Azab Wanita yang Durhaka kepada Orang Tuanya

6 1 0
                                    

~ Nur Fadillah Destika ~

Hari ini Pemakaman salah satu warga dari desa Sukarmaju dilaksanakan.

Namun, hambatan demi hambatan datang.

Apa ini yang dinamakan Azab?

Duarrr!!!!

Tiba-tiba Jenazah itu meledak dan terbakar.

“Astaghfirullah”
“Kenapa seperti ini?”
“Mungkin ini Azab bu, karena dia semasa hidupnya selalu durhaka pada Ibunya”
Ucapan-ucapan para pelayat Itu membuat Ibu dari jenazah itu makin menangis.

“Ayo-ayo padamkan apinya” Intruksi Pak Ustadz. Dan sebagian pelayat laki-laki mengambil air dan menyiramkannya ke Jenazah Dinda. Namun nihil, Api justru semakin menbesar dan membesar.
“Apinya gak bisa di padamkan Pak Ustadz” Ujar salah satu pelayat.

“Bu, sebenarnya apa yang dilakukan jenazah sampai bisa seperti ini, Tolong ceritakan pada saya” Ujar Ustadz yang akan membantu membacakan Do'a untuk jenazah.
“Sebenarnya ___ “

Flashback .
Beberapa hari sebelumnya ....


Di desa sukarmaju, ada keluarga kecil yang hidup serba bekecukupan. Keluarga tersebut terdiri dari seorang ibu yang bernama fatimah, dan dua anak perempuan yang bernama  dan zahra. Bu Fatimah mempunyai suami yang bernama Pak Utsman namun ia meninggal karena kecelakaan. Bu Fatimah berjualan somay keliling menggatikan pak Utsman. Ia bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, dan juga untuk biaya kuliah Dinda dan Zahra.

Namun, anak Bu Fatimah yang bernama Dinda itu, kurang memberi perhatian terhadap orang tuanya dan selalu membantah dan mencaci maki Bu Fatimah. Tapi Bu Fatimah selalu sabar, sabar, dan sabar. Keadaan ekonomi mereka membuat Dinda menjadi anak yang kasar, dan ia juga merasa malu dengan profesi Bu Fatimah saat ini. Maka dari itu, ketika ia bertemu ibunya di jalan, ia bertindak seolah-olah tidak mengenalnya. Berbeda dengan Zahra yang selalu menuruti dan menyayangi Ibunya.

“AYAAH!! IBU!!!” Teriak Dinda.
“Ada apa nak”. Bu Fatimah menghampiri Dinda dengan tergesa-gesa disusul dengan Zahra.
“Kamu mau berangkat kuliah nak” Ujar Bu Fatimah.
“ckk, ya iyalah” Decah Dinda, setelah itu ia mengadahkan tangannya “Aku minta uang bu”.
Bu Fatimah mengeluarkan sejumlah uang dari saku baju daster yang di kenakannya, Dinda langsung merebut uang itu. “Dinda jangan ambil semuanya nak, itu untuk modal ibu berjualan somay lagi,” Bu Fatimah mencoba merebut uang itu dari tangan Dinda.
“Ibu fikir aku perduli? ENGGAK BU!!” Bentak Dinda.
“kak ... Jangan ambil uang ibu kak” mohon Zahra.
“Kamu gak usah ikut campur deh” setelah membentak adiknya, Dinda langsung pergi meninggalkan kedua nya.
“Astaghfirullah al'adzim Ya Allah, Kenapa anakku menjadi seperti ini” Tangis Bu Fatimah.
“Ibu, Ibu yang sabar ya” Zahra mengusap pundak Ibunya untuk memberi kekuatan.
Zahra juga berpamitan dengan Bu Fatimah untuk berangkat kuliah. Dinda dan Zahra kuliah di satu Universitas yang sama. “ibu, Zahra pamit kuliah dulu ya”.
“Iya nak, hati – hati ya”
“Iya bu,” Sesudah berpamitan, Zahra pun berangkat kuliah.

Setelah anak – anaknya berangkat kuliah, Bu Fatimah pergi untuk berjualan. Untungnya, Bu Fatimah masih menyimpan bahan-bahan untuk membuat somay lagi dan semua bahannya masih layak untuk di olah kembali.

“Somay Somay ..... “ Teriak Bu Fatimah untuk memancing pembeli.
Bu Fatimah berkeliling di sekitar desa. Biasanya dagangannya habis, terkadang juga tidak habis, namun Bu Fatimah selalu bersyukur atas rezeki yang telah ia dapatkan setiap harinya.
“Bu, saya beli somay nya dong” Ujar seorang wanita paruh baya yang membeli somay bu Fatimah.
“Alhamdulillah, mau beli berapa bu?” Senang Bu Fatimah.
“Saya beli 3 bungkus, masing-masing 10 ribu ya bu”
“Iya bu, saya buatkan” Ujar Bu Fatimah bersemangat, dan langsung membuatkan somay untuk pembelinya.
“Ini bu siomay nya” Bu Fatimah memberikan somay yang sudah di buatnya.
“ini uangnya, makasih bu”  Pembeli menyerahkan uang nya, dan pergi.
“ Alhamdulillah ya Allah,” Syukur Bu Fatimah, lalu lanjut berjualan, “Somay ... Somay ... “

Hari sudah menjelang malam, Bu Fatimah pun pulang ke rumahnya.
“Assalamu’alaikum” ucap bu Fatimah sembari duduk di balai yang ada di teras rumahnya sambil mengipas-ngipas.
“Wa’alaikum salam bu, ibu udah pulang” Sambut Zahra dan bersalaman dengan Ibunya.
“ gimana dagangannya bu? Apa habis?” Tanya Zahra.
“Alhamdulillah Zahra, dagangan ibu habis”
“Alhamdulillah bu” Senang Zahra dan memeluk ibunya.
“Wih, kayaknya hari ini siomay ibu laris ya” Ujar Dinda tiba-tiba.
“Iya nak, hari ini siomay ibu habis” Ucap Bu Fatimah dengan senang, berharap Dinda juga senang dengan kabar ini.
“Kalo gitu berarti ibu lagi banyak uang dong, iya kan” Ujar Dinda, seketika senyuman Bu Fatimah dan Zahra luntur.
“Aku minta uang bu” Dinda mengadahkan tangan nya.
“Kan tadi pagi kak Dinda udah ambil semua uang ibu, kenapa minta lagi” Protes Zahra yang sudah muak dengan perilaku kakaknya itu.
“gak usah ikut campur bisa gak sih!!!” bentak Dinda pada Zahra,  ia mengurungkan niatnya untuk mengambil uang Ibunya dan masuk ke dalam rumahnya.
“Kak Dinda tuh bener bener deh bu, makin lama dia makin kasar sama ibu” Kesal Zahra.
“Udah gapapa, ibu kan masih punya Zahra yang sayang sama ibu” Bu Fatimah mengelus kepala anaknya itu.

~••••~

Esokan harinya
Bu Fatimah sudah bersiap-siap untuk berjualan lagi.
“Ibu mau berangkat jualan?” Tanya Zahra yang bersiap-siap untuk pergi ke kampusnya juga.
“Iya, kamu mau ke kampus juga ya”
“iya bu, zahra doa'in jualan ibu laris lagi” Ucap Zahra di selingi tawa kecilnya.
“Aamiin, kamu juga yang bener ya belajarnya, supaya bisa jadi orang yang sukses”
“Aamin juga bu” Ucap Zahra.
“Oh iya, kak Dinda kok belum keluar ya?” Tanya Bu Fatimah yang menyadari anak sulungnya tak kunjung keluar rumah.
“Kak Dinda berangkat duluan bu” Jawab Zahra, Bu Fatimah menampakkan wajah kecewa.
“yaudah kita berangkat bareng aja yu bu”
“ayuk”
Zahra dan Bu Fatimah pergi bersama dan berpisah di persimpangan jalan.

Bu Fatimah berjualan seperti biasanya, berkeliling menembus teriknya panas sinar matahari demi anak-anak nya, Dinda dan Zahra.

Walaupun Dinda sering mencaci makinya, namun rasa sayang Bu Fatimah pada Dinda tak berkurang sedikitpun. Tapi Bu Fatimah juga bersyukur karena di karuniai Seorang anak seperti Zahra, hatinya sangat lembut dan juga baik. Zahra tak mau memiliki seorang kekasih demi agar dia fokus merawat ibunya yang semakin renta. Sedangkan Dinda, ia seringkali bergonta-ganti pasangan.

Hari sudah semakin terik, Bu Fatimah sudah menyusuri jalan yang ia biasa lewati ketika berjualan. Namun, sejauh ini baru 2 atau 3 orang yang membeli somay nya. Bu Fatimah tidak berhenti, ia terus berkeliling agar somay nya habis terjual.


“Haha ... Aku juga sayang kok sama kamu”
“Suara itu, seperti suara Dinda” Bu Fatimah mencari asal suara, dan terlihat Dinda yang sedang berjalan bersama seorang lelaki yang sepertinya itu adalah kekasih nya.
“Dinda” Panggil Bu Fatimah sambil menghampiri Dinda.
“Ini siapa Din? Kamu kenal?” Tanya lelaki itu pada dinda. Raut wajah Dinda berubah panik, dan berbicara gugup.
“eng .. aku gak tau sayang dia siapa” Ujar Dinda.
“Dinda, ini ibu nak” Bu Fatimah terlihat tak terima dengan ucapan anaknya yang tak mengakui dirinya.
“Apa sih, gak usah ngaku-ngaku ya” Kesal Dinda.
“Dinda ini ibu” Bu Fatimah meraih tangan Dinda, namun Dinda segera menghempas nya.
“Apaan sih, udah yu sayang, kayak nya dia agak kurang waras deh” Ujar Dinda dan mendorong ibunya sendiri, lalu pergi bersama kekasihnya.
“Astaghfirullah Dinda” Tangis Bu Fatimah melihat perlakuan anaknya itu.

~••••~

Bu Fatimah pulang kerumahnya, hari ini hanya beberapa orang yang membeli dagangannya.

“Bu,” Zahra menyambut kedatangan Ibunya, tapi yabg Zahra lihat adalah raut wajah ibunya yang terlihat bersedih. Ia melihat dagangan yang di bawa ibunya, “ibu, ibu gak usah sedih ya bu ... Mungkin hari ini bukan rezeki Ibu, Tapi kan masih ada besok, dan besoknya lagi “ Zahra mencoba untuk menghibur Ibunya agar tidak terlalu sedih .

Sebenarnya Bu Fatimah bukan bersedih karena dagangannya yang tidak habis, tapi karena perlakuan Dinda yang tidak mau mengakuinya. Tapi Bu Fatimah tidak mau Zahra tau tentang itu, ia tidak mau anak-anak nya bertengkar.
“kamu sudah makan Zahra?” Tanya Bu Fatimah pada Zahra.
Zahra mengangguk mantap “Sudah kok bu, ibu sendiri? Pasti ibu belum makan kan .. yaudah ayo masuk, Zahra udah masak buat ibu” Zahra menarik tangan Ibunya ke dalam rumah.

“Zahra, kamu masak sebanyak ini? Dari mana kamu dapat uang nak?” Ujar Bu Fatimah melihat Banyaknya makanan yang di masak oleh Zahra, dan kebanyakan makanan itu berharga mahal.
“Sebenarnya Zahra kerja paruh waktu buat bantu ibu, maaf ya bu .. Zahra gak pernah bilang ke Ibu”
“Ya Allah Zahra, kamu gak perlu bekerja, biar ibu saja”
“Gapapa kok bu, Zahra ikhlas mau bantu Ibu”
Bu Fatimah terlihat menitihkan air mata, Zahra anak yang sangat baik. Ia sampai rela menghabiskan tenaga nya untuk membantu ibunya.
“Ibu jangan nangis dong” Zahra mengusap Air mata ibunya. “Yaudah ayuk kita makan bu, keburu gak enak, soalnya Zahra masak nya dari tadi sore”, Ujar Zahra diselingi tawa kecilnya, kemudian ia membantu ibunya untuk duduk dan makan bersamanya.
“gimana bu? Masakan Zahra enak kan” Canda Zahra.
“Ini enak Zahra, kamu belajar masak dimana?” Tanya Bu Fatimah.
“teman Zahra bu yang ngajarin”

Brakk!!

Tiba-tiba  Dinda datang dengan mendobrak pintu membuat Bu Fatimah dan Zahra sangat Terkejut.

“Ibu, aku gak suka ya ibu bilang ke pacar aku kalo Ibu tuh Ibu aku!!” Bentak Dinda.
“Kdinda,jangan selalu bentak ibu kayak gitu, kakak mau jadi anak durhaka” kesal Zahra.
“udah Zahra” Bu Fatimah mencoba menenangkan Zahra.
“Gak bisa bu, Kak Dinda ini udah keterlaluan sama Ibu”

Dinda pun pergi ke kamarnya dengan terburu-buru, Bu Fatimah dan Zahra juga menyusul.

“Dinda kamu mau kemana nak?” Ujar Bu Fatimah yang melihat Dinda mengemas baju-baju nya.

“Bu, aku udah muak sama semuanya bu!!, Aku mau pergi diri sini”
“Tapi kamu mau pergi kemana nak?” Ucap Bu Fatimah yang air matanya sudah berderai.
“Aku mau kemana aja asalkan aku bisa hidup dengan tenang bu!”
“Kak Jangan ninggalin Ibu kak” Zahra mencoba menahan Dinda.
“Lepas ih” Dinda menghempas kasar tangan Zahra, dan berjalan keluar. Ternyata Dinda telah di tunggu kekasihnya. Dinda masuk kedalam mobil kekasihnya dan melesat pergi tanpa memperdulikan Ibu dan Adiknya.
“Dinda .... “ Bu Fatimah menangis sejadi-jadinya. Sementara Zahra, ia hanya bisa menatap kepergiam kakaknya.



~•••~


“Sayang, makasih ya kamu udah bantu aku buat pergi dari rumah jelek itu, dan ngizinin aku buat tinggal di rumah kamu” Ujar Dinda.
“Iya sayang, aku juga seneng .. dengan begini, kita bisa sering-sering ketemu kan”
“Aku makin sayang deh sama kamu” Dinda mengusap kepala sang kekasih.

TIIIINNNNN
BRAKKKK

Kekasih Dinda terlalu fokus melihat Dinda, sehingga ia tidak fokus untuk menyetir. Alhasil Dinda dan Kekasihnya itu mengalami kecelakaan dan keduanya tewas di tempat. Warga sekitar pun berbondong-bondong menolong mereka berdua.
~••~
Tokk ... Tok ... Tok ...

“Iya sebentar” Zahra membukakan Pintu. “Ada apa ya pak” Tanya nya.
Bu Fatimah menyusul keluar. “ada apa ini pak?”
“Begini bu, anak ibu Dinda, Dia mengalami kecelakaan di persimpangan Jalan, Jenazahnya sudah akan dibawa ke sini”
Seketika Kaki Bu Fatimah Lemas dan jatuh terduduk, “Ya Allah Dinda” Tangisnya.

Kini, Jenazah Dinda sudah dibawa menuju ke pemakaman, Namun tiba-tiba salah satu pembawa keranda Dinda jatuh pingsan sehingga Keranda Oleng dan Jenazah Dinda tergelincir dari tempatnya.

“Astaghfirullah tolong taruh kembali jenazah Almarhumah Dinda” Ujar Ustadz.
Sebagian pelayat menggotong dan menaruh kembali Jenazah Dinda ke dalam keranda. Dan sebagian nya lagi membantu orang yang pingsan tadi.
Dan setelah itu mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju makam.

Flashback end...

“jadi seperti itu pak Ustadz”  Ucap Bu Fatimah sembari menahan tangisnya.

“Ya Allah” Pak Ustadz menggelengkan kepalanya. “ Durhaka kepada orangtua itu adalah Dosa yang sangat besar, Allah tidak akan memaafkan mereka yang durhaka apabila orangtuanya belum memaafkan anaknya” Jelas Pak Ustadz.
“Lalu kami harus bagaimana Pak Ustadz?” Tanya Zahra.
“Kalian harus Ikhlas dan memaafkan atas semua kesalahan-kesalahan yang sudah Dinda perbuat pada kalian” Ucap Pak Ustadz.

“Saya Ikhlas , saya Sudah memaafkan Dinda” Ujar Bu Fatimah dengan air matanya yang mengalir deras, begitupun dengan Zahra.

Seketika Api di atas Jenazah Dinda Padam.

“Alhamdulillah ... “ Seru para pelayat.

langsung saja Jenazah Dinda di kebumikan dan Semuanya berjalan dengan lancar. Dan setelahnya Pak Ustadz mebacakan Do'a .
“Alhamdulillah, Terimakasih Bu Fatimah dengan Ikhlas sudah memaafkan Dinda, sehingga Dinda bisa di kebumikan dengan lancar” Ucap Pak Ustadz setelah selesai membaca Do'a.
“Iya pak Ustadz, saya juga mau berterimakasih pada Pak Ustadz yang membuat saya dan Dinda bisa lebih Ikhlas”
“Iya Bu Fatimah sama-sama, kalau begitu saya permisi ya Bu” . Setelah Bu Fatimah dan Zahra mengiyakan, Pak Ustadz meninggalkan pemakaman di ikuti pelayat-pelayat yang lainnya juga.


~ SELESAI ~

Event; KumcerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang