"Selamat sore, Nona Muda!" salam teman-teman Biru. Sarah ingin meracuni geng rusuh itu. Padahal ia dan Langit sudah damai mengobrol di sini. Ada-ada saja cara Biru menemukan Langit hingga memberi pengumuman di BBM grup kampus agar siapa yang melihat Langit wajib lapor pada ajudan Biru.
"Tolong kalian pergi sana. Sadar gak karena kalian oksigen di sini pada kabur? Sesak, gak bisa napas," protes Sarah.
Biru duduk di samping Langit. "Ngapain kamu ganggu dia? Kamu mau mempengaruhi dia supaya jauhin aku? Takut posisi kamu tergantikan?" terka Biru seenak jidat.
"Heh! Kalau ngomong itu ngaca dulu! Mana ada. Kamu mau mati saja aku seneng kok, aku pastiin rayain di diskotik!" sindir Sarah.
"Idih, marahnya imut," goda Rolan sambil mencolek pipi Sarah. Tak ia sangka akan mendapat injakan di kaki dari sepatu sport Sarah yang labelnya berupa ceklis dan itu asli.
"Galakku elegan! Rasakan, tuh!" Sarah seakan puas dengan apa yang ia lakukan pada Rolan.
"Sssst ...." Biru menyimpan telunjuk di bibirnya. Ia memutar kursi agar melihat ke arah Langit. Ditatapnya gadis itu lekat-lekat.
"La, Aa sudah nyoba nahan, tapi gak bisa. Ternyata gak milikin kamu itu sakitnya lebih-lebih daripada gusi bengkak," ucap Biru. Tangannya menarik-narik kaos Randy karena harusnya setelah dialog itu, Randy memberikan buket bunga yang ia titipkan.
Randy mengangguk. Lekas ia berikan buket bunga pada Biru. Buket dengan kertas pembungkus berwarna biru muda senada dengan pitanya itu berisi delapan belas bunga mawar juga baby breath.
"Buketnya warna Biru supaya melambangkan kamu dan aku dalam satu nama abadi. Langit biru," jelasnya.
"Kalau malam bukannya hitam?" celetuk Miki. Biru kontan melirik tajam pada sahabatnya itu. Miki lekas menutup mulut dengan telapak tangannya.
Sarah tak tahu apa lagi yang harus ia katakan untuk mengomentari adegan payah itu. Sama sekali tak ada romantisnya. Bahkan Sarah saja ngantuk menontonnya.
"Langit, kamu mau jadi pacarku?" ikrar Biru. Langit tertegun. Mimpi apa dia semalam hingga ada pria yang menyatakan cinta padanya. Langit memang cantik dan menarik, tapi setelah tahu keadaan keluarganya, pri-pria itu kabur sendiri.
Langit melirik ke arah pria-pria di sekitarnya. Mereka mengangguk-angguk memberi kode seolah akan lebih baik jika Langit menerima. Langit sendiri jelas, dibanding ingin menerima karena suka, ia lebih ingin menerima karena takut. Dendamnya Biru itu sama sekali tak imut, ingat!
Sarah kasihan juga melihat wajah Langit yang merasa terpaksa. Ia tahu harus turun tangan. "Ru! Kalau jadi cowok itu buktikan sama cewek kalau kamu itu gentle! Mana nembak saja satu RT kamu bawa ke sini! Sama cewek keroyokan!" protes Sarah. Rasanya Biru ingin berteriak akibat ada saja yang mengganggu adegan romantisnya. "Ini namanya bukan nembak, tapi maksa!"
Biru memegang tangan Langit. Ia mencoba meyakinkan gadis itu akan perasaanya. "Aku nembak sambil keroyokan biar banyak saksi atas cinta kita, La. Siapa tahu kalau kamu nolak, mereka bantu aku demo," jelasnya.
Lengkap Biru terlihat konyol di depan Sarah. "Tuan Muda tahu kalau ibu Langit sakit-sakitan. Langit harus jagain dia. Langit gak ada waktu pacaran, harus kerja juga. Mungkin Tuan Muda gak akan senang jadi pacar Langit." Ia tak bisa menolak, tapi bisa membuat Biru mundur dengan kenyataan.
"Bikin ibumu jadi ibuku juga gak apa-apa. Aku gak punya ibu. Suruh ibumu sayang sama aku saja, aku senang," timpal Biru.
Tangan Biru mengusap rambut Langit. "Aku tahu kamu kesulitan sendiri selama ini. Kamu hebat, sekarang giliran aku yang bantu kamu," tegas Biru.
Sarah berdiri lalu mundur beberapa langkah dan nyengir geli. "Bantu gimana? Hidupnya saja sudah sering nyusahin orang lain, mana bisa bantu orang," ledek Sarah dengan suara pelan. Syukur Biru tak dengar.
"Langit dengar, ya. Aku mungkin gak berguna, tapi aku bisa belajar. Mamahku bilang, asal ada yang jadi tujuan ... aku pasti bakalan berjuang untuk dapetin itu semua. Selama ini aku gak ada tujuan, La. Namun, sekarang aku punya kamu," tambah Biru.
Rolan, Randy dan Miki langsung bertepuk tangan untuk memancing anggota geng lain bertepuk tangan hingga akhirnya menular ke isi kantin. Mereka semua menyaksikan adegan paling bersejara karena itu pertama kali Banyu Biru Bamantara menembak seorang gadis.
Jauh dalam hati Langit merasa tersentuh. Ia salut karena Biru sama sekali tak mundur meski Langit mengatakan kesulitan hidupnya. Lebih dari itu, belaian Biru di rambut Langit tak tahu kenapa selalu terasa sangat nyaman untuk Langit.
Bunga di tangan Biru diterima Langit. Gadis itu mengangguk. "Kalau nanti Tuan Muda mau mundur, Langit cukup tahu diri," ucapnya sambil menunduk malu.
"Jangan bilang gitu, kita lihat nanti. Meski kamu sibuk dan gak ada waktu. Meski gak setiap hari ketemu, kamu tetap di sini." Biru menyimpan tangan Langit di dada bidangnya. Langit tertegun merasakan debaran jantung Biru yang begitu jelas.
"Bisa rasain? Aku segitu takutnya kamu nolak sampai deg-degan," ucap Biru sambil tersenyum. Dalam pandangan Langit seolah ada kilatan cahaya di sekitar wajah Biru. Pria itu, memperlihatkan sisi manis dari sikapnya. Dia hanya anak kecil kesepian di balik tubuh dewasanya.
🌱🌱🌱
KAMU SEDANG MEMBACA
Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)
RomanceIa harus bekerja keras untuk membantu ekonomi keluarga. Hingga suatu hari seorang peramal mengatakan, ia akan menjadi seorang ratu setelah melewati kematiannya sendiri. Nyatanya, ia bertemu dengan putra kedua pimpinan Bamantara Grouph, Biru Bamantar...