"Kamu lagi apa?" tanya Biru sambil mengusap rambut Langit. Istrinya duduk di meja di halaman belakang dengan buku dan kertas juga alat tulis berserakan di sana.
"Langit minjem buku ke perpustakaan dan ini lagi di rangkum buat persiapan kuis minggu depan," jawab wanita itu.
Biru mengangguk. Ia mengecup kening istrinya. Melihat betapa keras istrinya belajar, Biru tak ingin mengganggu. Ia hanya duduk di sana memperhatikan tulisan rapi Langit di atas buku. Ia menyimpan minuman di atas meja juga beberapa snack.
Mata Langit menangkap sesuatu yang membuatnya merasa heran. "Tuan Muda beli ini pakai uang dari mana?" tanya Langit.
"Pinjem uang sama Randy. Lagian besok sudah masuk kerja. Gajian pertama langsung bayar hutang."
Halaman itu ada beberapa orang yang juga duduk tak jauh dari mereka. Sebagian hanya sekadar berjalan-jalan menikmati suasana taman yang indah.
"La, ke depannya tentu aku harus fokus kerja, tapi kakek maunya aku juga fokus kuliah. Kerja setengah hari juga Randy carikan nggak ada yang gajinya besar," keluh Biru.
Langit terkekeh. "Langit juga kan kerja. Uangnya bisa kita bagi dua. Gampang, kok. Lagipula Tuan Muda mau kerja apa, sih? Belajar dulu yang rajin seperti nama-nama barang, cuci piring lainnya."
Biru mengusap rambut Langit dengan gemas. "Aku ini suami di sini. Harus cari nafkah. Masa ngandelin istri terus. Emang aku nggak bisa banyak hal, tapi aku bisa beladiri. Makanya Randy kasih kerjaan jadi satpam,"
"Hush, Tuan Muda jangan bahas soal pernikahan. Gak boleh ada yang tahu soal itu di sini. Kalau sampai papah Tuan Muda tahu, jadi masalah," bisik Lamgit. Ia masih ingat ancaman mertuanya itu.
"Iya, maaf. Nggak akan ulangin lagi, deh," ucap Biru menyesal.
Ia peluk Langit dengan erat. Andai saja ia tak memiliki keinginan untuk menjadi seorang pria mandiri seperti pesan kakeknya, Biru ingin membelikan Langit rumah mewah, pakaian bagus dan juga makanan enak. Sayang, uang yang ia simpan juga pemberian orang tuanya. Jika Biru memakai uang itu untuk hidup, sama saja membiarkan dirirnya terhina oleh ucapan ayahnya.
Lama duduk di sana, angin berembus. Awan mendung menyelimuti dan terdengar gemuruh di langit. Tetes hujan mulai turun. Lekas Langit dan Biru merapikan buku-buku dan memasukannya ke dalam tas.
"Ayok, masuk!" ajak Biru sambil memegang tangan Langit dan mengajaknya berlari masuk ke dalam gedung kampus.
Keduanya berlari sambil tertawa. Tetesan hujan berhasil membasahi sedikit pakaian. Biru mengusap wajah Langit dengan sapu tangannya. Merona sudah wanita itu melihat perhatian yang diberikan suaminya. Mata Langit terpaku pada rahang tegas Biru juga otot-otot di leher yang kuat.
Garis alis Biru begitu jelas lurus dengan garis mata melengkung. Bibirnya merah muda tak tebal juga tak terlalu tipis. Mata Langit berkedip. Mendadak ia ingat peristiwa semalam yang mampu membuat ia melayang dan betah sampai subuh di atas tempat tidur.
"Tampan," celetuknya tiba-tiba. Biru terdiam. Mereka saling pandang dengan tatapan heran.
"Hah?" tanya Biru ingin kembali mendengar pujian istrinya yang tadi.
"Hah?" Hanya Langit malah kembali bertanya.
Biru terkekeh. "Kamu bilang tadi aku apa?" Kembali Biru menegaskan pertanyaan.
Langit menunduk. Ia dorong pelas tubuh suaminya lalu berlari naik ke tangga dalam gedung meninggalkan Biru di sana.
"Semakin mesra saja," puji sebuah suara. Biru menoleh dan menemukan Randy di sana. Pria itu berkacak pinggang sambil mendekati Biru.
"Habis main film india tadi," jawab Biru sambil tersenyum geli. Di mana lagi menemukan adegan basah menembus hujan dan si pria mengusap wajah si wanita hingga tersipu malu wanitanya.
"Kebetulan kamu di sini. Jangan lupa besok kerja masuk jam tiga. Cukuplah, balik kampus kamu naik angkot ke sana terus ganti baju di sana," ucap Randy.
Ada sebuah bank cabang yang sedang membutuhkan satpam. Biasanya mereka mengambil dari yayasan. Biru lain, ia pakai jalur orang dalam alias Randy. Kebetulan kenalan Randy orang tuanya manager keuangan di sana.
"Mereka nggak tahu aku dari keluarga Bamantara, kan?" tanya Biru.
Randy menggeleng. "Kamu masuk ke sana pakai KTP palsu. Mereka juga nggak ngecek. Berkas kamu sudah masuk ke kepegawaian dan cuman disimpan tanpa dicek," tegas Randy.
Biru mengusap dada. KTP tahun itu sudah berbentuk e-ktp. Maka asal bentuknya sama mereka percaya saja. Padahal di sana Biru menghapus nama belakang Bamantara. Tak boleh ada yang tahu ia berasal dari keluarga itu. Kalau tidak jadi perhatian publik.
"Padahal memalsukan KTP itu kriminal, ya?" pikir Biru sok alim.
"Buat urusan kerja ini di bank swasta pula. Buat nikah dan kartu keluarga kan masih pakai KTP asli," timpal Randy.
Biru mengangguk. Ia juga agak takut petugas kependudukan sadar akan nama belakangnya. Apalagi marga Bamantara sudah dikenal hampir seluruh negara akibat usahanya di banyak sektor.
"Kalau petugas kependudukan nanya, tinggal bilang saja itu kebetulan," pikir Biru.
🌱🌱🌱
KAMU SEDANG MEMBACA
Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)
RomanceIa harus bekerja keras untuk membantu ekonomi keluarga. Hingga suatu hari seorang peramal mengatakan, ia akan menjadi seorang ratu setelah melewati kematiannya sendiri. Nyatanya, ia bertemu dengan putra kedua pimpinan Bamantara Grouph, Biru Bamantar...