12a. toples

1.8K 413 25
                                    

Langit tak tahu apa yang harus ia gunakan untuk membalas jasa Biru. Ibunya tak pernah makan burger seumur hidup dan baru kali itu merasakan makanan yang katanya import. Melihat mata ibunya yang berbinar, Langit sangat senang hingga ingin membalas kebaikan Biru.

Jadilah pagi ini Langit berpetualang. Tak seperti biasanya ia menghindari Biru, kali ini dia berusaha mencari keberadaan pria itu. Mencari Biru di kampus bukan perkara mudah. Dia bukan mahasiswa taat yang akan masuk kelas sesuai jadwal, malah hampir tak pernah. Dosennya lebih memilih meminta absen padanya dibanding menunggu dia datang ke kelas. Asal tak mengecewakan papah pria nakal itu.

Bisa dibilang Biru langka ada di kampus. Namun, itu dulu sebelum Biru menemukan Langit sebagai pujaan hati. Wanita seputih melati yang menggoda batin dan merebut sanubari. Pasalnya, Langit tak perlu mencari Biru karena Biru akan selalu menemukannya. Fakta, karena sedari tadi Langit berkeliling ... Biru justru mengikutinya dari belakang sambil senyam-senyum tak karuan.

"Jadi Tuan Muda Biru tak pergi ke kampus hari ini?" tanya Langit pada teman yang harusnya satu kelas dengan Biru jika saja anak itu rajin kuliah.

"Tuan Bamantara hanya ke kampus untuk main basket. Coba saja main ke lapangan basket, pasti ada di sana," saran wanita yang Langit tanya.

Padahal wanita itu tahu ada Biru tak jauh di belakang Langit. Akibat kode yang Biru berikan, ia pura-pura. Langit mengangguk. Ia dengarkan saran wanita itu dan mencari Biru ke lapangan basket. Lagi, di sana Langit tak bisa menemukannya. Dia juga tak berani bertanya pada pria yang ada di sana, takut.

Akhirnya Langit menyerah. Ia duduk di bangku panjang yang dilindungi rimbunnya pepohonan. Angin bertiup menerbangkan beberapa helai rambutnya. Langit yang merasa terganggu dengan helaian rambut menutupi mata, lekas mengaitkan anak rambut itu ke belakang telinga.

"Dia memang keindahan yang tidak manusiawi. Mungkin ini yang disebut bidadari turun dari kahyangan," komentar Biru sambil cekikikan dari kejauhan. Dia bersembunyi di balik pohon hingga Langit tak bisa menemukannya.

Langit menunduk sedih. Ia mengeluarkan setoples kecil keripik pisangn dari tas punggungnya. "Padahal aku ingin memberikan ini. Sudahlah! Mungkin memang ini tak pantas diberikan untuknya. Dia pasti tak mau makan, ini makanan murah," keluh Langit.

Melihat wajah sedih gadis itu, membuat Biru tak tega. Lekas Biru datang menghampiri sambil melipat tangan di depan dada dan memperlihatkan wajah tengilnya. "Ada yang mencari aku?" tanya Biru kura-kura dalam perahu.

Langit mendongak dan melihat Biru berdiri di hadapannya dengan memakai jaket kulit dan celana jeans. Biru lekas duduk di samping Langit. "Rindu apa kangen? Selain dua pilihan itu, aku gak terima jawaban lain," tekannya.

Langit menunduk malu. Bagaimana ia bisa jawab. Kedua kata itu bahkan hanya ia pernah ucapkan pada orang tuanya. "Memang harus jawab itu?" tanya Langit dengan suara gemetar.

Biru mengangguk. Ia mendekatkan wajah pada Langit agar gadis itu mengucapkan kata selanjutnya. "Rindu? Kangen?"

Langit meneguk ludah, tapi kalau tak diucapkan ia takut Biru marah. "Rindu saja," jawab Langit polosnya.

"Aku juga. Untung kemari seharian rekam wajah kamu di otakku. Jadi semalaman kamu hadir sempurna dalam mimpi," timpalnya.

Berhasil, pipi Langit merona karena ucapan manis dari bibir Biru. "Tuan Muda pasti punya banyak pacar, ya? Pintar sekali menggoda wanita," komentar Langit.

Mendadak wajah Biru berubah kaku. "Mana ada. Aku tak pernah pacaran. Tak perlu pintar menggoda, melihat kemanisanmu saja, mulutku ikut berubah manis." Biru mengetuk-ngetukan jemarinya di bangku kayu itu. "Ada apa mencariku?" tanya Biru.

Langit bingung sendiri. Ia ingin berikan makanan itu, tapi takut Biru tak ingin makan. Malah takut Biru tersinggung. Jelas ia dengar Biru hanya makan dari chef bersertifikasi.

"Itu, aku sangat berterima kasih atas burgernya. Ibu sangat suka dengan makanan itu. Sebagai rasa terima kasih aku ingin berikan ini," ungkap Langit. Ia berikan toples plastik itu pada Biru. "Aku buat sendiri. Dulu waktu SMA aku sering jualan keripik pisang. Sudah lama tak bikin, jadi itu bikin lagi."

"Kamu yang bikin ini?" tanya Biru sambil mengambil toples itu. Langit mengangguk. "Wah, akhirnya aku bisa makan masakanmu. Makasih banyak, pasti aku makan," ucapnya terlihat senang.

Langit sampai bingung sendiri. Biru sempat menolak makan burger dengan alasan hanya makan masakan chef terkemuka. Namun, ia menerima begitu saja makanan buatan Langit.

"Itu, maaf sebelumnya Tuan Muda. Jika sudah dimakan keripiknya, boleh aku mintan toplesnya dikembalikan?" pinta Langit agak merasa tidak enak. Masalahnya di rumah Langit tak ada banyak wadah makanan dan beli saja ia tak punya uang.

"Toples itu apa?" tanya Biru bingung.

Langit jauh lebih bingung lagi. Selain tak tahu uang lima ribu, ternyata pria ini juga tak tahu apa itu toples. "Ini loh." Langit menunjuk wadah keripiknya.

Biru mengangguk-angguk. "Iya, nanti aku kembalikan sambil aku isi cinta di dalamnya," celetuk Biru.

🌱🌱🌱

Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang