56b. Putrinya Biru

813 180 22
                                    

Nindy beberapa kali mengembuskan napas kesal. Ia sudah berusaha mengatur emosi akibat dipaksa orang tuanya datang ke bandara. Kakinya memencak dengan tangan yang berkacak di pinggang.

"Kalau bukan Surya yang memintaku ke sini, lebih baik aku diam saja dan bersantai di rumah. Orang tuaku benar-benar bermuka dua. Kemarin Surya punya masalah, mereka angkat tangan. Sekarang saja pura-pura baik lagi!"

Ruang tunggu masih kosong, hanya ada beberapa staff pengaman yang menunggui di depan pintu. Menit demi menit berlalu, tak lama seseorang mengetuk pintu ruang tunggu itu.

"Buka!" seru Nindy. Ia lekas duduk sambil bergaya elegan dengan kaki kanan menumpang ke atas kaki kiri.

Daun pintu terbuka. "Nona Nila sudah tiba," ungkap staff berpakaian hitam formal. Nindy mengangguk.

Apa yang ditunggu Nindy akhirnya melangkah masuk ke dalam ruangan. Perempuan muda dengan dress ungu muda. Rambutnya hitam panjang sesikut dengan kulit putih dan pipi sedikit tembam. Matanya sedikit sipit.

Melihat Nindy perempuan itu berdiri tegak sambil melipat tangan di depan dada. Tatapannya tajam menghujam Nindy. "Kamu masih saja terlihat menyedihkan, ya?" ledek Nila seperti biasanya pedas.

"Untuk apa kuliah jauh-jauh ke Manchester kalau pulang tetap tak punya sopan santun!" sindir Nindy. Ia bangkit, membawa clutchnya lalu melenggang pergi.

"Aku datang ke sini agar publik berhenti memberitakan ketidakharmonisan kita berdua," tegas Nindy.

"Aku tak peduli dengan berita itu. Kalau kamu punya kemampuan, bisnismu tak akan hancur hanya karena berita. Memang kamu saja yang payah!"

Nindy berbalik. Ia tatap tajam adiknya itu. "Memang apa yang sudah kamu perbuat? Segala macam yang kamu raih semua hanya karena dukungan mama dan papa!"

Nila melangkah. Ia jambak rambut kakaknya hingga Nindy berteriak kesakitan. "Jangan kamu pikir jadi menantu keluarga Bamantara bisa membuatku takut padamu!" Nila menghempaskan tubuh Nindy hingga terjungkal.

Nindy tercengang. Adiknya itu semakin menakutkan. "Kamu itu tak lain hanya jembatan saja untuk aku melangkah. Selebihnya jika ingin dirobohkan, tak akan ada yang peduli!"

Nindy bangkit sambil menepuk rok dressnya. Dengan kasar, ia sikut tubuh Nila lalu berjalan pergi. Tangannya mengepal, ia merasa kesal karena masih begitu lemah melawan adiknya meski sudah menjadi Nyonya Bamantara.

Nila ikut berjalan di belakang. Ia tersenyum puas. Sementara Nindy terus mengumpat dalam hati. "Lihat saja! Setelah Surya menjadi pimpina BG, kamu orang pertama yang aku singkirkan," batinnya.

Hubungan adik dan kakak akan selama dilingkupi pertengkaran jika orang tua tidak memberikan keadilan. Sayangnya, manusia tak pernah tahu takaran adil yang sebenarnya seperti apa. Karena tingkat kepuasan masing-masing manusia berbeda dan bisa bertambah kadarnya.

"Ala pegang ini." Biru menyimpan seekor cecak di tangan Ara. Bukannya takut karena memang dia belum mengerti, Ara tersenyum sambil sesekali menatap Biru. Saat ia menutup telapak tangan, cecak itu melompat jatuh. Ara tertawa terbahak-bahak.

"Woh, anak Papa Biru tak kenal takut," puji Biru. Baru ia berucap tangan Ara memukul keras wajahnya hingga terdengar bunyi yang lumayan keras. Biru tercengang dan lalu mengaduh. Sedang Ara malah tertawa melihat ayahnya kesakitan.

"Bahkan sama papa saja kamu sudah berani mukul," keluh Biru.

"Rajin banget, Ru. Pagi-pagi sudah ajak Minara jalan-jalan," puji Mas Parmin.

"Iya, Mas. Mau dijemur mumpung masing anget sinarnya," jawab Biru.

Mas Parmin mengeluarkan permen dari saku kemejanya. "Minara mau permen k0piko?" tawarnya.

"Lha, ya kira-kira, Mas. Dia makan permen nanti bisa keselek, tapi papanya mau," tolak Biru sambil mengambil permen dari tangan Mas Parmin.

"Duh, bayimu ini cantik banget, Ru. Sudah gede jodohin sama Niko saja, anakku," tawar Mas Parmin.

Baru bicara begitu, Minara tiba-tiba menangis. Biru kaget sampai mengusap punggung bayinya. "Ini gara-gara Mas Parmin, nih! Main jodoh-jodohan segala. Anakku bukan Siti Nurbaya, Mas. Juliet apalagi!" protes Biru.

Mas Parmin manyun dibuatnya. Belum apa-apa anak tampannya sudah ditolak princessnya Biru. "Niko juga bukan Datuk Maringgih apalagi Count Paris!"

🌱🌱🌱

Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang