43b. Periksa

751 208 29
                                    

Motor itu tiba di depan bidan yang dimaksud Fitri. Langit menunjukkan arah meski sambil gemetaran akibat dibonceng pengemudi amatiran. Sampai di sepanjang jalan, ia memeluk erat pinggang Biru.

Begitu sampai, pasangan itu turun dari motor. Ada seorang satpam menunggu di depan pintu. "Salam, Pak!" salam Biru sambil hormat karena kebiasaan saat jadi satpam di bank.

"Salam. Ada yang perlu dibantu?" tanya Satpam itu.

"Saya mau memeriksakan istri saya, Pak. Kebetulan kata mertua bidan di sini bagus," jawab Biru.

"Lagi tutup, Kang."

"Lho, bukanya kapan, dong?"

Langit berdiri di belakang Biru mendengarkan percakapan kedua satpam itu. "Nanti kalau bidannya habis sembuh pasca melahirkan. Kebetulan beberapa hari yang lalu melahirkan," jawab satpam itu.

"Memang gak ada bidan yang lain di sini, ya? Cuman satu saja?"

"Ada tiga sih, Kang. "

"Terus yang dua lagi ke mana?" tanya Biru bingung.

"Tiga-tiganya melahirkan bersamaa, Kang."

"Kok bisa samaan begitu, ya?" kali ini Langit ikut berkomentar.

"Suaminya juga sama, Teh."

Biru dan Langit terkejut. "Maksudnya suaminya poligami? Terus suaminya kerja apa?" tanya Biru penasaran.

"Saya suaminya," jawab Satpam itu sambil nyengir.

Biru bertepuk tangan. Kagum ia dengan satpam yang punya istri tiga dan semuanya jadi bidan. "Ya sudah kalau begitu, sukses nyari nafkahnya ya, Pak. Saya mau cari bidan yang lain dulu. Mudah-mudahan bidan yang sana juga gak lagi melahirkan dan bukan istri bapak juga," pamit Biru. Langit menepuk lengan Biru.

Keduanya lagi-lagi menaiki motor mencari bidan terdekat meski harus bermodalkan GPS (gunakan penduduk setempat). Tak jauh dari bidan pertama, mereka menemukan bidan yang kedua.

Langit turun dari motor dibantu Biru. Berjalan ke dalam pun, ia harus di papah suaminya akibat lemas. Kemarin-kemarin ia muntah-muntah tak sampai selemas ini, mungkin juga akibat ditambah trauma semalam.

Di dalam mereka juga harus menunggu antrean. Banyak ibu hamil juga pasangan yang belum menikah datang untuk konsultasi.

"Aa tadi di rumah Mas Parmin lama sekali ngapain?" tanya Langi.

Biru terkekeh. "Biasa, bapak-bapak apalagi yang diomongin. Tadi Ilu juga liat Mas Parmin bikin bakso," jawab Biru.

Ia terdiam sejenak. "La, nanti jangan beli lagi bakso Mas Parmin. Emang kamu gak ngeri. Dia bikinnya pakai celana. Belum tentu juga celana yang dipakai itu celana baru," nasehat Biru.

Tawa Langit menggelegar. "Siapa yang bilang?" tanya Langit.

"Mas Parmin ngaku sendiri. Katanya bikinnya pakai celana," jawab Biru polosnya.

"Iyalah, A. Mas Parminnya kalau bikin bakso harus pakai celana. Kalau gak pakai celana porno, tauk!" jelas Langit.

Biru menepuk jidat. "Nyebelin banget, aku lagi-lagi dikibulin," protesnya.

"Lagian Aa sendiri kenapa polos banget. Bapak-bapak di kampung itu dendam kamu kalahin main catur, jadinya kamu dijahilin terus," ledek Langit.

Lama mengantre, akhirnya mereka dipanggil ke dalam ruang pemeriksaan. Bidannya cantik nan rupawan. "Bu bidan suami satpam juga bukan?" tanya Biru pertama ia duduk di kursi pasien.

Bidan terkekeh sementara Langit hanya menepuk jidat. "Kenapa? Supaya bisa menjaga hatiku?" tanya bidannya. Untung bidan itu sama-sama kocaknya. Kalau tidak, mereka pasti sudah diusir dari sana.

Sebelum pemeriksaan mereka banyak ditanyai beberapa hal. "Sebelum menikah sudah divaksin lengkap?" tanya bidan.

"Kebetulan saya nikah buru-buru, Bu. Jadi saya vaksin hari pertama menikah. Jadi malam pertamanya ditunda," jawab Langit.

Biru menyenggol istrinya. "Gak perlu bilang-bilang apa, La. Aku malu malam pertama masih jejaka," keluh Biru.

Lagi-lagi bidannya tertawa. "Teteh, suaminya lucu banget, ya?" puji bidannya.

"Kalau berhubungan rutin, kan?"

"Iya, Bu. Kami dijadwal. Soalnya kadang dia ada jadwal ronda. Kami juga sama-sama kuliah sambil kerja. Kalau gak atur waktu, bakalan terlalu lelah," jelas Langit.

"Ouh, masih kuliah? Pantas juga baru mau sembilan belas tahun, ya. Kuliahnya reguler?"

"Iya, jadwal pagi sampai sore, tapi gak full juga kadang ada jam kosong dan baru masuk kelas jam berikutnya. Gimana ikut jadwal dosennya," jelas Langit.

"Sudah berapa lama sering muntah-muntahnya?" tanya bidan lagi.

"Ada seminggu lebih. Kemarin-kemarin masih kuat. Hari ini tiba-tiba lemas. Kebetulan tadi malam ada insiden. Saya hampir diperkosa teman satu pekerjaan dan lumayan bikin syok, Bu."

Bidannya kaget. "Tapi gak apa, kan?"

Langit menggeleng. "Cuman sikut saja sakit kebentur. Untung suami saya sering kasih nasehat kalau diserang orang harus gunain apa saja buat bela diri. Jadi saya ambil batu terus lempar pelaku pakai batu," jelas Langit.

Bidannya terdengar lega. "Harus lapor dan proses kasusnya. Kalau iya sekarang hamil, tambahkan dalam keterangan biar pelaku semakin berat dihukum."

Baik Biru dan Langit sama-sama mengangguk. "Telatnya sudah berapa kali?"

"Ini sudah dua kali, harusnya minggu kemarin dapat dan telat lagi," jawab Langit.

"Belum pakai test pack?"

Di sana Langit nyengir. Saking kacau pikirannya sampai lupa ke arah itu. "Gak apa, biar saya periksa dulu. Kalau dalam hitungan sudah harusnya masuk bulan ke tiga. Usia kehamilan itu dihitung dari terakhir datang bulan, bukan sejak malam pertama. Jadi, jangan tiba-tiba ceraikan istrinya kalau hamil lima bulan, tapi nikah baru empat bulan," jelas Bu Bidan.

"Kalau hamil sembilan bulan, tapi nikah baru tiga bulan itu gimana?" tanya Biru sambil terkekeh.

"Itu namanya menanam investasi," celetuk bidannya.

🌱🌱🌱

Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang