Bandung, 03 November 2020

9.6K 869 114
                                    

🌱🌱🌱

"Langitnya cantik, seperti kamu." Suara bass Biru mengusik rasa sepi yang ia ciptakan sendiri di ruangan itu. Angin menyusup dari jendela yang terbuka dan gorden putih gading menari-nari dikarenakannya. Pintu berdaun dua memiliki tinggi tiga meter masih tertutup rapat. Beberapa orang berjaga di sana tak membiarkan siapa pun masuk ke dalam sesuai permintaan pria berjas hitam, putra kedua dari Angga Bamantara.

Tak ada jawaban yang ia dapat. Perih, ia menantang angin yang semakin kuat mengembus ke arahanya. Lantai dua puluh, menjadi lantai paling tinggi salah satu tower milik grup perusahaan yang berpengaruh di Indonesia. Tower tinggi yang dikenal dengan silver tower. Di sanalah ruangan raja dari jaringan bisnis keluarga Bamantara berkantor.

Namanya Banyu Biru Bamantara, Chairman of Bamantara grouph yang baru merasakan jabatan tertinggi di perusahaannya selama dua tahun.

Biru berbalik, menatap foto seorang wanita menghadap ke arahnya. Rindu membara, andai bisa dipadamkan dengan mudah. Sayang, Biru tak ingin mengusir perih yang dicoret rasa rindu. Itu sebagai sumber kekuatan, alasan ia hidup dan semangatnya mencapai tujuan - membalaskan dendam dan membawa posisi istrinya kembali.

"Aku bersyukur ibu dan ayahmu memberikan nama Langit. Setiap aku menatap ke atas, siang dan malam, aku ingat kamu," ucap Biru.

Ia menutup mata. Senyum dari perempuan berkulit putih dan berbibir merah muda melengkung terekam dalam ingatan Biru. Tangan pria itu mengulur, mencoba meraih kenangan yang ia simpan. Tak bisa, hanya ada kehampaan dan kesendirian. Air mata Biru mengalir.

"Ila, kamu juga ingin bertemu denganku, kah? Lalu kenapa tak kembali? Apa sejauh itu kamu pergi hingga tak tahu jalan pulang. Temani aku lagi, La. Di sini tak ada teman yang lebih menyenangkan daripada kamu." Suara Biru semakin lirih. Ia membuka kelopak mata dan memang hanya ada dia di sana sendirian juga foto Langit yang menghadap padanya.

Biru mengusap air mata. "Jangan menertawakan aku yang menangis. Aku bukan cengeng. Salahkan kamu yang pergi meninggalkanku," keluh Biru.

Kakinya yang beralaskan oxford shoes hitam melangkah masuk ke dalam ruangan. Tangannya meraih pas foto lalu ia dekap dalam pelukan. Tak tahu sudah keberapa juta kali ia memanggil nama itu, Langit ... Langit .... Seterusnya masih nama itu yang memuaskan hatinya ketika terucap dari mulut.

Terdengar suara ketukan di pintu. Biru tertegun. Ia kembalikan pas foto itu ke dalam laci meja kebesarannya. Biru lekas duduk di atas kursi putar empuk berwarna hitam yang dilapisi kulit kualitas terbaik. Punggungnya bersandar dan lekas ia menyalakan laptop silver di atas meja. "Masuk," serunya lumayan kencang karena jarak dari kursi ke pintu sejauh delapan meter.

Pintu terbuka, mata Biru menangkap pemandangan, David masuk dari sana. Pria yang mengenakan jas berwarna biru itu sedang sibuk memeriksa tablet PC sebelum ia ceritakan isinya pada Biru. Hingga tiba di depan meja Biru, David berhenti dan menunduk hormat. "Siang, Pak," sapa David dengan tegas seperti biasanya.

"Kau sedang suka padaku hari ini," sindir Biru pada jas yang dikenakan David.

David yang kebingungan lekas melihat jasnya. Sama sekali ia tak menemukan apa yang Biru maksud.

Biru menepuk jidat. "Sepertinya humorku semakin buruk saja," keluhnya. Barisan gigi putih David terlihat ketika menanggapi itu. "Biru dan biru," jelas Biru sambil menunjuk dirinya lalu jas yang dikenakan David.

Sayangnya tetap gagal, David hanya tersenyum menanggapinya. Jelas itu membuat mata Biru menyipit karena kecewa. "Pak, sepertinya ini bukan waktu untuk bercanda. Keadaan semakin serius. Anda ingat galangan kapal yang hendak dijual keluarga Marga?" tanya David.

Wajah Biru semakin berubah masam. Ia membuka laci meja dan menatap wajah Langit di foto. "Kau lihat, dia sama sekali tak menyenangkan." Biru bicara sendiri.

David menggeleng. Ia menggeser-geser ikatan dasi. "Kita lanjutkan. Galangan itu resmi dijual oleh mertua anda pada PT Antakusuma. Harganya tak masuk akal. Jauh lebih murah daripada harga pasaran," tambah David.

Kali ini Biru melipat tangan di depan dada. "David, kau ingin bermain denganku?" tanya Biru.

David mengerutkan kening. "Pak, masalah ini serius karena sepertinya berhubungan dengan petunjuk yang sedang kita cari," tandas David tak sabaran.

Lain dengan Biru yang memutar-mutar kursinya dengan santai. Ia menatap langit-langit kantornya. "David, kau tahu ciri orang yang menerapkan prinsip ekonomi?" tanya Biru.

David menggeleng. "Ia akan bertindak dengan memakai prinsip cost and benefit, artinya seseorang dalam melakukan kegiatan memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diterima," jelas Biru.

"Saya sudah mempelajari itu di bangku kuliah juga," timpal David.

Bibir Biru manyun dibuatnya. "Aku sedang serius, kau malah ajak main gila," protes Biru. Lagi-lagi David menunduk malu.

"Jika kita perhitungkan berapa manfaat yang akan didapatkan PT Antakusuma dengan membeli galangan itu, jelas saja terkesan irasional. Pasti harga sesungguhnya tak sekecil yang kita tahu." Biru mengambil pulpen di atas meja dan membuat coretan di sana. Kemudian Biru menyobek kertas dan memberikan pada David.

Mata David melihat isi coretan yang Biru buat. Pria itu tertegun. "Pabrik kain?" tanya David bingung.

Biru bangkit dari kursi kerjanya. Ia mengancingkan jas yang biasa ia buka jika hendak duduk kemudian memperbaiki posisi jam R*lex emas di tangan. "Aku 'kan sudah ajak kau bermain tadi? Kau sendiri tak mau," ucap Biru sambil berjalan ke arah David lalu menepuk bahunya. Biru melangkah melewati David yang masih berpikir dengan apa yang biru maksud.

"Jawabannya bukan galangan kapal, tapi pabrik kain yang diinginkan keluarga Marga. Kita tahu pabrik itu milik PT Antakusuma yang terbengkalai," jelas Biru masih terasa rancu.

"Tempat itu lima tahun lalu menjadi tempat aku dan Langit disekap. Bukan tidak mungkin tempat itu yang akan ditukar dengan galangan kapal," lanjut Biru.

"Tapi tak ada laporan penjualan pabrik itu," tandas David.

Biru berbalik dan tersenyum sinis. David turut berbalik melihat ke arah Biru yang masih berdiri di depan pintu. "Mungkin maksudnya, kujual milikku dengan murah. Asal kausimpan rapat-rapat apa yang terkubur dalam milikmu. Menyengangkan."

🌱🌱🌱

Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang