41a. Serangan

781 209 15
                                    

"La!" panggil Sarah siang itu. Langit tadi hendak ke taman membawa bekal makan siang untuk suami tercinta. Di tangannya sudah ada botol minum juga kotak makanan.

"Mau ke mana kamu?" Sarah berjalan di samping Langit.

"Biasa. Aa harus makan siang. Sore nanti dia kerja lagi. Besok baru libur," jawab Langit.

Sarah memilin tali tas slempangnya yang bermerk vas bunga. "La, Biru gak pernah manja, kan?" tanya Sarah.

Langit agak kurang mengerti maksud manja yang dikatakan Sarah. "Ituloh, dia dari kecil selalu dapat apa yang ia mau. Sekarang harus penuh dengan usaha apa, dia gak sering merengek?"

Dari situ Langit berusah berpikir. Kedua perempuan itu turun melalui tangga ke lobi. Langkah mereka lumayan menimbulkan bunyi gema. "Gak, sih. Dia selalu baik. Makan apa adanya, kerja rajin yang dia keluhkan cuman satu ...."

"Apa?" tanya Sarah penasaran.

"Jadwal bikin sumur," timpal Langit sambil senyum geli.

Di sini Sarah yang kini mengangkat sebelah alisnya. "Biru sampai belajar bikin sumur?"

"Makanya cepat baikan sama Randy. Cepat nikah, jadi mengerti," goda Langit.

Dipikir bolak-balik pun otak Sarah tetap tak sampai dengan apa yang Langit maksud. Langit berjalan duluan sementara Sarah masih diam bersandar ke railing tangga. Jika saja tak sadar, ia sudah ditinggal Langit ke taman.

"La! Aku ikut!" teriak Sarah. Ia mengejar Langit dan baru terkejar ketika sampai pintu.

Dari teras, mereka turun menyusuri jembatan di atas kolam hingga tiba di tempat yang Langit tuju. Sarah mendengkus. "Ngapain sih orang itu ada di sana!" Matanya melihat Randy sedang mengobrol dengan Biru.

Randy yang tanpa sengaja melirik ke arah dua wanita itu juga ikut tertegun. "Wah, jodoh, nih!" goda Biru. Ia melambai tangan ke arah Langit.

Tadinya Sarah akan kembali ke gedung, sayang Langit langsung menarik tangannya hingga ia terpaksa ikut dengan Langit duduk di taman.

"Makan, dulu," saran Langit sambil membuka kotak makanan Biru. Ada pindang tongkol yang diberi bumbu sambal hijau.

"Gak ada telur sama kecap?" tanya Biru kecewa.

"Makan terus telur sama kecap apa Aa gak takut bisulan?" omel Langit.

"Bisul itu apa?" Tangan Biru menggaruk keningnya.

"Itu, Ru! Gigi yang tumbuhnya gak wajar, biasanya lebih maju ke depan atau ke belakang," jelas Randy.

"Itu gingsul bodoh!" umpat Sarah. Randy langsung menunduk. Sementara Langit dan Biru langsung tersenyum geli.

"Hubungan kamu gimana, Sar? Cowok itu baik?" tanya Biru memanasi Randy. Terlihat jelas delikan Randy padanya.

Sarah mengangguk. Dari tasnya ia keluarkan banyak camilan. "Dia selalu perhatian sama aku. Rajin antar dan jemput juga belikan makanan kayak gini," jawab Sarah. Sesekali ia mendelik pada Randy untuk membuat pria itu mati kutu.

"Terus perjodohan Randy bagaimana? Sudah sampai itikad baik?" Giliran Langit memanasi Sarah.

"Baik. Dia wanita yang rajin dan gak manja. Senang mandiri. Aku yakin cocok jadi istri." Randy memberikan tekanan pada kata cocok jadi istri.

"Wanita mandiri membosankan. Kalau dia bisa mandiri, ngapaian butuh suami?" sindir Sarah.

"Buat punya anak!" timpal Randy telak.

Sarah membuka bungkus chikinya dengan cara ditekan hingga terdengar bunyi letusan. Kisah cinta Sarah dan Randy akan selamanya rumit. Sudah cowoknya jual mahal, ceweknya tak peka. Ditambah sekarang muncul orang ketiga dan keempat, pacar Sarah dan calon istri Randy.

"Lagian laki-laki waktu pacaran pasti perhatian. Ke depannya lain lagi. Apalagi sudah nikah, istrinya gendut. Biasa pria perhatian jago juga selingkuhnya." Kini Randy melancarkan serangan balik.

Sayang, Sarah tak mau mengalah. "Terus kalau laki-laki sok jual mahal ke depannya bakalan gimana? Istrinya selingkuh dibiarin saja?" Wanita itu lebih memilih serangan langsung.

Biru santai saja makan, membiarkan keduanya berperang dingin. Langit membuka botol minumannya, takut Biru tiba-tiba ingin minum.

Tanpa terasa pasangan itu sudah tiga bulan menjalin pernikahan. Selama ini mereka masih adem ayem. Bertengkar tentu pernah. Apalagi pas Biru pulang dengan swallow kanan hijau dan kiri biru dari masjid. Pria itu tak tahu kalau selain tupperware, sandal swallow adalah kesayangan emak-emak.

Akhirnya Biru harus tidur di sofa. Kadang kalau sedang sholeha, Langit tidur di kamar ibunya dan membiarkan suaminya tidur sendiri.

"La, gak makan? Nanti sore kamu harus kerja juga, loh!" Biru memotong pindangnya lalu meraup nasi dengan sendok. Ia suapi istrinya.

"Enak?" tanya Biru.

"Aku malah pegen makan nasi hangat sama kerupuk blek, tapi di keupeul," Langit dengan malas mengunyah makanannya.

Ia bisa bayangkan kerupuk diremas hingga hancur dan ditaburkan di atas nasi panas. Kemudian dicampurkan dan cetak dengan cara digenggam agar berbentuk lonjong dan padat.

"Ah, kamu itu. Katanya kalau makan harus apa adanya," tegur Biru.

Langit terkekeh. "Gak tahu, atuh. Langit lagi pengen yang ini itu. Aa pulang nanti beliin semangka, ya? Minta sama Emangnya buat potongin, tapi potongnya bulat-bulat. Jangan segitiga," pintanya.

Biru bingung. "Apa bedanya semangka dipotong bulat sama segi tiga? Rasanya sama saja," protes Biru.

🌱🌱🌱

Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang