Pertama Kali Matamu Melirikku

3.4K 641 127
                                    

🌱🌱🌱

Siapa bilang jatuh cinta itu dari mata turun ke hati. Nyatanya itu berawal dari kekonyolan menjadi keseriusan.

🌱🌱🌱

"Biru!" panggil para mahasiswi di kampus itu begitu mobil Biru menepi di sisi teras kampus. Pintu mobil terbuka, dan pria yang memiliki karisma akan ketampanannya itu mulai turun dan menginjakan kaki di lantai teras.

Rahang dan garis wajah yang tegas seperti mengundang halusinasi para wanita yang melihatnya. Di usia delapan belas tahun, ia menjadi mahasiswa baru yang mendominasi perhatian dari seluruh penghuni kampus.

Hadir dengan mengenakan jaket hitam, Biru semakin menggiurkan. Tubuhnya pas mengenakan pakaian itu. Meski jalan biasa saja, tetap terlihat seperti model papan atas.

Langit berbalik. Ia melihat tubuh jangkung Biru berjalan diantara wanita-wanita yang sedang memperhatikannya dari jauh. Mereka takut mendekat, karena lirikan tajam mata Biru seakan tertulis pengumuman, "jaga jarak sepuluh meter. Aku senggol, matilahkau!".

Langit tak mau ambil masalah. Setiap mendengar nama Biru, ia lebih memilih lari dan bersembunyi. Itulah alasan mengapa selama ini ia selalu aman tak pernah bersenggolan dengan pria itu. Biru berbahaya, jika sedang tidak mood, ia akan mencari seseorang untuk dikerjai.

"Biru!" panggil Rolan dari arah pintu masuk. Dibandingkan berbalik dan berhenti menunggu, Biru lebih suka menurunkan kecepatannya berjalan.

Di belakang Rolan ada Miki dan Randy menyusul. Ketiga pria itu yang paling aman dekat dengan Biru karena bersahabat sejak SD. Semua hal tentang pria itu mereka tahu, termasuk merk celana dalam Biru yang kadang mereka pinjam.

"Tumben pagi sudah kelihatan muka di kampus?" tanya Rolan.

Miki cekikikan. "Bercanda? Pertanyaanmu salah. Harusnya gini, tumben datang ke kampus," ralat Miki.

Bukan rahasia lagi kalau Biru datang ke kampus hanya seminggu dua kali, Rabu dan Sabtu, untuk main basket. Pria itu tak peduli dengan nilai, absen atau semua berkaitan pelajaran. Naik ke semester dua saja karena tebalnya amplop dari papahnya pada rektor.

Salah jika kalian pikir itu akibat papahnya terlalu memanjakan Biru. Ia hanya tak ingin ambil pusing dengan kelakuan putranya. Bisa dibilang papahnya angkat tangan, sudah tak heran dan sebodo amat. Lagipula, ia masih punya Surya, putra pertamanya yang baik, cerdas dan penurut.

"Aku harus menyapa tunanganku," celetuk Biru membuat ketiga temannya mematung. Jawaban yang menggetarkan tubuh mereka bertiga hingga memancing tawa.

"Bentar, apa sudah gak waraskau?" tanya Randy.

Biru menepis tangan Randy yang menyentuh keningnya. "Apalagi, papahku mengomel tadi pagi. Katanya kalau tidak menyapa Sarah, aku akan mati besok," keluhnya.

Lagi-lagi ketiga pria yang berjalan bersama Biru tertawa. "Sejak kapan kau takut pada papahmu?" tanya Miki.

Biru mendengkus. Ia masukan tangannya ke dalam saku jaket. "Sejak dia blokir kartu kreditku."

Mereka berjalan menuju gedung fakultas bahasa. Sarah kuliah bahasa dan sastra Korea. Gadis itu adalah putri salah satu pimpinan di perusahaan milik Bamantara Grouph, CEO Bamantara Komunika.

Angin memang bukan sesuatu yang bisa dihindari hembusannya. Langit yang merasa sudah aman duduk di kursi kelasnya harus berdebar luar biasa ketika melihat Biru berdiri di depan pintu kelasnya.

"Tunanganku!" panggil Biru dari sana dengan suara yang kencang. Wanita lain di kelas itu meleleh melihat keberadaan si tampan. Lain dengan Langit yang menunduk takut.

"Berisik!" Suara keras Sarah membuat Biru tertegun. Bahkan wanita itu tega melempar tempat pensil ke arah pria itu.

Biru nyengir kuda. Ia hampiri gadis yang bertunangan dengannya sejak satu tahun lalu. Biru berdiri di samping meja Sarah. "Foto berdua dulu! Buat bukti kalau aku datang," ucap Biru enteng.

Sarah melotot. "Kamu bikin aku malu? Kamu pikir dekat sama kamu itu anugerah. Gak mau!" tolak Sarah galak.

Miki, Rolan dan Randy tertawa lagi. Jangan harap jadi tunangan Biru adalah kebahagiaan bagi Sarah. Justru ia melihat kehidupannya yang hancur di depan sana.

"Heh, tunangan. Kamu tahu gak semua wanita berharap masuk kamar hotel denganku? Cuman kamu yang jual mahal. Kamu pikir dengan begitu aku jadi berdebar?" tegur Biru.

Sarah mendengus. "Mereka semua bodoh. Memang apa yang bisa diharapkan dari pria tolol seperti kau? Aku malah melihat nanti akan hidup miskin dan hanya berharap belas kasihan dari keluarga Bamantara," ledek Sarah.

Biru meneguk ludah. Rasanya seperti ia menjadi hulk. "Terserahlah, yang penting sudah ke sini dan kartu kreditku gak jadi diblokir." Dia tahu kalau berurusan dengan Sarah bisa membuatnya ditendang dari rumah. Ia sudah terbiasa hidup senang hingga harta tetap terasa menjadi ancaman.

Tubuh Biru berbalik. Sejurus dengan itu, Langit yang hendak menutupi wajah dengan buku malah tanpa sengaja menjatuhkan pulpen. Suara benda yang jatuh itu menarik perhatian Biru hingga pria itu melirik ke samping. Ia lihat tangan lentik Langit mengambil pulpen. Setelah dapat, Langit menyampirkan rambutnya ke telinga.

Biru mengedipkan matanya. Mendadak udara terasa wangi dan bintang menari di sekitarnya. Meski sepi, di telinganya terdengar irama biola tengah bernyanyi. Seirama degupan jantung, mata Biru menutup dan membuka dengan lembut. "Hei!" panggil Biru membuat seisi kelas mematung dan melihat ke arahnya. Langit juga.

"Kamu!" panggil Biru sambil menunjuk Langit. Gadis itu melirik kanan dan kiri untuk memastikan jika ia bukan yang Biru tunjuk. Sayangnya, itu memang dirinya.

"Saya?" tanya Langit memastikan lagi. Biru mengangguk lalu duduk di meja depan Sarah. Sesekali Sarah melirik Langit lalu Biru.

"Hei, jangan macam-macam dan mengerjai anak orang lagi!" bentak Sarah. Biru menggelengkan kepalanya.

"Jatuhkan pulpennya," pinta Biru. Karena takut, Langit menurut saja. Ia jatuhkan pulpen di tangan. "Ambil lalu beginikan rambutmu," titahnya sambil mempraktekan cara Langit menyampirkan helaian rambutnya di telinga.

Langit meneguk ludah. Tangannya bergetar. Ia menurut apa yang dititahkan Biru. Ketika adegan itu berhasil ia ulangi, Biru tiba-tiba tersenyum dengan wajah merona.

"Dia gila apa?" tanya Miki bingung melihat perilaku sahabatnya.

Biru tak berkata apapun lagi. Ia berdiri dari meja lalu berjalan mendekati teman-temannya sambil tersenyum. Randy sampai geleng-geleng. "Kenapa?" tanyanya bingung.

Biru tetap tak menjawab. Ia terus berjalan keluar kelas. Setelah berada sedikit jauh ia menarik napas dan mengeluarkannya.

"Woy, tahu gak?" tanya Biru sambil berbalik dan membuat ketiga temannya kaget.

"Apa?" tanya Miki bingung.

"Aku gak tahu harus bilang apa. Baru kali ini aku lihat wanita terlihat sangat cantik dan seksi ketika ngambil pulpen jatuh," celetuknya.

Rolan sampai menjatuhkan chiki di tangan. Miki dan Randy tak sanggup berkomentar apa-apa. Biru memegang dadanya yang berdengup kencang.

"Kayaknya aku jatuh cinta, guys. Lihat gak tadi? Lihat dia ngambil pulpen terasa seperti sedang mengambil hatiku."

🌱🌱🌱

Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang