"Ini enak," komentar Biru sambil menggigit benda panjang terlipat lalu ditusuk oleh tusukan sate. Makanan itu digoreng renyah dan Biru melihat bagaimana Langit suka memakan lauknya dengan sambal meski lauk yang Langit pilih dengan Biru lain.
"Kuat gak? Sambalnya lumayan pedas, loh," tanya Langit yang takut Biru pulang sakit perut akibat makan sambal untuk pertama kalinya. Ia selalu makan masakan barat akibat kokinya bule.
"Gak, kok. Ini masih mending daripada sup jalapeno. Sampai udangnya aku minta cuci akibat kepedesan," jawab Biru.
"Cuci?" tanya Langit bingung.
Biru berhenti mengunyah. "Kan udangnya dimasak pakai sup jalapeno. Karena pedas aku suruh pelayan masukan dalam gelas air putih, baru aku makan," jelas Biru.
Langit menggeleng. Gadis itu pikir Biru itu terlalu terpola masalah makan, rupanya dia pernah juga merakyat. Dibanding minta ganti dengan makanan baru, ia lebih memilih mencuci udangnya asal bisa dimakan.
"Aku boleh minta ini lagi, gak? Ini enak," pintanya. Ia sampai memanggil pelayan untuk menggoreng makanan itu lagi.
Jujur Langit semakin khawatir. Masalahnya Biru selalu mempertimbangkan makanannya. "Tuan Muda jangan banyak-banyak. Itu koresterolnya tinggi," saran Langit.
"Cintaku sama kamu begitu tinggi saja, aku nggak takut," kilahnya.
Tak lama pelayan datang membawa pesanan Biru. Padahal Langit tak membawa makanan itu karena takut Biru ikut mengambil. Nyatanya pria itu malah mengambilnya sendiri.
"Aku gak pernah makan makanan seenak ini. Ini bakalan jadi favoritku. Makan pakai ini makin enak." Biru menunjuk sayuran hijau panjang yang dipotong-potong menjadi lingkaran tipis.
"Mentimun." Langit memberitahunya.
Biru mengangguk-angguk. Matanya berbinar dan terlihat sekali lengkungan di bibirnya. Mungkin akan lebih nikmat makan pakai tangan, tapi Biru tak bisa. Baru ambil pakai tangan, sudah tumpah kembali ke atas piring sebelum sampai di mulut.
"Ini bikinnya pakai apa, sih?" tanya Biru penasaran karena bentuknya yang unik seperti pita jika dilipat-lipat kecil.
"Ayam," jawab Langit.
"Daging ayam?" tanya Biru bingung karena bentuknya tak seperti daging ayam yang sering ia lihat.
"Tuan muda pernah belajar biologi, kan? Itu usus. Bagian pencernaan ayam," jawab Langit.
Saat itu juga, jatuh sudah tusukan sate dari tangan Biru beserta sendoknya. Ia menatap perutnya dan langsung fokus pada fungsi dari usus itu. Mual? Pasti. Seumur hidup jangankan makan usus ayam, makan kulit ayam digoreng krispi saja dia gak pernah.
"La, aku mau muntah," keluhnya.
Langit mendadak khawatir. Gadis itu langsung bangun dan siap membantu Biru ke kamar mandi. "Maaf, aku pikir Tuan Muda tahu itu apa." Langit juga tak hati-hati. Jangankan sate usus, toples aja Biru gak tahu. Harusnya ia beri tahu dari awal.
Biru menggeleng. "Gak jadi, deh. Gak rela. Ini enak," celetuknya. Langit mematung melihat wajah polos ngeselin itu.
"Itu sudah bersih, kok. Gak ada kotorannya. Tuan Muda tak perlu khawatir. Belum ada kasus orang mati di tempat karena makan sate usus tiga biji," jelas Langit.
Biru mengangguk-angguk. "Yakin? Ini dicuci pake sunlight? Kata iklan yang nyucinya bersih itu merk itu."
"Gak lah. Itu sabun buat cuci piring tuan muda. Bukan buat makanan," jelas Langit.
Biru mengangguk-angguk. Meski geli sendiri, ia tetap memakan sate ususnya. Besok ia suruh pelayannya beli untuk makan di rumah.
"Tuan muda mau salak?" tawar Langit sambil menunjukkan buah salak yang ia bawa dari rumah. Buah segar itu cukup ampuh untuk mengurangi rasa mual sesudah makan gorengan.
Biru menatap benda yang Langit tunjukkan dengan seksama. "Itu binatang apa?" tanya Biru bingung sambil bergidik ngeri melihat kulitnya seperti ular.
🌱🌱🌱
KAMU SEDANG MEMBACA
Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)
RomanceIa harus bekerja keras untuk membantu ekonomi keluarga. Hingga suatu hari seorang peramal mengatakan, ia akan menjadi seorang ratu setelah melewati kematiannya sendiri. Nyatanya, ia bertemu dengan putra kedua pimpinan Bamantara Grouph, Biru Bamantar...