Azab Tukang Kardus

13 3 0
                                    

~ Salfa Hidayatun Sab'ah ~

“Setelah melihat judulnya, kira-kira apa yang ada di pikiran pemirsa? Apakah salah seorang tokoh akan mendapat karma? Kita lihat sebentar lagi,” ucap seorang pembawa acara dalam layar tipis itu. Sedangkan, si penonton berkelamin laki-laki menatap dengan tatapan intensitas yang sangat-sangat fokus.

“Sampai hari ini, masih saja kau menonton promosi film semacam itu?” tanya seorang wanita menghampiri sofa dan duduk di dekat lelaki itu.

“Ini memang seru jika kau tau,” ujar laki-laki itu tak menoleh sama sekali.

“Sayangnya, aku memang tak tau,” ucapnya jujur.

“Maka dari itu, ayo tonton,” ucap Renjun menoleh.

“Ck, aku saja yang melihatnya sudah bosan,” pukas wanita itu.

“Lebih baik kau diam. Tonton-lah ini bersamaku,” pinta laki-laki itu dengan tangan memegang pinggang si wanita.

“Ihk, Injun… Aku mau kekamar saja-lah!” kesal si wanita. Dia pergi dengan menghentakkan kaki.

Lelaki itu a.k.a Renjun, pria dengan tinggi 170 bermuka face baby. Ia menggeleng tak percaya dengan kelakuan tunangannya. Dia memang sudah bertunangan, wanita cantik yang menjadi tunangannya bernama Minju. Dan mereka memutuskan tinggal bersama di sebuah apartemen yang cukup luas dan sederhana.

“Padahalkan seru dan sangat fantasi,” lirihnya.

“Inju, jika ngambeknya sudah selesai cepatlah turun!” teriaknya berharap sang tunangan mendengar itu.

“TAK MAU!” teriak sang wanita dari lantai atas.

“Khehehe, beneran ngambek ternyata,” duga Renjun.


Sementara di kamar…
“Senang sekali menonton yang seperti itu. Kena azab pula baru tau,” gerutu wanita yang menjadi tunangan Renjun. Siapa lagi jika bukan Minju.

Dirinya memang sangat bosan, tapi tujuan dia bukanlah menonton sinetron. Toh, apa faedah dari hal tersebut? Lebih baik Push Rank di kamar, kan bisa menambah level, rank, bahkan mendapat item lain.

“Lebih baik aku Push Rank sebentar lalu tidur,” monolognya.


Hari menjelang sore…
“Eunghhh…” lenguh Minju dengan tubuh mengeliat yang baru saja bangun dari tidurnya.

“Eh, apa ini?” tanya-nya meraba samping kasurnya.

Saat dia menoleh, terlihat Renjun tengah terlelap pula. Minju mengganti posisi tidurnya menghadap Renjun, lalu mengelus pelan wajah Renjun.

“Kamu tuh baik, tapi sayang tukang ngerdus,” Minju mengelus wajah Renjun kemudian berhenti tepat di dahi. Kemudian memukul dahi Renjun keras setelah berucap seperti tadi.

Puk~

“Aduh!” seru Renjun terbangun.

“Kok dahi Njun di pukul?” tanya Renjun memanyunkan bibirnya.

“Gak usah kayak gitu. Jijik,” ucap Minju memasang pose ingin muntah.

“Kamu kenapa sayang? Kamu hamil? Apa? Wahh…-”

Pletak~
Minju lagi-lagi menempatkan sasaran itu di dahi Renjun sebagai tempat sentil-an yang cocok.

“Jahat banget, aku cuma nanya padahal.”

“Mana ada, kamu gila? Sampai nanya hamil apa gak.”

“Iya aku memang gila, gila karena cintamu.”

“Ngalus mulu, sono ke rumah Chaewon aja. Kau-kan suka sama dia!”

“Nggak aay, kok kamu ngusir aku terus?” tanya Renjun.

“Bodo!”


Keesokan Harinya…
“Mba beli Ramen dua,” ucap Minju.

Saat ini dia sedang di Resto. Tentunya dengan Renjun.

“Njun liatin apa sih?” tanya Minju penasaran, saat melihat sang Tunangan tengah melirik tempat kasir.

“Eh, gak apa-apa,” jawab Renjun menoleh pada Minju kemudian tersenyum kikuk.

“Ramennya mana Nju?” tanya Renjun.

“Lagi di pesan,” jawab Minju singkat plush datar. Sedangkan yang bertanya hanya ber-oh ria.


Setelah selesai makan…
“Ke kasir kuy, bayar ini.”

“Iya, aku mau ke kamar kecil dulu,” izin Minju.

“Ya,” sahut Renjun.

“Asek!”

Renjun berjalan pelan ke tempat kasir. Kemudian memberikan kartu transaksinya kepada salah satu pelayan wanita.

“Mba yang cantik, sama mau bayar pesanan tadi,” ujar Renjun.

“Eh, iya Mas. Atas nama? Atau nomor meja?” tanya sang pelayan.

“Atas nama jodohmu, meja hatimu,” jawab Renjun dengan tatapan menggoda.

“Bisa saja,” pelayan itu tertawa pelan. Sementara Minju, dia melihat dari balik bilik kamar kecil yang berada di kiri kasir.

“Lihat saja nanti,” gumam Minju melangkah menuju pintu Resto.

Beberapa saat kemudian, terlihat Renjun menghampiri Minju yang ada di depan pintu Resto. Dengan senyum kikuk Renjun tunjukkan sembari menggaruk tengkuk yang tak gatal.

“Kau itu membayar atau ngerumpi sih? Lama sekali!” omel Minju pada Renjun yang saat ini berdiri di hadapannya.

“Maaf, tadi…-”

“Sudahlah, lebih baik kita pulang,” ujar Minju dengan pose bosan.


Sesampainya di rumah, suasana masih sama. Minju enggan membuka suara dan Renjun enggan bertanya.

“Nju, kau kenapa sih?” tanya Renjun.

“Tanyakan pada dirimu,” ketus Minju yang lalu membuang pandangan ke sisi kiri mobil.

“Aku? Ada apa denganku?” tanya Renjun.

“Tak tau, hari ini aku akan pulang,” jelas Minju.

“Pulang? Ke tempat Irene-eomma? Kenapa?” tanya Renjun dengan air wajah terkejut.

Minju dengan sabar menahan air matanya. Dia enggan membuka suara untuk sekarang. Terlanjur kecewa? Mungkin, oh tidak. Dirinya sangatlah dramatis. Bagaimana bisa hidupnya sama persis dengan Sinetron kesukaan Renjun itu? Ini sudah gila! Ya Tuhan.

“Tak perlu antar aku, ada taksi yang bisa mengantarku,” ucap Minju membawa tas kecilnya lalu melangkah pergi. Sedangkan Renjun hanya terdiam di tempat dengan tangan yang memijat pangkal hidungnya.

“Astaga, apa aku harus berurusan dengan Irene-eomma kembali?!”


-Minju’s home-

“Aku pulang,” lirih Minju membuka pintu rumah besar bak kerajaan itu dengan hati-hati.

“Kau dari mana? Kenapa tak di apartemenmu?” tanya Jaehyun, kakak pertama Minju.

“Kakak, sudah pulang?” tanya adik laki-laki Minju bernama Jisung.

“Nju? Kau kenapa pulang kesini?” tanya wanita berperawakan tinggi, Tzuyu namanya. Satu-satunya kakak perempuan Minju.

“Hiks, jangan tanya kepadaku terus. Ajak masuk gitu,” lagi dan lagi Minju kesal.

“Ada apa ini?” tanya seorang wanita cantik melangkah mendekati Minju.

“Halo anak Eomma? Kenapa jarang kesini lagi? Mau cerita? Kok nangis?” tanyanya bertubi. Dia adalah ibu dari Minju. Namanya Irene Bae dan sekarang telah menjadi Kim Irene.

“Eomma… Huhuhu, Injun selalu ngardus ke orang-orang!” adunya dengan suara kencang

“Bener-bener, si Renjun! Mana anaknya? Pengen gelut!” ucap Jaehyun membuat kepalan tangan seakan siap menonjok.

“Tenang dulu. Kasihan adikmu!”ucap Irene sembari memeluk Minju.

“Dulu-kan Eomma bilang, kamu lebih baik sama Jeno. Sudah ketahuan, Renjun itu pandai ngalus apalagi ngerdusin anak orang,” jelas Irene.

“Chewy, ambilin air nak. Dikit aja,” pinta Irene.

Tzuyu-pun pergi mengambil air di dapur dan kembali dengan satu gelas kecil, bersama dengan sosok pria tampan di belakangnya.

“Kook, telepon Appa mertuamu. Suruh dia lakukan penerbangan sekarang ini,”Irene kembali meminta kepada menantu laki-lakinya.

“Sip, sebentar Eomma,”ucap Jungkook membalikkan badan dan pergi menuju kamar.

“Minum dulu,”ujar Tzuyu memberikan segelas air dari tangannya.

“Coba ceritain. Kayak gimana dia ngardusin orang?” pinta Jaehyun mulai penasaran.

Minju mulai menceritakan secara urut. Yang lain hanya mendengarkan, hingga suara langkah kaki terburu-buru terdengar memasuki Mansion.

“Hah… Hah… Hah… Ada apa sayang?” tanya Suho, suami dari Irene dengan deru nafas tak beraturan.

“Anakmu, diseribu-kan.”

“Ha? Sedikit sekali? Kenapa tidak di triliun-kan?” tanya Suho.

“Ish, serius ini!”

“Appa, kado Ichung mana?” tanya so bungsu.

“Ah iya, ada di Helikopter sayang,” ucap Suho mengelus rambut Jisung.

“Humm,”

“Oh ya, apa karena Renjun lagi? Benar-benar itu anak!”

“Appa tenang, nanti juga kena azab, macam Sinetron yang sering dia tonton,” ucap Minju menghapus air mata.

“Iya, Tuhan tak buta. Kau tidur kamar siapa nak? Kau mau sendiri?” tanya Suho.

“Bersama Eomma,” ujarnya dibalas senyum paksa Suho.


Keesokan harinya…
“Minju, ada telepon!” seru Jaehyun dari ruang tamu.

“Iya iya,”

Dengan cepat Minju turun dari kamar sang ibu. Tangannya dengan cepat meraih ponsel sentuh dari tangan sang kakak laki-laki.

“Halo?”

“Minju, ke apartmu sebentar,”pinta orang tersebut.

“Mama? Ada apa?”

“Bibir Renjun robek hingga pipi depan. Dia di apart kalian sekarang.”

“Kok bisa Ma?!”

“Kena ujung meja kaca di kamar kalian.”

“Iya, Nju akan kesana,”

“Sampai nanti nak,”

“Juga Mama,”

Dengan secepat kilat Minju bersiap. Semua orang rumah melihatnya dengan tatapan aneh.

“Kamu mau kemana lagi Nju?” tanya Irene.

“Mama menelpon, katanya bibir Renjun robek,” ucap Minju tanpa menatap sang Eomma.

“Kok bisa?!” tanya Irene terheran.

“Tak tahu, katanya sih karena kepentok ujung meja. Eomma ingin ikut?” tanya Minju.

“Iya, Eomma siap-siap dulu,” ucap Irene lalu bangun dari duduknya.


Setelah Irene bersiap, Minju pun siap. Hanya mereka? Iya, yang lain sibuk.

-Apart Renjun-

“Mama!” panggil Minju.

“Nju!” seru si Mama.

“Itu Renjun ada di dalem, nangis mulu. Kayak anak perawan,”

“Aku langsung masuk ya Ma?”

“Iya Nju,” ucap Mamanya Renjun tersenyum lalu menyapa Irene dan mengobrol bersamanya.

Di dalam kamar, Minju termenung melihat Renjun. Benar, si Renjun sedang menangis.

“Njun…” lirih Minju.

“Maafin aku ayy,” ucap Renjun menoleh ke hadapan Minju. Wajahnya sangat sedih dengan perban yang ada di setengah pipinya.

Kalau bukan karena ego, mungkin sekarang Minju ikut menangis dan berpelukan.

“Itu azab untukmu. Sebuah teguran dari Tuhan, lagian mainin hati wanita. Seenggaknya bukan aku aja, ya kan? Banyak banget yang kamu halusin, kamu kardusin, kasih harapan palsu. Sekarang lihat, bibir sampai pipimu robek, agar kau kesulitan dan tak lagi membunuh wanita dengan kata-kata dari mulutmu yang sekarang robek ini,” jelas Minju sembari menahan wajah datarnya. Renjun mengangguk.

“Kalau kamu mau berubah, Tuhan pasti hargai usaha kamu. Ini baru karma, tamparan azab kecil. Gak enakan kamu makan? Gak bisa kebuka banget mulutmu? Rasakan, belum azab besar jika kau tak kunjung tobat,” ucap Minju.

“Aku udah maafin kamu. Berubah ya?” tanya Minju.

“Iya, aku akan berubah.”lirih Renjun

“Nanti azab-nya belakangan biar ditanggung bersama,”ujar Minju.

“Maaf,”

“Gak usah minta maaf. Aku bukan Dewa, bukan pula Tuhan. Rajin-kan ibadah, kurangi sinetron,”nasihat Minju.

“Siap Ibu Negara!”


Kadang kala, seseorang mengartikan musibah(azab kecil ataupun besar) sebagai alasan Tuhan tak sayang kita. Bukan seperti itu, Tuhan hanya ingin kamu lebih baik dari ini. Selalu-lah taat dan jangan melanggar syariat agama. Tuhan akan memberkatimu, dengan kesehatan dan keselamatan tiada tara. -Minju.

Cara aku salah ya selama ini? :( Jangan ikutan ngerdus ya bagi yang baca. Nanti dapat karma terus berakhir azab. -Renjun.

||End||

Event; KumcerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang