"Tuh, Aa sih nawarin servis terus. Di rumah servisan numpuk. Mana Aa kerja pasti capek." Langit memijiti punggung suaminya setelah pria selesai mandi.
"Gak apa-apa. Aku bisa kerjain sehari satu, kok. Lagian mereka kenapa hapenya rusak barengan, sih?"
Langit terkekeh. "Mungkin karena yang benerinnya idola emak-emak di sini. Jadi sengaja dirusakin biar ketemu sama Aa. Kecuali ibunya Sapta," celetuk Langit.
Biru menarik tangan istrinya. Ia tatap wajah Langit lumayan lama lalu tersenyum. "Aku rindu kamu, La. Rindu banget. Padahal tadi pagi juga ketemu," ucap Biru begitu dalam tatapannya.
"Aa lagi ada masalah, ya? Bilang, donk!" Langit mengusap wajah suaminya.
"Iya ada konspirasi, aku tadi ketemu Surya," ungkap Biru.
"Konfrontasi?"
"Iya itu. Dia datang ke bank. Ngetawain aku yang jadi satpam. Kurang kerjaan banget dia, tuh. Katanya CEO, tapi ada waktu julidin orang. Huh, CEO dunia halu yang kayak gitu!" cerocos Biru gak hentinya.
"Terus Aa marah karena dia ledekin?"
Biru mengangguk. "Kesal aku tuh, dia selalu memandang aku rendahan. Padahal kalau aku niat, aku gulingkan dia dari kursi CEOnya."
"Caranya?"
"Datang ke kantornya, pas dia duduk ... gulingkan kursinya. Gampang!" Idenya.
Langit sampai menaikan sudut bibir akibat ucapan Biru. "Ada yang bilang, kita gak akan bisa menutup mulut orang yang merendahkan kita. Meski kita ada di atasnya sekali pun, tetap saja dia akan merendahkan. Masalahnya bukan ada pada diri kita, tapi dia sendiri," nasehat Langit.
Biru mengangguk. "Iya, makanya kubilang tadi, dia yang punya masalah kejiwaan. Kalau aku jadi dia dan sukses dengan jabatan, lebih baik fokus pada kerjaan. Ngapain datang jauh-jauh dari kantor ke bank cuman buat ngajak aku adu mulut."
Jujur Langit juga merasa kesal jika Biru terus direndahkan seperti itu. "Aa bisa buktikan sama dia kalau Aa ini gak seperti yang dia pikirkan. Aa itu cerdas, bisa segalanya. Coba nanti Aa kuliah semakin rajin, ngaji juga yang rajin, pasti diberi jalan."
Biru berbaring di atas tempat tidur. "Kenapa juga aku gak bahas itu. Aku yakin dia sampe sekarang saja iqro satu gak lulus-lulus. Buat apa hidup di dunia lama-lama kalau tabungan akhirat saja gak ada," ucap Biru puas.
"Beda ya murid Pak Syarifudin. Sudah bisa ceramah sekarang." Dengan gemas Langit mencubit pipi suaminya lagi. Biru itu kalau saja umurnya mundur dua belas tahun, Kanaya pasti kalah lucu.
Mendadak Langit teringat sesuatu. "Perasaan Aa sudah janji sama Langit mau cerita tentang keluarga Aa." Padahal itu sudah hampir seminggu Biru menjanjikannya.
"Ouh iya, jadi begini ceritanya."
Biru memulai kisah pertemuan Angga dan Mira di pinggir pantai. Angga yang sedang bingung karena IPKnya turun, bertemu dengan Mira yang bingung IPKnya naik. Mereka ngobrol, say hai layaknya pria tampan dan wanita cantik pertama bertemu hingga saling bicara dan jatuh cinta.
"Pertemuannya semanis itu," komentar Langit.
"Sayangnya habis pernikahan tak begitu. Aku tak tahu jelas apa masalah papah dan mamahku. Mendadak mereka sering bertengkar. Sampai suatu hari mamah kabur dari rumah, membawaku pergi. Kami pergi berdua, naik bus. Tak tahu siapa yang memfitnah, ada yang bilang pada papahku jika kami pergi dijemput seorang pria. Padahal sampai kejadian itu, aku tak pernah sekalipun melihat pria yang dimaksud. Aku gak pernah lepas dari mamah, dia selalu membawaku ke manapun."
"Kenapa tak bilang? Kan Tuan Muda bisa jelaskan."
"Sudah. Papahku tak percaya. Apalagi seorang psikiater bilang kalau ingatanku hanya halusinasi akibat trauma sehingga tak bisa dipercaya. Bodoh memang, dia terlalu takut dengan keluarganya hingga lebih mempercayai orang lain yang tak jelas."
Dulu Biru tak tahu apa alasan ibu dan ayahnya bertengkar. Hanya ketika ia mendengar cerita sebenarnya dari Bu Aini, rasanya sesak. Sebelumnya keluarga itu begitu bahagia. Sampai Angga naik ke atas kursi pimpinan. Tak lama kakaknya meninggal. Datang di acara pemakanan, Angga diperingatkan oleh seorang tetua keluarga Bamantara. Termakan kutukan, Angga mulai berubah.
Apalagi saat tahu jika suatu hari nanti Biru adalah ancaman untuknya dan Surya, Angga ingin mengasingkan Biru. "Aku bersyukur dia tidak membunuhku sejak kecil."
"Jadi, dia pikir suatu hari nanti dia dan Kak Surya akan meninggal tak wajar jika sampai Aa naik jadi pimpinan?" Langit memastikan.
Biru mengangguk. "Hanya, mana ada ibu yang tega membuang anaknya sendiri. Mamah selalu melindungiku. Ia tak pernah memberikan kesempatan papah dekat denganku. Itulah yang membuat Surya cemburu dan berpikir jika mamah lebih sayang padaku."
"Bukannya mamah bisa mempertahankan kalian berdua?"
"Papah tak membiarkan itu. Ia memisahkan kami berdua. Apapun yang Surya yakini, semua hasutan papah dan Tantri."
"Sampai dia membawa Tantri ke rumah dan membuat hidup ibuku semakin menderita. Di sanalah, mamah mulai tak tahan dan kabur dari rumah. Kami pergi ke tempat jauh sekali di mana rumah-rumahnya saling berjauhan dan ada hutan. Kemudian itu terjadi. Beberapa orang meringsak masuk ke dalam rumah dan berusaha merebutku. Mamah melawan dan ditembak."
Menceritakan itu seakan membuka luka dalam hati Biru. "Alasan mamah bertahan di sana untukku dan Surya. Alasan ia pergi juga untuk masa depan kami. Hanya mamah sering bilang, aku jangan pernah menginginkan kekuasaan karena itu membuatku terpisah dan kehilangan kasih sayang. Aku percaya itu, itu yang aku alami. Begitu papah haus kekuasaan, keluarga kami berantakan."
Biru menangis untuk kesekian kalinya di depan Ila. Benar kata orang, seorang pria akan menjadi dua sisi berbeda di depan istrinya. Biru terlihat garang sekaligus menangis lemah hanya di depan Langit.
Tak lama ia berlari ke meja belajar. "Kenapa, A?" tanya Langit melihat gerakan tiba-tiba suaminya.
"Ambil tissue, La. Ingusku hampir keluar, malu," jawabnya sambil mengusap hidung dengan tissue.
🌱🌱🌱
KAMU SEDANG MEMBACA
Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)
RomanceIa harus bekerja keras untuk membantu ekonomi keluarga. Hingga suatu hari seorang peramal mengatakan, ia akan menjadi seorang ratu setelah melewati kematiannya sendiri. Nyatanya, ia bertemu dengan putra kedua pimpinan Bamantara Grouph, Biru Bamantar...