29b. Gunting Lucknut

2.1K 359 43
                                    

Biru tak kuasa jika harus menahan lebih lama. Dua malam ia tidur di kamar Langit sendiri akibat ibunya demam. "Kali ini harus gol. Aku sudah latihan sama Kakek Sugiono. Masa gagal," tekad Biru.

Matanya mengintip ke kamar ibu mertuanya. "La, ibu gimana?" tanya Biru. Langit mengusap kening ibunya. Sudah mulai terasa normal. Langit mengangguk sambil tersenyum.

"Alhamdulillah," ucap Biru bersyukur, tapi bukan karena mertuanya. Ia tak sanggup lagi berpuasa. Apalagi menjadi jejaka setelah pernikahan.

Langit menyelimuti ibunya. Ia berdiri dan melangkah keluar dari kamar. Biru berlari masuk lebih dulu. Pokoknya malam ini kamar harus terasa gempa, pikir pria itu.

Biru naik ke tempat tidur. Sedang Langit masuk dengan malu-malu. "Tutup pintunya, La. Kunci yang rapat. Bahaya kalau ibu kamu lihat, bukan demam lagi, bisa anfal."

Langit mendengus sambil mengunci pintu. "Emang lihat apa, sih? Kan kita cuman tidur."

"Kalau tidur sendiri gak apa, La. Sekarangkan berjamaah. Pasti ada ritual dulu sebelum tidur. Nah, ritual itu yang gak boleh ada yang lihat," jelas Biru.

"Ritual cuci kaki dan berdoa sebelum tidur. Iya kan?" tanya Langit.

Biru menggerak-gerakkan tangannya. Ia bermaksud memanggil Langit agar mendekati. Langit menurut saja, dosa kalau melawan suami. Meski suaminya semacam Biru, tetap saja sudah diakui oleh KUA setempat.

Baru mendekat dua langkah, Biru langsung menariknya dalam pelukan. "Doa dulu jangan?" tanya Biru. Hanya wajah malu yang bisa Langit perlihatkan.

"Doa dulu, nanti ada setan ngikut," jawab Langit dengan suara pelan.

Biru terkekeh. "Emang kita mau ngapain sampai setan ikut segala?" tanya Pria itu jahil. Karena kesal, Langit mencoba bangkit. Sayang, Biru menahannya lalu merebahkan tubuh Langit ke atas tempat tidur.

"Doa dulu, mau mulai ini." Biru berdiri. Ia membelakangi Langit agar istrinya fokus berdoa. Setelah itu, Biru pikir tak perlu menunggu lama lagi. Takut subuh keburu datang dan semua berakhir terlalu cepat. Apalagi Pak Hansip keliling setiap tengah malam. Melihat kamar bergoyang, ia pasti curiga dan memanggil warga sekampung.

Akhirnya Biru berbalik setelah membaca doa. Dia masih iqro, jadi doanya dicatat pakai tulisan abjad alfabet di telapak tangan. Yakin jika setan sudah kabur akibat doanya, Biru naik ke atas tempat tidur ukuran nomor 3 yang spreinya diganti warna navy. Kenapa? Pikir saja sendiri lah.

"Kita mulai?" tanya Biru. Langit mengangguk. "Duduk dulu jangan baringan. Susah lepasinnya," pinta Biru.

Untungnya Langit memakai kaos. Biru lebih mudah menarik benda itu ke atas. Ia sudah menonton tutorialnya di video kakek Sugiono hingga dicatat dalam diary. Celana katun istrinya juga mudah ditarik ke bawah karena pengamannya hanya karet.

Selesai pakaian lapis atas, Biru mulai bingung. Dalam video, pakaian lapis bawah di skip. "La, ini gimana buka ininya?" tunjuk Biru pada pengaman dua apel di dada Langit. Langit yang malu tentu hanya menutup mata.

"Mana?" tanya Langit.

"Buka dulu matanya." Biru menarik tangan Langit yang menutup mata.

"Gak, malu," tolak Langit. Gadis itu malah meraba selimut lalu menutup tubuhnya. "Nanti saja lagi, ya? Dingin," pinta Langit, ia hanya beralasan karena jantungnya berdebar tak karuan. Ia pikir tak akan semalu ini. Nyatanya membuka kemasan di depan laki-laki bukan perkara mudah.

Biru menarik tangan Langit. "Gak bisa, La. Ini sudah nyetrum belutnya," keluh Biru.

Langit mengintip suaminya. Kaos Biru sudah tanggal di lantai rumah. Sekarang hanya tersisa pemandangan dada bidang, bahu berotot dan perut kotak-kotak macam c*dburry.

"Iya, ayok," timpal Langit. Ia mulai menurunkan selimut.

Biru menggaruk kepala. Dilihat dari sisi kanan, kiri, tengah ia masih tak menemukan di mana kancingnya berada. Padahal dua bukit itu menjulang tiada landai. Turunannya curam, tanjakannya lebih-lebih. Main roller coaster di sana tentu menyenangkan. Apalagi isinya bukan batuan, tapi busa lembut yang nyaman dikucek-kucek.

"Sebentar," ucap Biru. Ia turun dari ranjang. Lekas mengeluarkan aiponnya dan melakukan pencarian di sana. Cara membuka pakaian dalam wanita. Ada beberapa petunjuk. Biru ikut salah satunya.

"Muter, La," pinta Biru. Langit manyun lalu memutar. Biru berusaha mencari pengait seperti yang ada di laman google. Ia temukan benda itu, hanya lagi-lagi bingung bagaimana cara melepasnya. Padahal tiang di bawah sudah berdering minta diangkat.

Ia tak mau kalah. Ada gunting di atas nakas. Biru gunakan itu untuk melepasnya. Langit menahan napas. Ia bisa rasakan pelindung bukit itu mulai tanggal dan jatuh. Lekas Langit menutup bagian atas tubuhnya dengan selimut. Namun, perhatiannya jatuh pada bagian belakang pakaian dalam yang tanggal secara tak wajar.

"Lha, kok gini?" tanya Langit. Ia berbalik lagi dan menemukan Biru sedang menyimpan gunting.

"Tuan Muda ngeselin! Sana tidur di luar!" teriak Langit sambil mendorong punggung Biru. Pria itu bingung, apa yang salah. Padahal ia sudah berjuang sejauh ini dan berakhir dengan pengusiran.

🌱🌱🌱

Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang