6. uang 2

2.1K 480 21
                                    

Meski tak jadi mengambil pulpen, Langit tetap menunduk. Ia menggigit bagian bawah bibir. Wajahnya memucat dan tubuhnya terasa tegang. Cairan mata juga menghangat.

"Maaf, Tuan. Kalau sekiranya saya punya salah. Saya memang kurang ajar karena tak tahu kesalahan saya apa. Anda tak perlu susah payah mengerjai saya di sini. Biar besok saya bayar di kampus," ucap Langit sambil berlutut di hadapan Biru.

Jangan ditanya lagi, jelas Biru bingung luar biasa. Padahal ia sudah menghafal dialog gombal itu untuk meluruhkan hati wanita. Hasilnya, Langit malah mengira Biru sedang membullynya.

Bola mata Langit bergerak-gerak. Dalam hitungan sepuluh detik, ia mengambil pulpen dan siap mencatat pesanan. "Biar saya kerja dulu sekarang. Besok saya janji akan membayar. Jadi, anda ingin pesan apa?" tanya Langit sambil terisak-isak.

Kali ini Biru jadi ganar sendiri. Ia mengambil buku menu lalu memilih acak makanan yang ia pesan. Sepeninggal Langit, meja tempat Biru berada berubah berisik.

"Ini, tadi dia nolak?" tanya Miki menyimpulkan.

Randy menggeleng. "Kayaknya sih, dia salah paham. Habis gombalan si Biru kurang bermutu," komentar Randy. Kembali ia mendapat toyoran dari Biru.

"Lagian dapat gituan dari mana?" Roland penasaran. Biru mendengus. Tak ingin dia ketahuan membuka blog tentang percintaan di wordpr*ss.

Pelayan lain yang mengantarkan pesanan. Pria-pria itu melahap masing-masing semangkuk ramen berserta sushi. Hanya Biru memperhatikan Langit yang masih terisak-isak menunggui meja kasir. Ia tak pernah makan sembarangan dam lebih parah karena merasa bersalah telah membuat gadis itu ketakutan.

"Sudah abis, ayok bayar!" seru Randy. Pria itu bersiap menuju kasir, tapi langsung Biru tahan.

"Aku traktir," tekan Biru. Ia berdiri kemudian berjalan menuju meja kasir untuk membayar. Melihat Biru berjalan mendekat, lagi Langit merasa takut. Kakinya mendadak menjadi dingin.

"Aku ke sini mau bayar, bukan mau ngerampok. Kecuali kamu izinkan aku merampok hatimu," ucap Biru.

Langit tak bergeming. Ia hanya mengambil bill yang Biru simpan di meja kasir. "Tiga ratus sembilan puluh lima ribu," ucap Langit.

Biru memberikan uang empat ratus ribu rupiah pada Langit. Karena tak ingin berlama-lama, ia langsung membuka laci mesin kasir untuk memberi kembalian. Namun, di sana tak ada uang lima ribuan ke bawah.

Langit berdeham. "Maaf, itu ... apa Tuan punya uang lima ribu? Biar saya kembalian sepuluh ribu," jelas Langit.

Biru mengangkat alis dan terlihat bingung. Justru itu membuat Langit heran. "Iya. Jadikan kembalian Tuan Muda lima ribu di sini, tapi tak ada receh lima ribuan. Biar pas, Tuan muda beri saya lima ribu, nanti saya kembalikan sepuluh ribu."

Biru tertegun, kemudian meneguk ludah. Giliran ia yang kebingungan juga malu. "Maaf, uang lima ribu itu kayak apa?" tanyanya polos.

Langit ingin tertawa, tapi takut mati. Bagaimana bisa ada di dunia ini, orang tidak tahu bentuk uang lima ribuan. "Itu, kalau uang seratus ribu merah, lima puluh itu yang biru dan dua puluh hijau. Yang ungu, sepuluh ribu dan lima ribu itu warna kuning," jawab Langit sambil memperlihatkan setiap nilai uang dari mesin kasir kecuali uang lima ribu.

"Ouh, jadi warna-warni, ya? Kupikir merah semua." Biru terlihat terpana melihat uang-uang itu.

Langit hanya bisa tersenyum miris. Di saat melihat uang merah langka bagi Langit, justru Biru hanya melihat semua uangnya berwarna merah.

"Terus nyari uang kuning begitu dari ATM mana?" tanya Biru.

Langit rasanya ingin menepuk jidat. Apa pria ini seumur hidup tak pernah berurusan dengan uang yang sering Langit susah payah cari? "Di ATM hanya ada uang seratus ribu dan lima puluh ribu. Uang ini biasanya bisa didapat dengan pergi ke bank langsung, Pak," jelas Langit.

Biru menganggukan kepala. "Ouh, gitu, ya? Terus kalau mendapatkan kamu gimana caranya?" tanya Biru sambil tersenyum.

Di sana rasanya Langit malah jadi berdebar. Bukan karena suka, tapi takut. Pria ini terlalu blak-blakan dan itu membuat Langit jadi membayangkan yang bukan-bukan. "Maaf, Tuan aku ini anak ibuku," tegas Langit.

"Houh, Ibu kamu cantik kayak kamu enggak?"

"Ibu saya perempuan pasti cantik. Kalau ganteng, itu laki-laki," timpak Langit.

Di sana Biru tiba-tiba tertawa puas. "Kamu lucu banget, sih," puji Biru. Padahal Langit bingung di mana bagian lucunya.

"Hei, buruan! Ini mau bayar!" protes seseorang di belakang. Biru berbalik. "Lama banget, sih? Buruan!" tegas orang itu.

"Heh! Kami sudah nyewa restoran ini. Jangan macem-macem," tegas Biru.

"Maaf, Tuan. Biar pelanggan itu dulu. Dia tadi pesan untuk take away. Tak apa, 'kan?" pinta Langit.

"Demi kamu apa sih yang enggak," timpal Biru sambil bergeser.

Langit langsung memasukan list pesanan pria itu. "Seratus tiga puluh ribu, Pak," ucap Langit. Pria itu langsung memberikannya uang dua lembar ratusan. Namun, saat mengambil uang itu malah sengaja mengusap tangan Langit.

Biru yang melihat itu kontan kesal dan menonjok pipi pria itu. "Dasar tuan keladi! Beraninya kamu sentuh tangan gebetanku!"

Bride Of The Heir (Mr. Tajir Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang