Selamat Tinggal

37 22 0
                                    


🌱Karya: Alma Deivta🌱

Gadis itu terdiam, lebih tepatnya berusaha untuk diam. Matanya masih tertuju ke depan, kedua tangannya menutup rapat-rapat mulutnya. Sungguh! Tidak dapat dipercaya saat ia melihat jasad temannya.

Matanya melotot kaget, otaknya kembali mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.

"Hanna! Pergi dari sini, bahaya kalau dia tau kita di sini!" kata Elin mengingatkan.

Hanna menggelengkan kepalanya, "ta-tapi kamu?" balas Hanna dengan wajah panik.

"Nanti aku ikutin kamu dari belakang, kamu duluan." Elin mendorong tubuh Hanna agar menjauh dari tempat itu.

Hanna berlari kencang, menuruti Elin yang menyuruhnya pergi menjauh.

Hanna terisak pelan, harusnya ia mengikuti perkataan sang Ibu. Harusnya ia menuruti Ibunya yang telah memperingatkan agar tidak pergi ke gubuk itu.

Tangisnya pecah, semakin melihat ke arah gubuk itu semakin membuatnya merasa perih. Hanna menyesal.

Hanna mengumpulkan kekuatannya agar bisa berjalan mendekati gubuk itu. Masih dengan perasaan tidak enak, tapi Hanna harus memastikan.

Matanya melirik ke kanan dan kiri, kemudian ia menengadah. Langit sudah gelap, sinar matahari yang tadinya menyinari bumi sekarang telah berganti menjadi sinar rembulan dengan ditemani bintang.

Pelan-pelan Hanna menyusuri semak-semak belukar yang berada di sekitarnya.

Setelah sampai di depan gubuk, Hanna membuka pintunya dan memasuki gubuk itu.

Hanna tersenyum manis, air mata yang tadinya adalah air mata kesedihan telah berganti menjadi air mata bahagia.

"Ares... Sekarang kamu menjadi milikku satu-satunya." Hanna mendekati pemuda tampan itu.

Tubuh Ares bergetar hebat, ketakutannya benar-benar memuncak. "Ha-Hanna? Jangan-jangan... Lo yang udah nyuruh makhluk itu untuk bunuh Elin?" tanya Ares dengan suara bergetar.

Pemuda tampan itu melihat kembali jasad kekasihnya yang sudah tak bernyawa, kemudian matanya kembali menatap Hanna.

"Kenapa? Padahal aku udah bilang kalo aku cinta kamu. Lalu kenapa kamu malah sama Elin?" tanya Hanna dengan intonasi tenang. "Jangan salahkan aku yang telah menyuruh makhluk itu membunuh Elin, salahkan Elin yang udah rebut kamu dari aku."

Mata Ares melotot tak percaya, "milik kamu? Sejak kapan aku jadi milik kamu? Aku hanya milik Elin, selamanya! Sampai dipisahkan oleh maut pun!" sahut Ares dengan meninggikan nada bicaranya.

Raut wajah Hanna berubah menjadi dingin, matanya menatap sinis Ares. Gadis bermata cokelat itu mengarahkan jari telunjuknya ke leher Ares, dan tiba-tiba saja leher Ares tersayat.

Ares merintih kesakitan, "Han... na!"

Makhluk itu, makhluk berambut panjang dan bermata merah itu datang lagi. Makhluk itu mendekati Ares, kemudian melebarkan sayatan pada leher Ares.

Ares terus merintih kesakitan hingga suaranya tak terdengar lagi, Ares telah mati.

"Anak muda, saya telah memenuhi permintaan anda." Makhluk itu, Kuntilanak itu berujar pelan.

Hanna tersenyum bangga. Walaupun pujaan hatinya telah meninggal setidaknya ia bisa mendapatkan raganya.

"Baiklah, silahkan kamu boleh meminta apapun dariku," jawab Hanna dengan sombongnya.

Kuntilanak itu menyeringai lebar, Hanna sama sekali tidak curiga.

Hanna masih tersenyum seakan habis memenangkan sebuah pertandingan.

"Kalau begitu... Saya minta nyawamu."

Wajah Hanna berubah seketika, gadis dengan paras cantik itu menoleh. "Apa maksudmu?" tanyanya.

"Kamu bilang aku boleh meminta apapun kepadamu, kalau begitu aku meminta nyawamu."

Hanna terlonjak, hampir terjatuh saat makhluk itu mendekatinya. Wajah seakan habis memenangkan sesuatunya telah hilang menjadi ketakutan.

Hanna berteriak meminta tolong, seakan lupa bahwa gubuk itu ada di tengah hutan. Berbagai ucapan ia keluarkan dari mulutnya, seperti seorang dukun yang komat-kamit.

Tapi, terlambat sudah. Makhluk itu geram, akhirnua dengan cepat ia menikam leher Hanna dengan kukunya yang panjang.

Hanna yang membanggakan dirinya telah mati.

Hanna yang tersenyum bahagia, sekarang mati dengan raut ketakutannya.

Matanya melotot lebar, mulutnya menganga.

Hanna lupa bahwa Elin aktris hebat yang berasal dari daerahnya.

Elin bangkit dari tanah, kemudian melihat kekasihnya yang sudah tak bernyawa.

"Huh, manusia ini bodoh. Ah, aku juga harus berterimakasih pada sahabatku yang telah membunuh Ares, berkat ini aku jadi bisa terbebas dari kekangan."

"Selamat tinggal temanku, selamat tinggal kekasih--ah maksudku mantan kekasihku." []

Event; KumcerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang