SEMBILAN PULUH EMPAT

1.4K 100 1
                                    

Don't forget for vote and comment..

Enjoy the story :)

_________________________________

Kejadian di lokasi tak berpenghuni itu membuat kehebohan besar pada masyarakat. Warga sekitar lokasi tersebut berbondong-bondong mendatangi lokasi untuk melihat kejadian tersebut secara langsung. Para wartawan pun tak mau kalah dan segera datang ke lokasi. Para polisi dengan cepat mengamankan tempat kejadian, membatasi para warga dan wartawan untuk mencari tahu lebih dalam. Namun, para wartawan dengan mudahnya berhasil menemukan semua informasi mengenai kejadian tersebut. Membuat semua pihak terkejut dengan berita yang menimpa pemimpin Dinata Corp tersebut. Tagar pencarian 'Serangan pada keluarga Dinata' menjadi nomor satu dalam beberapa jam.

Bak pesawat jet, para wartawan kini memenuhi area depan rumah sakit. Mereka menanti kabar secara langsung dari pihak keluarga Dinata. Penjagaan yang ketat tampak di seluruh bagian rumah sakit, atas perintah Ragata mereka semua ditugaskan agar tak ada pihak dari media manapun yang membobol masuk. Kondisi Devano belum ada kejelasan sama sekali setelah dua jam berada di ruang perawatan, sehingga dia memilih membatasi semuanya untuk para wartawan.

Aleta mematikan ponselnya setelah menghubungi orang tua dan kakaknya. Sekilas dia melihat beberapa media sosialnya yang dipenuhi berita kejadian yang beberapa waktu lalu terjadi. Untuk sekian kalinya dia menghela nafas, menatap pada Ragata yang duduk cepat menanti kabar mengenai kondisi ayahnya. Dia melangkah mendekat, duduk disamping pria itu dan bersandar pada bahu yang kini terkulai lemas.

"Semuanya akan baik-baik saja." katanya, untuk kesekian kali.

Ragata meraih tangan Aleta dan menggenggamnya. "Aku harap akan begitu." balasnya sambil menatap Aleta dengan senyum tegar.

Aleta mengangguk pelan. Pria itu memang tak menangis, namun Aleta tahu jika Ragata merasa sangat sedih melihat kondisi Devano yang terluka parah. Belum lagi, beban perasaan bersalah karena tidak bisa melindungi orang tuanya, membuat Ragata semakin kalut. Meski begitu, pria itu berusaha setegar mungkin saat ini. Aleta tahu, Ragata hanya tak ingin membuat keadaan semakin memburuk jika dia meluapkan perasaannya saat ini. Dan itu membuat hatinya ikut merasakan sakit juga.

"Mau aku belikan sesuatu yang hangat?" tanya Aleta lagi.

Ragata menggeleng pelan, tangannya tetap menggenggam tangan Aleta. "Tidak perlu, aku hanya memerlukanmu disini."

"Baiklah." Aleta kembali bersandar di bahu Ragata, membiarkan pria itu kembali pada pikirannya sendiri. Keluarga Dinata yang lainnya tengah menuju ke rumah sakit bersama Ha Joon. aleta mengeratkan genggaman tangan pada tangan Ragata, sedangkan sebelah tangannya yang lain mengusap lengan pria itu dengan lembut.

"Apa kau terluka?" Situasi yang kacau beberapa waktu lalu membuatnya tak sempat memikirkan apapun, dia bahkan lupa untuk menanyakan kondisi Ragata .

"Aku baik-baik saja." balas Ragata.

Aleta menghela nafas lega, "Syukurlah. Maaf."

"Kenapa meminta maaf?" Ragata menatap Aleta yang menegakkan tubuhnya.

Aleta sedikit mengedikkan bahunya, "Karena aku tak bertanya sejak awal."

Ragata tersenyum, "Aku baik-baik saja, sungguh."

Aleta balas tersenyum, "Aku akan percaya itu."

"Kakimu bagaimana? Masih terasa sakit?" kini Ragata menatap pada kaki Aleta yang di perban. "Kau harusnya pulang ke rumah dan beristirahat."

"Kakiku baik-baik saja, hanya terluka kecil." Aleta menggoyangkan kakinya pelan. "Lagipula aku ingin disini menemanimu. Ayahku juga akan datang kesini."

INFINITY LOVE - #3 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang