59b. Lain Suami

724 174 7
                                    

Dengan dengusan berkali-kali, Biru akhirnya masuk ke dalam rumah besar yang ia tinggalkan lebih dari setahun lamanya. Kakinya melangkah berat. Melihat Biru datang, para pelayannya memperlihatkan senyumam rasa senang. Pak Karjo yang tadinya sedang berjalan keluar setelah mengambil kunci mobil langsung berlari memeluk Biru.

"Tuan Muda! Pak Karjo kangen," ucap pria itu. Biru balas memeluk Pak Karjo dengan erat. Tentu Biru juga rindu. Tak lama Pak Karjo melepas pelukannya lalu menunduk. "Maaf, Tuan. Pak Karjo sudah tak sopan," ucap sopir keluarga Biru itu.

Biru menggeleng. "Tak sopan gimana? Orang Pak Karjo meluk anak sendiri, apa salahnya?"

Baru ia bertemu Pak Karjo, keduanya dikagetkan dengan suara barang yang terjatuh. Jelas keduanya langsung memalingkan wajah. "Ya Allah, Tuan Muda!" panggil Bu Aini yang mematung sampai menjatuhkan nampan. Untung ia tidak sedang membawa piring atau gelas karena alat makan di rumah ini berbahan kristal juga keramik mahal.

Biru merentangkan tangan. "Bu, sini peluk Biru!" pintanya. Sambil berjalan pelan dengan mata berkaca-kaca, Bu Aini mendekati Biru dan memeluknya. Tangisnya pecah begitu Biru balas memeluk Bu Aini.

"Tuan Muda, Bu Aini kangen. Setiap hari khawatir sama Tuan Muda. Takutnya Tuan Muda nggak bisa tidur, nggak enak makan," adu Bu Aini.

Biru tertawa lepas. "Aku makan lahap dan tidur nyenyak, Bu. Malah lebih dari saat tinggal di rumah ini. Dan sekarang, Bu Aini sama Pak Karjo malah sudah punya cucu," ungkap Biru.

Bu Aini melepas pelukannya. "Benarkah?" tanyanya kaget.

Biru memperlihatkan foto Minara pada mereka. "Mirip sekali dengan Tuan Muda. Cantik lagi," puji Bu Aini.

Sudah kangen-kangenan dengan kedua pengasuhnya, Biru lekas berjalan ke ruang kerja papanya. Seperti pesan yang Surya kirimkan.

Di depan pintu sudah ada dua pelayan sedang berjaga. Mereka langsung membuka pintu berdaun dua itu ketika Biru datang. Setelah pintu terbuka, Biru masuk ke dalam.

Papanya duduk di sofa utama di ruangan itu dan Surya juga ada di sana. Biru berjalan masuk. Tak lama pintu kembali tertutup. Biru menarik napas. Ia duduk di sofa samping kanan yang berhadapan dengan Surya.

"Kupikir kamu lupa jalan pulang," sindir Angga.

"Ini bukan rumahku lagi. Apa lupa jika aku sudah diusir dari sini?" Biru balas menyindir.

Angga tetap menatap lurus ke arah pintu. "Aku tidak mengusirmu. Kamu yang memilih pergi. Lagi pula yang aku tidak terima adalah perempuan itu. Kalau kamu ingin kembali itu lebih baik. Dengan syarat tinggalkan perempuan itu!"

Biru mendengus. "Untuk apa aku meninggalkan orang yang menyayangiku untuk orang yang ingin melenyapkanku!" Biru melancarkan serangan.

"Bersikap sopan pada papa!" bentak Surya.

"Siapa kamu mengaturku?" Biru melirik Surya dengan tajam.

"Aku memanggilmu ke sini bukan untuk bertengkar dengan kakakmu!" Angga menengahi kedua putranya.

Biru menyandarkan punggung ke sofa. Ia berusaha menahan amarahnya. Perasaanku, atau melihat Surya rasanya selalu ingin mengatai, ya?

"Aku dengar kamu sudah punya anak. Berikan kado itu untuk anakmu," ucap Angga.

Biru memang melihat bungkusan kado di atas meja. Bahkan ada delapan kotak. "Anda sedang berusaha menjadi seorang kakek? Kenapa? Karena merasa lega mendengar anakku perempuan? Tak seperti ramalan yang anda percaya selama ini."

Angga menarik napas. Seperti yang sudah ia terka jika Biru tahu tentang ramalan itu. "Anggap saja aku mengakui diriku bodoh," ucap Angga datar.

Biru mendelik. Mulutnya bergerak-gerak jahil menahan diri untuk tidak memaki papanya. "Terima kasih banyak. Aku akan bawa ini. Hanya aku tegaskan jangan macam-macam dengan keluargaku," ancam Biru.

Angga kali ini memindahkan pandangannya pada Biru. Bisa ia lihat tatapan tajam putranya itu. "Dulu aku juga bisa mengatakan hal itu. Begitu ibumu pergi, aku tahu yang aku bisa hanya melindungi kalian berdua," ucap Angga penuh dengan banyak hal tersirat di dalamnya.

Setelah itu Angga kembali memalingkan wajah ke arah foto keluarganya yang hanya ada dia, Biru dan Surya di sana. Tak ada Mira, perempuan itu sudah lama dihapus dari kenangan Angga.

"Istri hanya orang lain, tapi anak adalah darah daging," ucap Angga.

"Istriku adalah belahan jiwaku. Perlu anda tahu itu. Anda terlalu sempurna hingga tak membutuhkan belahan jiwa, tapi aku terlalu banyak kekurangan hingga hanya dia yang bisa membuatku sempurna," tegas Biru.

🌱🌱🌱

Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang