71b. Kematian Papa

665 160 5
                                    

Tantri membuka pintu kamar. Ia melihat Angga masih tertidur di atas tempat tidur. Matanya memutar. Ia dekati pria itu. "Pa! Bangun. Mau tidur sampai jam berapa?" tanya Tantri.

Begitu ia guncangkan tubuh Angga, pria itu berbalik dan terkulai lemah. Tantri merasa ada yang salah. Ia coba dengarkan jantung Angga yang tak berdetak. Tangan Tantri gemetaran. Ia juga tak merasakan tarikan dan embusan napas Angga.

"Surya!" panggil Tantri sambil menangis. Ia turun dari tempat tidur dan berlari keluar.

"Surya!" panggilnya. Seorang pelayan yang sedang membersihkan karpet di lorong mendengar itu.

"Ada apa, Nyonya?" tanya pelayan itu.

"Panggilkan Surya! Panggilkan!" teriaknya histeris dengan mata yang sudah basah.

Pelayan itu mengangguk. Ia langsung berlari menuju kamar Surya. Sedang di lorong ada seorang perempuan berdiri sambil melipat tangan. Tantri menatapnya tajam.

"Kamu pasti, kan? Ini perbuatan kamu!" tunjuk Tantri.

Perempuan itu berjalan dengan langkah elegan seperti biasa. Ia dekati Tantri dan menjambak rambutnya. "Kenapa? Aku atau bukan pelakunya, ini adalah yang aku tunggu. Sebentar lagi Biru akan jadi pimpinan di perusahaan dan aku akan jadi Nyonya besar di rumah ini," tegas perempuan itu. Ia tersenyum puas sambil mendorong tubuh Tantri.

"Jangan lupa, keluargaku yang membuatmu bisa bertemu Angga kembali." Ia berbalik sambil memperlihatkan senyum melengkung pada Tantri.

"Dasar wanita kejam! Suatu hari nanti perbuatanmu akan terbalas!" umpat Tantri.

Ia menatap tubuh Angga yang sudah tak bernyawa di atas tempat tidur. Tantri menangis. Cinta pertama yang ia perjuangkan untuk bersama kini diambil pergi darinya dan tak bisa ia rebut lagi seperti dulu.

Seperti Bagaskara. Kematian Angga menarik perhatian publik. Kematiannya diberitakan oleh seluruh negeri. Semua pejabat dan petinggi perusahaan datang memberi penghormatan terakhir.

Biru berdiri di depan foto papanya. Kembali dari Amerika, ia tak menyangka akan datang di upacara penghormatan papanya. Kebenciannya bertambah kuat. David berdiri di antara orang-orang itu untuk memperhatikan setiap wajah.

"Ayo kita mulai, satu per satu dari kalian akan jatuh," batin Biru. Ia lirik Surya yang duduk berlutut sambil menangis di depan foto Angga.

"Jangan menangis! Jangan terlihat lemah. Siapkan dirimu, kita mulai peperangannya sekarang," bisik Biru.

Surya meremas karangan bunga di depan foto papanya. Meski tubuh Angga sudah dimakamkan kemarin, rasa sakitnya belum juga hilang.

"Mereka harus membayar ini semua!" tegas Surya. Ia bangkit dan berdiri di samping Biru.

"Mereka berharap kita berdua akan saling menjatuhkan," ucap Biru.

"Mereka salah. Aku akan berikan mereka perhitungan," timpal Surya. Tangannya menggenggam dengan erat. "Mereka harus sadar diri di mana tempat mereka!"

"Kita berdua Bamantara. Nama yang menjadi dalang, bukan wayang!"

Mereka memberi hormat di depan foto Angga. "Aku akan ada di belakangmu," ucap Surya.

"Aku sudah tahu siapa saja mereka. Kita tinggal jatuhkan satu per satu. Akan cukup lama. Mulai permainannya."

"Apa kamu pikir ramalan itu benar terjadi?" tanya Surya.

"Itu bukan ramalan. Mereka hanya melakukan pola yang sama. Mereka menunggu kelahiran dari pemimpin yang menguntungkan mereka. Selama itu tak terjadi, pola ini akan selalu dilakukan."

"Setelah ini pasti sasaran mereka adalah aku." Surya mendengkus.

"Beribadah dari sekarang. Kita tak pernah tahu kapan kematian datang. Setidaknya kau bisa menjawab ketika ditanya malaikat di lubang kubur," nasehat Biru.

Surya menatapnya kesal. "Memang tak ada yang lebih menyebalkan dibandingkan mulutmu!" umpatnya.

Biru hanya mengangkat bahu. Ia berjalan pergi dari panggung penghormatan dan berjalan meninggalkan ballroom. Biru melirik ke sisi kanan di mana David berdiri tak jauh dari sana.

David mengangguk. Melihat itu, Biru langsung memalingkan wajah dan kembali berjalan. Tugasnya akan semakin berat di sini.

Kakinya melangkah keluar dari ballroom. Ia bisa melihat karyawan-karyawan yang berlalu lalang. Mereka masih bekerja mencari nafkah.

"Aku memang harus balas dendam, tapi bukan artinya mengorbankan kalian, orang-orang yang tak berdosa. Ada keluarga yang harus kalian jaga dan hidupi. Aku tahu itu. Aku harap ini lekas berlalu," batin Biru.

🌱🌱🌱

Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang