"Mereka nggak akan bahas itu, kok. Mau Tuan Muda nama belakangnya Bakrie atau Soeharto sekali pun mereka nggak akan sadar. Selama tinggal di dalam gang, nama keluarga besar seperti itu nggak akan diperhatikan. Tetangga sana saja namanya pakai Raden Ajeng, tetap saja nggak diperlakukan kayak bangsawan. Miskin ya miskin saja," jelas Langit saat Biru agak ketakutan perihal nama Bamantara di surat pindahnya.
Meski Langit sendiri santai, tetap saja Biru ketakutan. Ia paling ngeri dengan ancaman papahnya untuk melenyapkan Langit jika sampai publik tahu. Semalaman ia juga sudah menyusun kata, "kebetulan sama" agar terlihat alami.
"Mereka nggak peduli kalau cuman kaya di nama?" tanya Biru mencoba mengerti maksud dalam penjelasan istrinya.
Langit mengangguk. Meski Langit sendiri juga ragu. Pasalnya jika istri orang kaya tak bisa mengupas salak, Biru malah tak tahu salak itu apa. Masih ingat Langit saat pertama kali menunjukan salak di depan Biru, "Ini binatang apa, La?" tanya pria itu dengan polos.
Tanpa sadar mengingatnya Langit cekikikan. "Kenapa sih, La?" tanya Biru yang heran karena istrinya senyam-senyum sendiri. Takutnya penghuni pohon beringin kampus numpang pulang sama Langit.
"Pokoknya Tuan Muda jangan khawatir," tegas Langit.
Biru mendengus. "Gimana mau nggak khawatir? Kamu saja di depan orang masih panggil Tuan Muda. Mereka juga pasti curiga kenapa kamu manggil aku begitu," protes Biru.
Langit manyun. "Habis kalau panggil suamiku takut keceplosan di kampus terus semua mahasiswa tahu," timpal Langit.
Biru merona. "Suamiku," pikirnya melambung. "Panggil yang lain saja gitu," saran Biru.
Kali ini Langit lagi cekikikan. "Kayak yang Kanaya panggil, Ilu!" celetuk Langit sambil terkekeh.
Wajah Biru tak main-main ditekuknya. "Kaya nama ulat," protesnya.
"Emang Ilu tahu ulat namanya Ilu? Pernah kenalan? Main bareng?" tanya Langit.
"Ini ulatnya! Ulat Ila!" ledek Biru sambil mencubit gemas pipi istrinya.
Mereka tengah berjalan di gang malam itu untuk meminta surat pengantar dari RT sebagai syarat pembuatan kartu keluarga.
Biru resmi dicoret dari kartu keluarga. Ini bukan lelucon tik t*k, namanya orang sudah menikah tentu buat kartu keluarga sendiri. Meski kesalah Biru sudah pasti akan membuatnya terlibat drama dihapus dari kartu keluarga.
Tiba di rumah Pak RT, Biru dan Langit duduk di ruang tamu. Biru melirik ke atap. Rata-rata atap di perkampungan itu pendek. Biru yang punya tinggi 187 cm tentu terasa sekali bagaimana kepalanya begitu dekat dengan langit-langit rumah.
"Angga Wiguna Bamantara," baca Pak RT di bagian atas surat pindah Biru. Memang di bagian surat atas akan ditulis dulu nama kepala keluarga KK sebelumnya, baru di bawah data keluarga yang pindah.
Biru meneguk ludah. "Ini mah nama Kepala keluarga, ya? Kalau nama ujang yang ini, kan?" tanya Pak RT.
Langit hampir tertawa jika saja ia tak menahan diri saat Pak RT memanggil suaminya ujang. Ujang memang panggilan laki-laki di dalam bahasa Sunda.
Biru melirik Langit dengan tajam. Hanya ia bersyukur Pak RT tak mempermasalahkan nama Bamantara seperti yang Langit jelaskan.
"Banyu Biru Bamantara. Banyu itu air, air biru. Namanya bagus. Ini orang tuanya kreatif," komentar Pak RT. Biru nyengir saja. "Berapa bersaudara?" tanya kepala RT lagi.
"Dua, pak," jawab Biru.
"Nama kakaknya siapa?"
"Damar Surya Bamantara."
"Lha, Kenapa nggak Surya Jingga saja. Kan bagus tuh, air biru dan matahari jingga," lelucon Pak RT.
"Takdir," jawab Biru singkat sambil tersenyum. Langit menyenggol lengan suaminya.
"Ini alamatnya saja di komplek mewah," puji Pak RT sambil mengisi formulir untuk Kartu Keluarga.
"Itu, keluarga saya kerja jadi pembantu dan tinggal di rumah majikan," dusta Biru.
Pak RT mengangguk. Memang banyak orang kaya yang membiarkan pembantu tinggal di paviliun rumah bahkan hingga keturunannya. Contoh saja Pak Karjo yang sudah tiga generasi jadi sopir keluarga Biru.
"Nggak nerusin usaha orang tuanya jadi pembantu dan tinggal di sana?" tanya Pak RT.
Biru menggeleng. "Katanya wajah saya pantasnya jadi model," jawab Biru dengan percaya dirinya.
Kali ini Pak RT tak menanggapi. Ia masih menulis formulir untuk Biru. Tak lama Pak RT terperanjat hingga Langit dan Biru kaget.
"Mana SIMnya?" tanya Pak RT.
Biru lekas mengeluarkan dompet dan memberikan SIM A-nya lalu ia perlihatkan pada ketua RT. "Bukan ini," tolak Pak RT.
"Saya nggak ada SIM C, pak. Adanya SIM A."
"Ini kamu kurang up to date. SIM itu surat izin menginap alias surat nikah," tegas Pak RT.
Biru dan Langit saling tatap dengan wajah kesal. "Bilang saja langsung kali, Pak. Jangan pakai kode segala. Saya pekanya kalau sama istri saja, yang lain nggak," protes Biru.
Langit memperlihatkan buku nikahnya. Melihat buku itu ia masih kesal akibat foto di sana ditempel dengan foto untuk kartu mahasiswa.
"Banyu Biru Bamantara sama Gerhana Langit Gempita. Nanti kalau punya anak namanya siapa?" tanya Pak RT.
"Kalau perempuan namanya Siti Ling Sriwijaya. Kalau laki-laki Armada Garuda Angkasa Pura," celetuk Biru.
Pak RT tertawa. "Kenapa gak sekalian saja Lion Adam Air Asia?"
🌱🌱🌱
KAMU SEDANG MEMBACA
Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)
RomanceIa harus bekerja keras untuk membantu ekonomi keluarga. Hingga suatu hari seorang peramal mengatakan, ia akan menjadi seorang ratu setelah melewati kematiannya sendiri. Nyatanya, ia bertemu dengan putra kedua pimpinan Bamantara Grouph, Biru Bamantar...