65b. Ketakutan

567 150 5
                                    

Langit menggelengkan kepala. Biru berhari-hari tak mau bekerja. Ia juga tak mau keluar rumah. Padahal tadi malam yang membuat ulah adalah maling rumah biasa, tapi parnonya sampai membuat Biru mengekor Langit ke mana-mana.

"Kita nggak tahu, La. Musuhku dari perusahaan bisa saja menyasar kamu kalau oleng!" alasannya.

Langit sendiri hanya menggeleng. "Sekarang Aa nggak kerja, keluarga kita mau makan apa?" tanya Langit.

Biru dengan sombongnya mengangkat wajah. "Suami kamu ini punya banyak saham. Ada bagi hasilnya. Tinggal gesek di ATM depan. Cukup beli ikan asin satu kilo."

"Katanya nggak mau pakai uang keluarga itu," sindir Langit.

"Masalahnya ini keadaan darurat," tegas Biru.

Siang itu, jika saja tak ditarik Pak RT untuk memberi kesaksian di Polsek, Biru nggak akan berhenti mengikuti istrinya. Langit juga risi. Lagi cuci piring, Biru ada memperhatikannya. Langit mandi, ikut mandi. Langit masak juga ikut lihat. Sayang malah cuman lihat, nggak bantu.

"Biru pergi juga?" tanya Fitri.

Langit mengangguk. "Iya, dipaksa sama Pak RT. Kalau nggak, Langit repot dia ekorin terus. Sampai mandi saja ikut masuk ke kamar mandi."

"Mandi sama suami itu ibadah," nasehat Fitri.

Langit mendengus. "Kalau kamar mandinya luas nggak apa-apa. Ini sudah sempit, mana badannya tinggi. Malah nggak bersih mandinya juga."

Obrolan itu sekilas terhenti. Langit mendengar suara ketukan di pintu. Tak tahu kenapa karena Biru, ia juga jadi ikut ketakutan sendiri.

Langit mengintip dari jendela. Ia melihat seorang wanita di depan pintu. Langit mengembuskan napas lega. Ia buka pintu rumahnya.

Tatapan mata Langit dan wanita itu saling bertemu. Anehnya ia menatap semakin tajam. "Tuan Muda Biru mana?" tanyanya dengan nada tinggi.

"Sedang ke Polsek anterin Pak RT untuk laporan karena tadi malam ada pencurian," jawab Langit.

"Kamu siapa? Kenapa ada di rumah Biru?"

Jujur di sini Langit merasa tak nyaman. Kalimat wanita di depannya terlalu pedas seperti wasabi campur bumbu karedok.

"Saya istrinya!" tegas Langit sama pedasnya. Ia mengingat cerita Biru tentang wanita kecentilan yang tak ada matinya mengejar sang suami. Ila pikir wanita ini orangnya.

Dengusan wanita itu sungguh terdengar menganggu. "Kamu? Benar-benar nggak berkelas!"

Salahnya di sini Langit sudah jadi emak-emak. Tentu tak selugu dulu. "Memang kamu sendiri sekolah? Kok cara ngomongnya kayak lumpur pasar?" ledek Langit.

Wanita itu jelas tak terima dengan ledekan Langit. "Kamu tahu aku ini siapa?"

"Nggak tahu. Nggak kenal dan nggak mau tahu," tegas Langit.

Tak lama Langit tercengang. Ia di dorong ke pintu dan tangan wanita itu langsung mencekik leher Langit dengan kuat. "Aku Nila Kastara Marga. Putri orang kedua di Bamantara Grouph dan aku bisa pastikan, hidup kamu nggak akan lama lagi," ancam Nila.

Langit tak tinggal diam. Ia melihat ke bawah dan dalam sekali hantaman, ia injak kaki Nila hingga wanita itu berteriak. Langit tarik rambutnya. Nila lagi-lagi menjerit. "Aku Langit Bamantara, istri pemilik saham terbesar di Bamantara Grouph. Sekali kamu macam-macam denganku, aku pastikan suamiku akan menghancurkan keluargamu hingga lenyap ditelan bumi," balas Langit. Ia menghempaskan tubuh Nila hingga tersungkur.

Nila bangkit. Tangannya hampir menampar Langit, sayangnya ada yang menahan. Malah Nila yang mendapat tamparan. Ia melirik ke samping dan melihat Sarah ada di sana.

"Benar kata orang, putri kedua keluarga Marga tidak lain seperti sampah! Benar-benar tak tahu diri!"

"Siapa kamu?" tanya Nila sambil membentak.

Sarah merasa beruntung tak pernah satu sekolah dengan Nila. Hanya saja ia sering mendengar sikap Nila yang seenaknya pada orang lain. Ia dengan mudah memanfaatkan kecantikan dan kekayaannya untuk memperoleh kesenangan. Orang tuanya tak pernah tahu karena selalu memanjakan, memberi kebebasan berlebihan dan Nila pintar menyembunyikan.

Sarah mendekatinya dan menatapnya dengan sengit. "Kita cukup seimbang nona kalau diukur dengan kekayaan. Jadi jangan macam-macam denganku!" Tangan Sarah menunjuk wajah Nila.

"Pergi sana! Nanti rumahku jadi sarang kutilanak karena ratu setan datang ke sini!" bentak Langit.

Nila menatap satu per satu kedua wanita itu. "Tak ada yang bisa selamat dengan menaruh dendam di hati Nila Marga. Camkan itu!"

Tak melanjutkan, Nila memilih mundur dari pertarungan. Ia berjalan dengan langkah kesal. Hanya satu yang terekam di otaknya. "Langit Bamantara. Enaknya aku apakan kau?"

🌱🌱🌱

Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang