61b. Bye Papa

684 162 3
                                    

Langit terlihat mendung hari ini. Biru menatap atap dari alam semesta ini. Hatinya merasa tak tenang. Bekerja juga tak fokus sama sekali. Ia hanya berjalan bolak-balik di parkiran.

Perasaan tak tenang Biru sepertinya sudah Angga tahu sendiri jawabannya. Keluar dari kamar Biru, Angga mendapati Roni bersama pelayannya hendak menyusul ke kamar Biru.

"Ada apa?" tanya Angga.

"Tuan Besar kritis. Ia ingin bertemu dengan anda," jawab Roni setelah sebelumnya menunduk.

Angga menarik napas. "Jemput Biru. Pastikan kabar ini jangan sampai muncul keluar. Termasuk Surya," tegas Angga.

Roni mengangguk. Keduanya keluar bersama. Angga pergi dengan Pak Karjo sementara Roni lekas menelpon Biru. Bagas juga ingin bertemu dengan cucu menantu dan cicitnya.

Biru berangkat sendiri dengan motornya setelah Roni menelpon. Sementara Roni menjemput Langit dan Minara ke rumah.

Tangan Langit memeluk Minara. Bayi kecil itu tertidur pulas dalam pelukan ibunya. Sementara hati ibunya sedang merasa tak tenang. Kakek begitu baik untuk Langit. Mendengarnya sakit tentu Langit sangat sedih.

"Papa harusnya jangan sakit. Ingat janjimu," tegas Angga.

"Kamu masih saja kaku," timpal Bagas di sela napasnya yang mulai naik dan turun dengan cepat. Ia bahkan harus memakai selang oksigen untuk membantu pernapasan.

"Lalu bagaimana aku bersikap pada pria yang melindungi orang yang ingin melenyapkan aku dan keluargaku." Tatapan Angga begitu datar.

"Dia juga anakku," timpal Bagas.

"Surya juga anakku. Bukan hanya Biru."

Bagas menutup mata sejenak. "Kapan kau akan percaya. Biru bisa melindungi Surya, tapi Surya tak bisa," tegas Bagas.

"Papa pikir perasaan Surya tak akan terluka kalau posisinya direbut Biru? Jika itu Biru aku percaya, anak itu tulus seperti ibunya. Surya lain," kilah Angga.

"Kita hanya butuh hati yang bersih untuk duduk di tahtamu."

"Tahta itu hanya butuh orang yang tak punya hati sepertiku! Tak punya hati untuk membuang anakku sendiri, tak punya hati hingga menahan diri untuk tidak menyayanginya. Juga tak punya hati untuk menganggap anak itu tak ada."

"Karena itu hanya Biru yang pantas di sana. Ia bisa mengendalikan diri dan mengendalikan Surya."

"Jangan buat kedua anakku saling bertarung!" tegas Angga.

Bagas terdiam.

"Papa tahu sendiri akan ada yang memanfaatkan kondisi itu untuk menghancurkan Bamantara!"

Pembicaraan itu akan bertambah panjang jika saja tak terdengar suara Biru memanggil. "Kakek!" seru Biru sambil masuk ke dalam kamar.

Ia menatap tajam Angga yang berdiri di sana kemudian duduk di samping tempat tidur kakeknya dan memegang tangan pria itu.

"Kek, bertahanlah. Demi Biru!" pinta cucu Bagas itu.

Melihat wajah Biru, Bagas tersenyum. Ia mengusap pipi cucunya itu. "Kamu mau jadi seorang raja?" tanya Bagas mengulang kembali pertanyaannya yang dulu.

"Tidak!" tegas Angga.

Biru ikut menggeleng. "Aku hanya mau jadi cucu kakek. Aku hanya ingin punya keluarga dan kakek juga di sana. Aku nggak mau yang lain," tegas Biru.

"Hanya itu caramu melindungi keluarga kecilmu," tambah Bagas.

Angga memegang keningnya. Ia tahu tak akan bisa menghentikan niat ayahnya. Hanya dia tak tahu apa yang sedang ayahnya persiapkan.

"Kakek bisa melindungiku," pinta Biru.

Bagas menggeleng. "Kakek sudah sangat tua. Sudah waktunya kakek akan pergi. Kamu harus bisa melindungi dirimu sendiri. Berbaikan dengan papamu. Dia tak seperti yang kamu pikirkan," ucap Bagas.

Biru sempat melirik ke belakang dan melihat Angga. Kemudian ia kembali menatap Bagas. "Aku mau kakek di sini. Kakek sudah janji tak akan meninggalkan aku sendirian."

Bagas tersenyum. Ia menarik napas panjang lalu menutup mata setelah memegang erat tangan Biru. "Kakek!" panggil Biru.

Angga berlari keluar. Ia panggilkan dokter pribadi yang memantau di luar atas permintaan Bagas. Bergegas dokter itu masuk ke dalam ruangan. Ia memeriksa kedaan Bagas.

Beberapa menit mereka mencoba menangani keadaan Bagas hingga akhirnya menunduk dan mengucapkan maaf pada Angga.

Air mata Biru mengalir. Ia raih tangan kakeknya yang semakin mendingin. Angga menutup mata. "Pada akhirnya kau pergi tanpa membawa apapun, Pah. Kecuali penyesalan karena merebut posisi kakakmu sendiri dulu dan membuat keluarga kita dalam kekacauan."

🌱🌱🌱

Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang