menit lagi dan rumor itu akan meledak.”
“Kerja bagus. Setelah semuanya berhasil, aku akan mengirimimu uang sesuai perjanjian kita.”
“Cara ini pasti akan berhasil, Nona. Aku jamin itu. Kau bisa mengirim uangnya sekarang.”
“Aku tidak percaya jika belum melihatnya sendiri.”
“Ayolah, Nona. Oh, atau kau ingin aku menarik lagi rumor itu?”
“Baiklah, akan aku kirim sekarang.”Dengan sepihak, sambungan telepon itu terputus.
Sepuluh menit berlalu, tetapi kabar yang ditunggu-tunggu tidak juga muncul. Segera ia menghubungi Reza yang kini menjadi kaki tangannya. Namun, nomor itu telah diblokir.
“Shit, aku dibohongi. Arghh!”
Bagai kehilangan kewarasannya, ia menghancurkan seluruh isi apartemennya. Bukan main-main, uang yang telah dia transfer ke Reza benar-benar besar.
Tanpa memikirkan apa pun lagi, ia menyambar kunci mobil merah kesayangannya dan bergegas menuju markas yang ditinggali oleh Reza dan teman-temannya.
Namun, naas. Jalanan yang licin dikarenakan hujan membuat mobil yang ditumpangi Kimberly oleng dang masuk ke jurang.
***
“Berita terkini. Sebuah mobil berwarna merah dengan plat B 1271 KR ditemukan di dasar jurang pada pukul 04.30 dini hari. Diduga pengendara mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi di tengah hujan deras. Jasad korban saat ini belum ditemukan. Menurut beberapa barang bukti, jasad korban telah di mangsa hewan buas.Temukaan potongan tangan manusia, pakaian yang telah sobek di sana-sini, dan adanya bekas cakaran serta jejak kaki hewan buas di sekitar TKP membuat dugaan ini semakin kuat. Setelah diselidiki lebih lanjut, mobil tersebut diketahui milik seorang artis bernama Kimbe—“ Suara reporter tersebut terputus tatkala seseorang mematikan televisinya.
“Inna ilaihi wainna ilaihi rajiun. Semoga kau tenang di alam sana, Mbak.”

Event; KumcerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang