Biru terhanyut dalam kesedihan. Ia hanya bisa menangis sambil memeluk istrinya. Sedang Langit, bingung. Meski ia percaya Biru bisa, nyatanya ia juga tak rela suaminya ada di posisi itu. Sama saja Langit seperti melihat rumah tangganya di ujung tanduk. Apalagi ucapan mertua yang bilang akan banyak orang yang berniat merebut posisinya di samping Biru.
"Aa, ini bukan waktunya menangis. Coba buka mata lebar-lebar. Mungkin ada alasan kenapa Aa harus diberi tanggung jawab ini. Banyak diantara mereka mengorbankan keluarga demi kekuasaan. Bagaimana Aa sendiri?" tanya Langit.
Biru mendongak. Ia hapus air matanya. "Aku lebih memilih kalian. Meski harus kehilangan dunia ini, aku memilih kalian," tegas Biru.
Hari demi hari berlalu. Biru tak pernah menggubris pesan atau telpon dari Roni. Ia lebih suka hidupnya kembali seperti biasa. Ia lebih suka pergi ke bank walau di sana atasannya mendadak hormat padanya.
Bagian yang paling ia syukuri, tak semua orang begitu. Mas Parmin, Pak Firman juga Pak Seta tak berubah. Mereka masih saja sama, menjadi teman Biru berbagi obrolan.
Malam itu di pos ronda, Biru menjaga keamana kampung dengan Mas Parmin. Ditemani segelas kopi juga singkong yang direbus dengan osengan bawang putih dan merah.
"Kami orang miskin tentu tak akan mengerti jalan pikiranmu, Ru. Bagi kami kesulitan itu hanya sebatas ekonomi, biaya makan sehari-hari, uang jajan dan sekolah anak. Makanya kalau orang kaya mau ninggalin rumah demi hidup miskin, mereka anggap aneh."
Biru masih mendengarkan ucapan Mas Parmin. Dia merasa seperti mengobrol dengan papanya sendiri. Papa aslinya tentu tak begitu. Hanya mungkin, jika punya papa yang lurus akan seperti itu.
"Bagian yang aku bisa mengerti cuman satu. Kalau orang bahagia nggak akan pernah kabur. Lihat saja burung. Kurang apa lagi? Dimandikan, makan tinggal makan, kotoran bantu dibuang. Pintu terbuka sedikit tetap saja kabur. Manusia juga pasti tak jauh berbeda."
Kita tak akan bisa menyelami perasaan orang lain tanpa mengalami sendiri. Caranya hanya dengan membuat analogi. Hanya membayangkan tak seperti menyentuh kebenaran.
"Ibuku meninggal waktu aku kecil. Sampai sekarang belum jelas siapa yang membunuhnya. Ada bukti, tapi pelaku menghilang dan tak ditemukan. Papaku sibuk bekerja. Sekalinya aku merasa dibesarkan orang tua oleh pelayanku di rumah. Bisa dibilang, hanya statusku saja anak orang kaya. Nyatanya aku ini anak pelayan," cerita Biru.
Mas Parmin menggelengkan kepala. "Tapi kasusmu itu bukan hanya anak orang kaya. Di sini juga banyak anak-anak berkeliaran sampai maghrib, belum mandi, belum makan. Orang tua mereka sibuk kerja di pabrik, di kantor. Cukup diberi hape saja, asal anaknya diam tak menganggu waktu istirahat."
Mata Biru masih menatap Mas Parmin. "Masalah orang tua tidak memperhatikan anak, itu masalah pribadi mereka. Tak perlu memandang miskin atau kaya."
"Makasih banyak, Mas. Biru bicara dengan Mas Parmin rasanya jadi sedikit tenang. Jujur saja, agak kurang nyaman dijauhi warga di kampung."
Mas Parmin menepuk punggung Biru. "Sudah, waktunya kita keliling. Grup Pak RT belum datang juga. Kemana mereka?"
Biasanya setiap malam ada empat orang yang jaga ronda. Dua berkeliling dan dua jaga di pos. Kemudian mereka akan giliran berkeliling.
Biru bangkit. Ia ambil sarungnya untuk disampirkan ke bahu akibat udara terasa dingin.
Mereka berkeliling kampung untuk memeriksa keamana. Namun, tak juga ditemukan Pak RT dan Pak Danang. Ini terasa aneh. Hingga sampai di batas gang dekat dengan jalan, Biru melihat Pak RT dan Pak Danang terkapar di jalan.
Lekas Mas Parmin dan Biru menghampiri. Mereka memeriksa keadaan dua pria itu. Biru merasa lega karena mereka masih hidup, hanya pingsan saja.
"Ru, kita panggil warga lain. Kayaknya mereka sengaja dibuat pingsan begini," saran Mas Parmin.
Awalnya Biru mengangguk hingga ia menyadari ada yang salah. Lekas Biru berlari menuju rumahnya. Dalam pikiran, ia mengkhawatirkan keadaan Langit dan keluarganya.
🌱🌱🌱
KAMU SEDANG MEMBACA
Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)
RomantizmIa harus bekerja keras untuk membantu ekonomi keluarga. Hingga suatu hari seorang peramal mengatakan, ia akan menjadi seorang ratu setelah melewati kematiannya sendiri. Nyatanya, ia bertemu dengan putra kedua pimpinan Bamantara Grouph, Biru Bamantar...