Dia yang Pernah Singgah

31 14 0
                                    

🍯 Karya : Selly Melisani🍯

Dress!!!
Rintik air yang kecil, kini mulai membesar. Membuat semua orang berlomba-lomba untuk menghindarinya. Mencari tempat yang aman atau sekedar menikmati salah satu anugerah yang di berikan sang Maha Kuasa.
Namun, ada yang berbeda dari semuanya. Seorang perempuan berjalan lemah di tengah derasnya hujan.
Seseorang tak sengaja menabraknya hingga terjatuh, tapi ia tidak bangun lagi. Ia membiarkan tubuhnya basah terkena air hujan dan lumpur yang ada di bawahnya.
Tangannya menggepal erat. Tubuhnya bergetar hebat. Hatinya terasa sakit. Mengingat semua yang telah terjadi. Ia menangis dalam diam. Menyembunyikan air matanya di derasnya hujan. Rasanya sangat menyakitkan.
Meskipun ada beberapa orang di sekitarnya, namun tidak ada satu orangpun yang membantunya. Sebagian orang tau siapa perempuan itu. Dia adalah Raina Anggelina. Seorang selebgram terkenal yang kini mulai tak di kenal.
Mereka yang melihat beritanya, langsung menghakiminya tanpa tau kejadian sebenarnya. Hampir semua orang mencari beritanya dan menjadi tranding topic di media sosial. Siapa yang tidak tau Rania? Selebgram cantik, pintar dan perfecionis, juga multitalenta. Namun kini semua berubah. Semenjak ayahnya terlibat korupsi dan ibunya meninggal karena kecelakaan. Sejak saat itu, kehidupan Rania mulai hancur perlahan.
Sempurna!
Kehidupannya hancur berantakan!
Tidak ada yang menginginkannya!
Semua orang meninggalkannya!
Lalu, untuk apa ia terus bertahan?
Dada Rania sesak, badannya lemas, lalu semuanya menjadi gelap, dan hanya ada satu suara yang bisa ia tanggkap.
"Rania...."
Rania membuka matanya. Hanya putih yang bisa ia lihat, dan bebauan yang sangat menyengat. Ia mengedarkan ke sekelilingnya, dan wajah tampan memasuki penglihatannya.
"Apa aku ada di surga?" tanya Rania.
Pletak!
Lelaki itu menjentikan jarinya ke dahi Rania.
"Sayangnya, lo masih ada di bumi dan belum terbang ke alam peri. Nanti gue yang akan bantu lo terbang lagi. Gue janji."
Seketika air mata Rania menetes. Ia tidak bisa menyembunyikannya lagi. Ia menangis sekeras-kerasnya. Mengeluarkan apa yang selama ini ia rasa.
"Lah, kenapa lo nangis? Gue kekencengan yah, sentilnya?" tanya lelaki itu khawatir.
Bukannya reda, tangisan Rania semakin kencang. Lelaki itu panik. Ia memeluk Rania, berharap tangisannya dapat mereda.
"Gue minta maaf, gue janji gue gak akan ngulang lagi. Udah dong jangan nangis, yah. Entar makin cantik, loh."
Rania mengeratkan pelukannya. Berada di posisi ini, membuatnya tenang dan nyaman. Hingga ia tak sadar, ia pergi ke alam tidurnya. Rasa lelah dan nyaman membuat dia tak mampu menolaknya.
Esoknya, Rania terbangun dari tidurnya dan mendapati tidak ada siapa-siapa di ruangannya. Ia panik. Kemana lelaki itu? Ia ingat semalam masih memeluknya. Apa ia bermimpi? Tapi itu terasa nyata.
Seorang suster menghampirinya. Rania menanyakan keberadaan lelaki itu, namun suster itu menjawab tidak melihat siapapun. Rania berlari keluar, mencari keberadaannya. Namun, ia tidak menemukan siapapun.
Kelabu mengguasai langit dan perlahan menumpahkan isinya. Rania merosot ke lantai yang dingin. Ia lelah. Ia pasrah. Ia pikir ia gila karena terus memikirkannya. Ia menenggelaman kepalanya di antara kakinya. Membiarkan hawa dingin masuk ke tubuhnya.
"Ngapain lo di sini? Gantiin peran suster ngesot?" tanya lelaki itu tepat di depan muka Rania saat mengangkat kepalanya.
Rania memeluknya.
"Gue pikir lo pergi," ucap Rania sambil memeluk lelaki itu erat. Ia terisak di dada lelaki itu.
Lelaki itu terkekeh melihat kelakuan Rania. Ia membalas pelukannya dan menenangkannya.
"Gue akan selalu nemenin lo dimanapun lo berada. Sebut nama gue satu kali dan gue akan datang nemuin lo," ucap lelaki itu menatap Rania.
"Gue kan, gak tau nama lo," kata Rania.
"Panggil aja gue Ryan, panggilannya sayang. Kalau mau pake ganteng juga gak papa kok," canda lelaki itu.
Rania memukulnya. Bukannya kesakitan, Ryan itu malah tertawa keras.
"Gue lebih baik liat lo marah gini, bikin gemes, daripada liat lo nangis," ucap Ryan itu sambil mencubit pipi Rania.
"Tangan lo dingin," ucap Rania memegang tangan Ryan.
"Makanya angetin, dong. Udah gue bilang di sini dingin, badan lo juga udah dingin. Kita masuk ke kamar, yuk. Daripada kita masuk angin," ajak Ryan yang langsung di sambut anggukan Rania.
Ryan membantu Rania berjalan sampai ke kamarnya. Ia juga membantu Rania duduk di ranjangnya. Di atas nakas sudah tersedia makanan Rania. Awalnya Rania tidak mau makan, tapi karena perjanjian Ryan yang akan mengajaknya jalan setelah sembuh, akhirnya Rania bersedia memakan makanannya.

"Pinter. Kan kalo gini jadi tambah sayang, cup." Rayn mengecup pelipis Rania. Rania terdiam. Menyadari itu, Ryan meminta maaf karena kelancangannya.
"Lo itu manusia bukan, sih?" tanya Rania menatap Ryan, "kenapa lo bisa buat gue nyaman kayak gini?"
"Kenapa lo ngomong kayak gitu?" tanya Ryan balik.
"Karena biasanya manusia itu cuman nyakitin," jawab Rania.
Ryan tersenyum, lalu mendekat pada Rania.
"Gue bukan manusia," jawan Ryan lalu berbisik di telinga Rania, "gue adalah seseorang yang dikirim untuk buat lo bahagia."
Rania tersenyum, dan di saat itulah mereka mulai dekat. Ryan menepati janjinya untuk membawa Rania jalan-jalan. Selalu menemani Rania dan menjaganya. Kini Rania sudah tidak peduli dengan omongan orang lain terhadap dirinya, karena Ryan selalu berada di sisinya dan berkata, "mereka syirik karena ada orang ganteng di samping kamu." dan itu sukses membuat Rania tertawa dan sedikit membuat Rania melupakannya.
Rania kini sudah mulai bangkit dengan bantuan Ryan. Ayah Rania terbukti tidak bersalah, dan kehidupan Rania kembali normal. Ryan juga sudah membuat Rania mendapatkan kembali senyumnya. Tapi hubungan mereka hanya seperti itu-itu saja. Padahal Rania sudah merasakan perasaan yang berbeda. Rasa yang belum pernah ada sebelumnya dan biasanya dinamakan cinta.
Bosan menunggu, Rania mengambil inisiatif untuk menyatakan perasaannya terlebih dahulu.
Di taman, mereka sedang menikmati sisa-sisa hujan dengan tenang.
"Ryan," panggil Rania memecahkan kesunyian.
"Hmm?" Ryan menatap Rania.
"Aku suka sama kamu. Aku sayang sama kamu. Aku gak tau sejak kapan itu, tapi sekarang aku jatuh cinta sama kamu. Kamu harus tanggung jawab karena buat aku jatuh cinta," jelas Rania.
Ryan terkejut dan terdiam.
"Maaf, aku gk bisa," jawab Ryan tanpa menatap Rania
"Maksud kamu apa?" tanya Rania kaget.
Jika Ryan tidak jatuh cinta padanya, lalu perlakuannya selama ini apa? Apa ia jatuh cinta sendirian?
"Aku gk bisa, Rania," jawan Ryan kekeh.
"Lalu semua ini apa? Lo yang udah buat gue bahagia, lo juga yang udah buat gue jatuh cinta. Lo yang buat gue terbang ke angkasa, dan lo yang kini jatuhin gue juga!" ucap Rania tidak percaya.
Air mata yang kini sudah tidak ia keluarkan lagi semenjak ada Ryan, kini kembali runtuh.
"Maafin gue Rania, tapi kita berbeda," jelas Ryan memberanikan diri menatap Rania
"Gue gak peduli. Status sosial kini gak bisa jadi patokan untuk jatuh cinta. Cuman lo yang bisa buat gue bahagia. Apa hanya gue yang mengganggap lo istimewa?" tanya Rania memegang tangan Ryan.
"Mungkin iya, gue jahat. Tapi ini demi kebaikan kita semua," jelas Ryan menggenggam erat tangan Rania yang hangat.
“Gue kecewa sama lo Ryan. Gue pikir lo berbeda, tapi ternyata lo sama, sama-sama jahat. Kalo seandainya lo gak bisa tanggung jawab sama hati, jangan pernah lo bermain dengan hati. Dan, kalo lo gk punya perasaan apapun buat gue, jangan pernah buat gue berharap sama lo dengan perlakuan lo ke gue. Makasih Ryan, makasih karena lo udah buat gue hancur untuk kesekian kalinya," ucap Rania melepaskan pegangannya pada Ryan lalu berlari meninggalkannya sendirian.
Rania melihat jika Ryan hanya berdiri diam disana, tidak mengejarnya. Mungkin pikirannya benar, dia yang terlalu berharap padanya. Dia yang salah, dia pikir Ryan punya perasaan yang sama juga.
Mungkin ini juga karma untuknya, dia dulu sering mempermainkan perasaan lelaki, dan kini ia juga merasakannya. Tapi tetap saja itu menyakitkan.
Hujan kembali turun membasahi tubuh Rania. Rania ingat, hujan yang telah membawa Rayn padanya, dan hujan juga gk yang telah membuat Ryan meninggalkannya. Apa mungkin Ryan adalah hujan, yang datang lalu pergi kembali?
Tinnn!!!
Brak!!!
Rania terjatuh di telotoar. Ia hampir tertabrak karena tak memperhatikan jalan. Ia melihat siapa yang menolongnya dan sosok Ryan memasuki penglihatannya. Betapa kagetnya ia, melihat Ryan baik-baik saja padahal ia telah tertabrak mobil. Badan Ryan terlihat samar-samar.
Ryan menyadari itu dan mendekati Rania. Tanpa sadar Rania mundur.
"Ini alasan gue gak bisa menerima lo," ucap Rayn menatap gadis yang mencintainya.
“Kita berbeda. Dunia kita sudah berbeda, Rania. “
Rania masih menatapnya tidak percaya. Ryan mengerti, ia membalikan badannya berniat untuk pergi. Rania sadar sosoknya perlahan menghilang. Tak dapat di jelaskan bahwa hatinya ikut sakit mengetahui fakta ini.
"Tunggu!" seru Rania membuat Ryan berhenti.
"Kenapa?" tanya Rania mendekati Ryan.
Ryan menunduk, perlahan ia mulai menjelaskan semuanya. Ryan ternyata meninggal karena menolongnya yang hampir tertabrak dulu. Rania ingat itu, saat ia sedang frustasi dulu. Sedang berada di titik terendah dan ingin sekali mengakhiri hidupnya.
Namun mengapa?
Di saat ia mulai menemui semangat hidupnya, orang yang di cintainya sudah tiada?
Dia sadar dia bodoh, tapi tak bisakah ia ingin mempertahankan satu orang saja. Satu orang yang mampu membuatnya semangat dan mengerti arti hidup. Seseorang yang sudah mengetuk dan menenpati sebagian besar hatinya. Tapi ia sadar, itu tidak mungkin dan sangat mustahil. Tapi ia juga tidak bisa menerimanya.
"Maaf," ucap Rania bergetar.
Ryan meninggal karenanya. Rania juga ingat, Ryan adalah salah satu lelaki pernah ia mainkan. Ryan dulu mencintainya sendirian dan tidak akan pernah berubah berubah. Tapi walaupun begitu, Ryan masih tetap peduli padanya. Dan kini, Rania juga ikut merasakan apa yang di rasakan Ryan dulu.
“Tidak perlu minta maaf. Ikhlaskanlah semuanya. Aku memang membencimu dulu karena menyakitiku. Tapi sayangnya, rasa cintaku lebih besar daripada rasa benciku. Aku melakukan semua ini karena aku mencintaimu. Aku harap rasa cintaku ini bisa membuatmu semangat untuk hidup. Aku yakin, nanti akan ada seseorang yang mampu mencintai kamu lebih besar dariku. Aku bahagia bisa mencintaimu dan lebih bahagia lagi, ketika orang yang ku cintai sekarang juga mencintaiku. Aku harap kamu dapat hidup bahagia Rania, tetap semangat. Aku cinta kamu. Selamat tinggal.”
Perlahan sosok Ryan menghilang, seolah tak pernah ada di depannya. Namun Rania masih mengingat setiap detailnya. Rania memegang jantungnya. Detak itu masih ada. Ia tersenyum dan memandang cakrawala yang luas.
“Aku janji Ryan, aku akan meneruskan hidupmu, menggapai mimpiku, mimpimu, mimpi kita berdua. Aku cibta kamu, selalu dan selamanya. Terim kasih untuk semuanya Ryan.”
Hujan kembali membasahi bumi. Tetesnya mampu membuat semua orang bahagia. Ia dia hujan. Walaupun kehadirannya hanya sebentar, ia selalu membawa kesejukan dan kebagiaan. Iya dan itu kamu.

Karena cinta tak pernah salah, melainkan orangnya yang salah.

Event; KumcerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang