Mata Nila begitu tajam menatap Biru. Tangannya menggenggam gagang garpu dan pisau dengan kuat. Meja sarapan seperti arena perang. Justru Biru masih terlihat santai seolah mengejek keadaan Nila dan mengganggap sepele dirinya.
"Kamu nggak makan sarapanmu?" tanya Nila sambil mengangkat kelopak matanya.
Dengan garpu, Biru mainkan makanan di atas piring. "Apa kamu yakin ini nggak pakai obat perangsang?" sindir Biru.
"Kamu pikir aku ini tokoh remahan?" balas Nila tak kalah sinis dengan Biru.
Senyum Biru tampak pahit. Ia panggil seorang pelayan pria yang berdiri jauh dari mereka. Pelayan itu datang mendekat. Biru menggeser piringnya.
"Makan," titah Biru.
Pelayan pria itu bingung. "Tenang saja, kalau ada obat perangsangnya, aku suruh dia layani kamu." Biru menunjuk Nila.
"Kamu gila, ya?" bentak Nila.
"Nggak terima aku disebut gila oleh orang gila." Dengan santai Biru menaik-naikan alisnya.
Nila menggebrak meja. "Apa pantas kamu memyuruh istrimu sendiri tidur dengan pria lain?" protes Nila. Suaranya sangat tinggi hingga membuat pelayan pria di samping Biru bergetar.
Biru mengorek telinganya. "Suaramu itu lebih berisik dari klakson truk butut! Pikir baik-baik. Kamu lupa alasan kita menikah untuk apa? Menggabungkan kolegamu dan kolegaku. Semua cuma urusan bisnis, sist! Santuy!"
Nila memalingkan wajah. Ia menggeser piringnya. "Kamu tahu, suka atau tidak aku ini istrimu!" tegas Nila.
Biru menunjukkan jari manis kanannya. Nila kaget karena itu bukan cincin pernikahannya dengan Biru. "Kamu mau bilang aku ini suami kamu sama tikus sekali pun, itu urusamu. Hanya aku nggak sudi nyebut kamu istriku."
Biru bangkit dari tempat duduk. "Aku makan di warung saja. Di sana paling pakai penglaris ludah pocong, bukan obat perangsang."
Tak ingin menambah sakit mata melihat wajah Nila, Biru berjalan turun dari balkon kamar hotelnya. Nila yang kesal membalikan meja makan sambil berteriak.
"Kamu akan menyesal menolakku begini! Lihat saja!"
Minggu itu harusnya menjadi bulan madu. Hanya semalam saja Biru tinggal di kamar hotel. Sisanya ia mengembara sendiri. Biru pergi ke tempat di mana Langit selalu ingin pergi.
"Langit mau lihat monyet, lihat pasir putih, lihat ombak, lihat hutan. Pokoknya main di alam terbuka," pinta Langit saat itu sebelum mereka punya Minara.
Biru yang duduk di hamparan pasir putih menatap langit luas. Ia menutup mata dan mengingat senyum cantik istrinya. "Kamu di mana? Kapan pulang? Kapan kita bertemu lagi?"
Tak ada jawaban dari Langit. Biru menunduk. Kesedihannya masih belum hilang. Apalagi ini masih gerbang awal. Ia belum melihat celah besar yang akan Nila tinggalkan. Hanya saja melihat respon wanita itu, Biru yakin Nila akan keceplosan sendiri. Ia hanya perlu mengukur momentum yang pas.
Ponselnya berdering. Ada panggilan video dari Randy. Lekas Biru mengangkat dan melihat Minara tertawa di layar. "Hai, cantik! Lagi ngapain?" sapa Biru.
Minara tersenyum dan menyembunyikan wajah di leher Randy karena malu. "Kangen banget dia sama kamu," ucap Randy.
"Aku juga kangen. Besok pulang, kok."
"Kamu sama si ratu siluman?"
Biru menggeleng. "Sudah hampir seminggu aku nggak ke hotel. Tidur juga nginep di rumah warga," jawab Biru lalu tertawa.
Tentunya itu juga membuat Randy tertawa. "Biru dilawan! Pantas saja dia minta papanya nyari kamu."
"Aku nggak mau tahu! Ini juga lagi nyusun rencana ke depan. Malam pertama saja aku kunciin dia di kamar mandi. Pagi-pagi aku suruh pelayan yang buka kunci. Dia murka sampai kamar hotel berantakan. Lain kalau dia macam-macam lagi, aku suruh dia tidur di kandang kambing!"
"Tega banget, Ru!"
"Itu masih manusiawi. Kalau aku sudah tega, aku bikin dia tidur dan bangun ada dalam kuburan untul ditanya malaikat! Sayang saja nanti aku ikut ketangkap polisi, Minara sama siapa?"
Jemarinya memainkan pasir laut. Ia rindu dengan sentuhan Langit di tangannya. Rindu suara Langit, rindu canda tawanya. "Alasan aku bisa bertahan di sini hanya Minara. Kalau Ara nggak ada, aku lebih memilih ikut mati dengan istriku."
🌱🌱🌱
KAMU SEDANG MEMBACA
Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)
RomansaIa harus bekerja keras untuk membantu ekonomi keluarga. Hingga suatu hari seorang peramal mengatakan, ia akan menjadi seorang ratu setelah melewati kematiannya sendiri. Nyatanya, ia bertemu dengan putra kedua pimpinan Bamantara Grouph, Biru Bamantar...