Wysteria

36 21 0
                                    


🌱 Karya: Mir'atun 🌱

Namanya Viscaria Lavendra dan kerap kali dipanggil dengan sebutan Lave atau Visca. Visca orang yang sedikit tertutup, tapi tidak sampai anti sosial. Dia hanya tidak suka kebisingan dan tak suka dengan cahaya yang terlalu menyilaukan mata. Kedua hal tersebut kerap dia hindari karena baginya itu sangat mengganggu.

Waktunya dengan sang ibunda pun akan hilang jika kedua hal tersebut berada di sekitarnya. Dia akan mencari tempat di mana tak seorangpun akan menemukannya. Rasanya seperti bermain petak umpet, menyenangkan sekali. Tapi dia juga akan ditegur oleh sang ibunda karena kenakalannya yang membuat semua orang khawatir.

Ibundanya selalu datang pada jam 00.00 membuat Visca harus bangun pada jam tersebut dan bermain dengan sang ibu. Jika ibunda tak datang untuk bermain dengannya dia akan mengambil lonceng dan kotak musiknya, lalu dibunyikan secara bersamaan

Memang itu sangat berisik tapi hanya dengan cara itu sajalah ibunya akan datang. Dia juga selalu dipanggil oleh teman-temannya dengan sebutan gila atau tak waras karena berbicara sendiri membuat kebanyakan dari mereka menjauh, tetapi ada beberapa anak juga yang mendekatinya dan ingin bermain dengannya. Mereka adalah, silverya Anatasya, Arun Muzumi, dan Rosella Rosyn.

Mereka bertiga sangat suka bermain dengan Visca, bahkan mereka tak mempermasalahkan tentang Visca yang selalu berbicara sendiri. Karena merekapun sama, mereka bertiga sama-sama mempunyai indra yang sangat peka, bahkan ibundanya Visca selalu dilihat oleh Rose atau Arun. Tapi mereka tak terkejut sama sekali, karena mereka telah terbiasa dengan itu semua.

Sedangkan Silvernya, dia tak mempunyai kemampuan khusus seperti ketiga temannya, tetapi rasa penasaran tentang makhluk ghaib sangatlah tinggi. Dan disinilah kisah mula mereka, berawal dari mereka memasuki masa SMA yang dikenal dengan keangkerannya, membuat mereka harus mengeluarkan stamina yang sangat banyak.

Jum’at, 21 maret 20XX.

Visca dan Arun sedang merapikan buku di perpustakaan, mereka di hukum akibat memanjat dinding belakang sekolah. Ini semua adalah ide silvernya yang tak masuk akal, jika saja mereka tak mendengar ide gila Silver, mungkin mereka tak berada di sini.

“haaah, seharusnya tadi kita tak mendengarkan ide gilanya,” ucap Arun sambil menyandarkan punggungnya pada rak. “Aku tak suka melihat banyak buku, rasanya kepala ku akan langsung pecah,” gerutunya lagi.

“Dasar Lebay, gitu saja sudah ngeluh. Lebih baik kita beresin ini dengan cepat dan pergi ke kelas.”

Setelahnya tak ada percakapan dari mereka. Beberapa menit kemudian mereka pun telah selesai.Setelah membersihkan perpustakaan mereka mampir terlebih dahulu ke kantin untuk membeli beberapa makanan ringan.

Pada saat mereka melewati laboratorium biologi yang telah tak terpakai, entah kenapa leher bagian belakang mereka terasa sangat dingin dan bulu kuduk mereka pun ada yang berdiri.Tak ada suara di sana selain langkah kaki mereka. Mereka tetap tenang walau mereka tahu hal-hal di luar nalar akan terjadi, dan tak lama kemudian kejadian tak masuk akal pun terjadi.

Seperti, pintu terbuka sendiri, bunyi kapur seperti seseorang sedang menulis di papan, kerangka manusia yang berjalan sendiri, dan jendela yang bergerak sendiri menimbulkan suara aneh.

Di sana hanya ada Arun dan Visca, tak ada seorang pun selain mereka berdua. Tetapi seperti ada seorang lagi di tengah-tengah mereka yang sedang berjalan. Arun tak berani menengok ke samping kanan sedangkan Visca sedang menelan slavinanya dengan gugup.

Mereka gugup bukan karena mereka takut, mereka telah terbiasa dengan ini semua. Tapi rasanya ini sedikit berbeda, seseorang yang berada di tengah-tengah mereka ini mempunyai aura yang berbeda dengan yang lain, dan Aromanya sedikit membusuk. Akibatnya Arun menahan untuk tidak mual sepanjang perjalanan.

Memasuki area kantin, bau busuk tadi tak hilang sedikit pun, tetapi seseorang tadi sudah menghilang. Arun dengan wajah pucatnya yang sedang menahan mual menengok ke sana ke mari dan langsung membuang napas dengan kasar. Visca yang melihat wajah Arun yang pucat pasi pun tersenyum mengejek, jarang-jarang melihat wajah Arun yang pucat seperti ini.

“Wajah mu pucat,” ucap Visca dengan nada yang mengejek.

“Diam kau, haaaah,” ucap Arun yang masih membuang napas dengan kasar.

“Aku akan membeli air mineral sebentar, kamu diamlah di sini aku akan cepat kembali,” ucap
Visca.

Visca pun pergi meninggalkan Arun seorang diri di meja kantin paling pojok, memang sekarang bukanlah jam istirahat itulah sebabnya kantin tidak penuh. Sesaat kemudian Visca datang dengan makanan penuh di tangan kanannya tak lupa juga air mineral di tangan kiri.

Mereka pun kembali ke kelasnya setelah Arun meminum air mineral yang di bawa oleh Visca. Sesampainya mereka di kelas, mereka pun langsung menceritakan kejadian tadi pada kedua temannya itu.

°°°•••°°°•••°°°

Pada malam harinya, Visca sedang menyisir rambutnya di depan cermin, sambil Menyanyikan lagu Wysteria, lagu kesukaan sang ibunda dengan dirinya. Setelah itu ia pun beranjak dari meja riasnya menuju kasur.

Visca langsung membaringkan badannya di atas kasur, dan menutup matanya membiarkan mimpi masuk di dalam alam sadarnya. Tetapi lima belas menit kemudian, lagu Wysteria yang lima belas menit lalu ia nyanyikan tadi seperti ada yang menyanyikannya lagi di dalam kamar mandinya.

Visca langsung beranjak dari kasurnya dan berjalan menuju kamar mandi yang tertutup sedikit. Visca penasaran siapakah gerangan yang menyanyikannya lagu kesukaannya tersebut selain ibunya.

Selangkah lagi untuk memasuki kamar mandi, bau tak sedap pun menguar keluar, bau nanah dan darah tercampur menjadi satu. Membuat Visca mual dengan bau tersebut. Visca mengangkat matanya menghadap depan, dan betapa terkejutnya ia melihat seorang perempuan dengan wajah rusak keluar dari kamar mandinya, lalu tersenyum.

Senyuman yang tak bersahabat, Visca tak suka dengan suasana ini. Visca pun berjalan mundur dengan perlahan ke belakang. Sedangkan sesosok gadis di depannya pun berjalan ke depan sambil melebarkan senyumnya.

Visca berhenti untuk tetap melanjutkan langkahnya, gadis itu pun berhenti tetapi senyumnya tak kunjung berhenti. Visca mengambil napas panjang dan membuangnya. Menetralkan jantungnya yang berdetaksedikit kencang. Visca lalu menatap gadis itu dengan keberaniannya yang masih tersisa.

“Siapa kamu?“ tanya Visca.

Hening, tak ada jawaban yang di keluarkan oleh sang gadis dari mulutnya yang bergelinang darah tersebut.

“Aku tanya sekali lagi, siapa kamu?” tanya Visca untuk kedua kalinya.

Tak ada jawaban. Tetapi gadis tersebut berjalan menuju pintu dan menengok ke arah Visca di belakangnya. Lalu tersenyum lagi, senyumannya makin melebar memperlihatkan giginya yang sedikit membusuk, dan ia pun berjalan seakan menunjukkan jalannya kepada Visca. []

Event; KumcerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang