🌻 Karya : Cindy Chairunisa Aurora 🌻
"Maafkan saya, Pangeran. Saya tidak mampu menyanggupi permintaan Pangeran untuk menjadi istri Pangeran." Ujar gadis itu pada Lucas. "Kenapa?" Gadis itu tersenyum samar, memalingkan wajahnya, "Saya mencintai orang lain."
Lucas benar-benar menanggung malu. Tak habis pikir ketika anak dari selir ayahnya menolaknya begitu saja di depan para pelayan kerajaan. Lalu, apa tadi katanya? Mencintai orang lain? Bukankah semua gadis akan lebih memilih dirinya dibanding para lelaki lainnya? Mungkinkah gadis itu menjalin kasih dengan bangsawan di kerajaan lain?
"Yang mulia Pangeran Lucas, Ames sang penyihir---"
"Biarkan dia masuk." Ujar Lucas dingin. Seorang wanita berpakaian gelap memasuki kamarnya. Topi yang menutupi wajahnya di buka, lantas tersenyum pada pangeran dan duduk di tepi kasurnya. "Ada masalah apa hingga yang mulia memintaku datang kesini?"
"Aku mau kau mencari tahu siapa kekasih gadis ini." Ames tersenyum, "Bukankah ini gadis yang menolakmu pagi tadi?" Lucas menatapnya tajam membuat wanita itu terkekeh. Ames mengambil tasnya, mengeluarkan benda yang berbentuk seperti papan kaca. Ia merapalkan mantra, muncullah seorang pemuda yang tampak begitu ceria sedang berbicara dengan Freya, sang gadis yang menolak Lucas. Rahang Lucas mengeras, ia ditolak Freya hanya demi seorang pedagang buah?
"Apa kau punya ramuan untuk membuatnya jatuh cinta padaku?" Tanya Lucas membuat sang penyihir mengeluarkan ramuan yang diminta. "Aku sudah menduganya, maka aku membawa ini. Namun tanpa mengurangi rasa hormatku, aku tak bisa menjamin ramuan ini berpengaruh padanya."
"Kenapa?" Ames mengelus botol tempat ramuan itu. "Dari yang kulihat, cinta yang mereka miliki sangat dalam. Mereka terikat satu sama lain. Tapi, apabila Anda tetap ingin mencobanya, campurkanlah ramuan ini pada makanannya. Jika esok pagi ia terlihat salah tingkah padamu, maka tandanya ramuannya bekerja. Namun jika--" Lucas merampas botol kecil itu, memberikan sang penyihir sekantung penuh koin emas. "Pergilah." Ames mengangguk patuh, menundukkan kepalanya dengan hormat lalu pergi.
Cinta yang dalam, katanya? Persetan dengan itu. Hanya aku yang berhak memiliki Freya! Batin Lucas menggenggam botol itu kuat.
Lucas menelusuri koridor, menuju taman dimana biasanya gadis yang kerap dipanggil Freya itu berada. Dan benar saja, Freya sedang disana dengan pemuda yang tadi muncul pada papan kaca Ames. Freya yang menyadari keberadaan Lucas segera menyuruh pemuda itu pergi.
"Halo, Pangeran. Ada apa datang kesini?" Freya menunduk hormat, berusaha bersikap senormal mungkin. "Apakah dia orang yang kau cintai itu, Freya?" Ujar Lucas dingin tanpa memerdulikan sapaan Freya. Freya tertunduk, tak berani menjawab. Lucas kembali bertanya, "Siapa namanya?" Freya masih terdiam hingga Lucas akhirnya menyentuh dagu gadis itu, mengarahkan pandangan gadis itu padanya. "Na-namanya A-ar-arkana yang mulia." Jawab Freya terbata. Freya memberanikan diri menatap sang pangeran, "Hamba mohon dengan sangat, Pangeran. Jangan sakiti dia. Saya-" Lucas mengelus rambut gadis itu, kemudian berujar lembut. "Tenanglah, aku hanya ingin mengajakmu makan malam." Freya hendak menolak, namun Lucas tak memberinya kesempatan untuk bicara. "Aku meminta padamu agar tidak menolak. Tidak ada yang salah dengan makan malam bersama, bukan?" Freya terdiam, menunduk. "Baiklah. Jika kamu menerima tawaranku ini, aku tidak akan menyentuh Arkana sedikit pun. Bagaimana?" Freya menatap Lucas berseri, mengiyakan permintaan pangeran.
Waktu bergulir dengan cepat, tibalah makan malam yang sudah ditunggu oleh Lucas. Ames adalah penyihir ternama yang tak tertandingi dan Lucas tak mengerti kenapa Ames justru merasa ragu pada ramuannya sendiri. Lucas sudah memasukkan ramuannya pada makanan gadis itu. Persetan dengan cinta gadis itu pada Arkana. Gadis itu hanya akan menjadi miliknya.
"Maafkan saya karena membuat Anda menunggu, Pangeran." Lucas tersenyum manis melihat Freya yang berpenampilan anggun. Freya berharap dengan ini Lucas tidak akan menyentuh Arkana sehingga ia berdandan agar terlihat sebaik mungkin di mata pangeran. "Aku juga baru sampai. Tapi, malam ini kamu terlihat sangat cantik, Freya." Freya tersenyum puas usahanya berhasil. "Anda juga sangat menawan, Pangeran."
Makanan disajikan. Lucas sengaja meminta jenis masakan yang dibuat berbeda agar makanan mereka tak tertukar. Lucas dan Freya menyantap makanan mereka sambil berbicara ringan.
Setelah usai, Lucas mengantarkan Freya ke kamarnya. Ketika pintu kamar gadis itu tertutup, Lucas tersenyum puas. Dengan penuh keyakinan, ia merasa esok akan menjadi hari terbaik dalam hidupnya.
Pagi tiba, Lucas bangun dengan semangat. Pangeran yang biasa dingin dan cuek itu hari ini justru terlihat riang dan ramah. Ia menyapa siapapun yang dilihatnya hingga akhirnya langkah kakinya terhenti di tempat biasa Freya berada. Gadis itu tampak gembira, namun setelah dilihat lagi, pedagang bernama Arkana itu berada di samping gadis itu.
Lucas mengepalkan tangan penuh amarah. Freya menoleh ke arah Lucas yang tampak marah. Freya dengan segera menyuruh Arkana pergi setelah melihat kondisi Lucas yang tampak marah. Lucas mendatangi Freya, membuat Freya yang takut menunduk.
"Apa perasaanmu tak berubah?" Freya menunduk dalam, menggelengkan kepalanya pelan. "Kenapa itu bisa terjadi?" Freya memberanikan diri menatap Lucas sedangkan tatapan Lucas sendiri kosong. "Pernahkah Anda mendengar cinta sejati, Pangeran? Konon katanya, sekuat apapun sihir dirapalkan, jika seseorang memiliki---"
"Mustahil!" Bentak Lucas membuat Freya semakin takut. Freya sedikit memahami alasan Lucas mengajak makan malam kemarin. Pasti pangeran itu telah memasukkan ramuan pada makanannya. "Anda telah berjanji pada saya tidak akan menyentuh Arkana, Pangeran. Sebagai Pangeran yang mulia dan terhormat, Anda tak akan mengkhianat janji, bukan?" Ucap Freya sedikit bergetar. Lucas terkekeh, "Ya, benar Freya. Aku tak akan menyentuhnya." Lucas memperdekat jarak, berbisik pada gadis itu dengan nada datar. "Tapi akan ku pastikan ia mati." Freya menampar Lucas kemudian lari dari sana. Ia segera menyuruh Arkana pergi dari wilayah kerajaan ini. "Bagaimana denganmu? Aku tak mungkin menyelamatkan diriku sendiri. Aku tak mau kamu terluka!" Arkana memeluk Freya erat. "Aku tak mau berpisah denganmu." Freya mengangguk. "Kalau begitu, ayo kita pergi. Kalau kamu memang harus mati, maka aku juga harus."
Di lain sisi, Lucas memerintahkan Ames mengarahkan pasukannya menuju tempat Freya dan Arkana pergi. Lucas berpesan untuk membunuh Arkana dan menjaga Freya tetap hidup. Ames menyanggupi permintaan pangeran namun dalam hati ia tak kuasa. Bagaimanapun juga, ia seorang wanita. Dan lagi, belum pernah ia menemukan cinta sejati layaknya Freya dan Arkana. Selama hidupnya, hanya cinta merekalah yang mampu bertahan walau telah menengguk ramuan miliknya.
Arkana dan Freya beristirahat sejenak. Mereka telah pergi cukup jauh. Kuda yang mereka tunggangi diikat pada pohon. Mereka kini berada di sebuah hutan rimbun yang hampir tak tersentuh. "Kita aman disini." Arkana menenangkan Freya dalam pelukannya. Freya tersenyum dan mengangguk. Pelukan Arkana memnuatnya merasa aman. Keduanya berharap, situasi ini dapat bertahan selamanya.
Namun semesta berkata lain.
Pasukan Ames telah tiba. Walau tak ingin, ia bersumpah setia pada keluarga kerajaan Axelle dan itu berarti ia sudah bersumpah setia pada Lucas yang merupakan pewaris tahta keluarga Axelle yang sah. Jika ia melanggar sumpahnya, tubuhnya akan hancur saat itu juga.
"Maafkan aku." Lirihnya setelah pasukan mulai menyerang Arkana dan membawa Freya disampingnya. Freya menangis, "Biarkan aku disana! Jika Arkana mati maka aku akan mati bersamanya!" Ames memerintahkan pasukannya berhenti ketika Arkana telah mencapai batasnya. Tubuh pemuda itu telah terbaring. Sebagai seorang pedagang yang memiliki kemampuan bertarung rendah, ia cukup kuat karena mampu bertahan hingga pasukan yang dibawa tinggal sepuluh dari jumlah awal tiga puluh orang.
Ames memberi kesempatan pada pasangan itu mengucap salam perpisahan. Freya menangis, memeluki tubuh Arkana yang telah lunglai erat. Arkana tersenyum kecil. "Freya, kamu tak perlu mati bersamaku. Hiduplah bahagia." Freya menggeleng kuat, "Arkana, aku--" Arkana menarik kepala gadis itu, menyatukan bibir mereka. "Aku mencintaimu. Kelak kita akan berjumpa kembali dan hidup bahagia. Jadi untuk saat ini, hiduplah bahagia hingga saat itu tiba, ya?" Freya menangis, memeluki tubuh Arkana hingga pemuda itu menghembuskan nafas terakhirnya. Ames yang melihat dari atas pun ikut menangis, paham perasaan keduanya. Memahami cinta sejati yang dimiliki keduanya.
"Ayo." Ujar Lucas lembut pada Freya. Freya menepis tangan Lucas. Lucas sendiri baru tiba ketika Arkana benar-benar menghembuskan nafas terakhirnya. Freya berjalan meninggalkan Lucas tanpa peduli. Ia berjalan dengan tatapan kosong ke arah istana kembali. Lucas segera menaiki kudanya, mengajak Freya naik namun tak diindahkan. Lucas mendampingi Freya sesampainya pulang kembali ke istana.
Hari-hari berikutnya, Freya mengabaikan Lucas. Tak lagi peduli dengan status Lucas yang merupakan seorang pangeran yang bisa saja menjatuhinya hukuman mati. Ah, atau mungkin bisa dikatakan bahwa bagi Freya hukuman mati justru hadiah terbaik untuknya saat ini. Lucas mencari celah, mengunjunginya setiap saat. Namun, Freya tak pernah menanggapinya hingga akhirnya di hari ke seratus kepergian Arkana, Freya mau membuka mulut.
"Freya, apakah hari ini kau mau pergi ber-"
"Hari ini aku akan pergi ke tempat terbunuhnya Arkana."
"Apakah perasaanmu tetap sama?"
Freya mengangguk, membuat Lucas tak habis pikir. "Sampai kapanpun, kau tak akan mampu menggantikan Arkana." Lucas merasa terpancing, "Apa maksudmu? Dia hanya seorang pedagang!" Freya menamparnya sedangkan kesabaran Lucas telah habis. Tanpa sadar, ia dikendalikan emosinya kemudian menebas tubuh Freya dengan pedangnya. Darah mengalir kemana-mana. Lucas menatap mayat Freya kosong.
Apa yang telah ia lakukan?
Hari berlalu, pemakaman Freya dibuat megah sebagai penghormatan terakhir dan permintaan maaf pada ibu Freya karena anaknya dibunuh hanya karena ego sang pangeran.
Ratu memasuki kamar putranya yang mengurung diri, mencoba memberi dukungan moral.
"Putraku, ayolah makan sedikit saja." Lucas menggeleng, "Jika aku mati, akankah aku dapat merebut Freya dari Arkana?" Ratu menggeleng, "Berhentilah putraku, kamu tidak mencintainya." Lucas menatap ibunya nanar, "Aku mencintainya! Aku ingin ia menjadi milikku seorang, Ibu!" Ratu mengusap puncak kepala putranya lembut, "Itu justru hanya sebuah obsesi, putraku." Lucas merasa tertusuk dengan ucapan ibunya. "Ba-bagaimana dengan Arkana? Di-dia mem-"
"Tapi, di saat terakhir, ia meminta Freya hidup bahagia, bukan? Ia mengikhlaskan Freya bersamamu. Ibu mendengarnya dari Ames." Lucas menatap ibunya tak percaya. Ya, Lucas juga diberi tahu Ames setelah pulang dari pembunuhan Arkana. Tapi ia tak mengindahkannya.
"Sekarang, mereka sudah bersama. Doakanlah yang terbaik untuk mereka jika kamu benar mencintai Freya, sayang." Lucas menangis setelah sekian lama ia terkurung egonya. Keegoisan menenggelamkannya dan obsesi menghancurkannya.
Lucas menatap pada taman yang sering Freya kunjungi yang dapat dilihat dari kamarnya. Lirih, ia berucap. "Jika memang mengikhlaskanmu dan mendoakanmu bahagia dapat menyampaikan rasa cintaku, maka aku akan melakukannya. Freya, kini aku tak akan terobsesi padamu. Semoga engkau bahagia dengan cinta sejatimu disana, Freya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Event; Kumcer
RandomEvent cerpen yang telah dilakukan oleh member Feedback Squad. 𝙋𝙚𝙢𝙗𝙚𝙡𝙖𝙟𝙖𝙧𝙖𝙣 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙙𝙞𝙙𝙖𝙥𝙖𝙩 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙠𝙚𝙗𝙚𝙩𝙪𝙡𝙖𝙣. 𝙄𝙖 𝙝𝙖𝙧𝙪𝙨 𝙙𝙞𝙘𝙖𝙧𝙞 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙨𝙚𝙢𝙖𝙣𝙜𝙖𝙩 𝙙𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙨𝙞𝙢𝙖𝙠 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙩𝙚𝙠𝙪�...