9. Perjuangan Pertama

2.4K 533 94
                                    

Cinta itu unik. Banyak cara untuk mengungkapkan, tapi tetap sulit dimengerti.

🌱🌱🌱

Seperti biasa, Langit selalu setia jalan kaki meski matahari begitu terik di atas sana. Hari ini ia hanya punya dua jam jadwal kuliah di waktu siang akibat kemarin dosennya tak bisa masuk. Hari di mana seharusnya ia libur, diisi dengan jadwal kuliah nanggung.

Ketika kedua tangannya membuka pintu kaca utama gedung kampus, Langit terbelalak dengan spanduk besar ukuran 2 x 8 meter yang tergantung di railing lantai dua. Dari lobi, spanduk itu bisa terlihat jelas.

Sebatas ucapan selamat datang yang ditulis pada spanduk. Hanya saja yang menarik perhatian adalah foto close up Langit dan juga gambar hati yang bertaburan.

"Apa aku sedang dikerjai acara televisi," pikirnya. Langit melirik ke kanan dan kiri, ia baru sadar menjadi pusat perhatian di ruangan itu. Banyak orang yang berbincang sambil meliriknya.

"Ini pasti aku kena bully lagi," gumam Langit. Ia sudah sering dikerjai mahasiswa lain, dari disiram air cucian piring hingga sepatunya direbut paksa kemudian dibuang ke danau kampus. Akhirnya, Langit harus pulang dengan bertelanjang kaki hingga menemukan warung yang menjual sandal jepit.

Langit bergidik. Beberapa detik kemudian ia membeku akibat mendengar sebuah suara memanggil. "Langit!" Panggilan itu membuat Langit berbalik. Ia melihat seorang pria dengan jaket jeans hitam dan celana jeans senada. Di dalamnya pria itu mengenakan jaket hijau. Sementara rambut ditutupi topi putih.

Tubuh Langit gemetaran. Ia menunduk dan berdoa agar bisa hilang saat itu juga. Sayangnya, Biru semakin dekat dan Langit semakin membeku akibat takut.

"Mau ke kelas?" tanya Biru. Wajahnya begitu dekat dengan wajah Langit. Betapa tampannya dia, tetap saja rasa takut Langit mengalahkan pesona itu.

"Aku nanya, loh," kembali Biru bersuara. Kali ini barulah Langit mengangguk meski masih kaku.

"Sini, Aa anter sampai kelas," tawar Biru. Ia raih tangan Langit kemudian menuntun gadis itu menuju kelasnya. Jangan ditanya bagaimana perasan Langit. Ia takut beberapa menit kemudian Biru akan membunuhnya. Apalagi ia masih merasa saat di restoran kemarin, Biru juga sedang mengerjainya.

Biru yang tak mendengar suara Langit selama mereka berjalan saling berpegangan tangan akhirnya melirik wajah gadis itu. Ia kaget melihat wajah Langit yang memucat dan menunduk.

"Kenapa?" tanya Biru dengan suara pelan.

Langit masih berpikir ingin menjawab apa. Ia takut Biru tersinggung. Membuat pria itu tersinggung taruhannya adalah nyawa.

"Maaf, Tuan. Apa saya membuat kesalahan?" tanya Langit, meski ia menebak, kesalahannya adalah menjadi yang paling miskin diantara mahasiswa di kampus ini.

Biru menggeleng. Ia mengangkat bahu lalu menarik napas. Matanya membuka lebar, berusaha mengambil gambaran Langit lebih jelas. "Ouh, ada satu kesalahan," jawab Biru.

Mendengar itu, wajah Langit semakin memucat. Terasa sekali suhu tubuhnya mendingin hingga bisa terasa oleh telapak tangan Biru yang menggenggamnya.

"Kenapa? Apa aku menyakitimu?" tanya Biru khawatir.

Langit menggeleng. Ia menarik napas, berusaha menahan air matanya yang hampir jatuh. "Itu ... kalau Tuan Muda menghukum saya, bisakah dicicil? Meski aku tahu Tuan Muda sangat benci saya ...." Kalimat Langit terpotong. Biru menyimpan telunjuknya di bibir gadis itu.

Mata keduanya saling menatap. Bola mata Langit bergerak ke kanan dan kiri. Setelah menurunkan telunjuknya dari depan bibir Langit, Biru mengusap rambut gadis itu dengan lembut. "Aku gak benci kamu," ucap Biru pendek.

Bibir Langit kelu, tak mampu berkata apapun. Pemandangan itu menjadi konsumsi mahasiswa di sana. Sementara itu, Sarah datang dari pintu parkir. Seperti biasa ia berjalan menenteng tas punggungnya hanya dengan mengaitkannya di satu bahu. Melihat Sarah, kompak membuat mahasiswa di sana bergunjing.

Kasihan dia, tunangannya mesra-mesraan dengan orang lain-

Apa Biru tak memikirkan perasaan Sarah?-

Jelas Sarah mendengar gunjingan itu. Matanya bergerak, mencoba menemukan sumber dari apa yang dibicarakan teman satu kampusnya. Ia menemukan Biru dan perempuan yang seingatnya berada di kelas yang sama.

Terdengar suara napas berat Sarah. Ia menggeleng. "Apa Biru bisa jatuh cinta? Ya Tuhan, kasian sekali wanita itu," keluhnya melihat Biru beberapa kali mengusap rambut Langit. Namun, jelas sekali Sarah melihat wajah ketakutan gadis yang menjadi korban Biru.

Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang