Don't forget for vote and comment..
Enjoy the story :)
____________________________________
"Bagaimana, pak? Cocok kan tempatnya?"
Ragata mengangguk sambil menatap tempat tersebut. "Cocok sekali. Sesuai dengan di gambar." katanya, menatap Herman sekilas sebelum kembali memandang sekitar.
Tempat tersebut begitu hijau dengan batuan-batuan besar yang mengelilinginya. Tanah seluas 5 hektar tersebut begitu asri, khas selayaknya alam pedesaan. Tak jauh dari tempat Ragata berdiri, sebuah air terjun tinggi terpampang indah. Di sisi lain terdapat area persawahan luas milik warga, juga hutan jati. Sedangkan ke arah lainnya, terdapat sebuah jalan setapak berpasir untuk menuju pantai terpencil. Tempat tersebut mencakup banyak aspek wisata alam, juga keindahan yang mampu memanjakan mata setiap orang yang datang.
Tidak salah dia bersikeras menginginkan tempat ini untuk setting program mereka. Tinggal di bangun set perkampungan rumah penduduk, maka tempat ini akan seketika merealisasikan impiannya.
"Bapak mau lihat pantainya?" tanya Herman. Ragata hanya mengangguk, kemudian mereka berjalan melewati jalan setapak berpasir tersebut. Hanya butuh waktu 5 menit untuk sampai di pantai.
Pantai tersebut sangat terpencil, karena dikelilingi oleh tebing curam dan pulau bebatuan besar. Pasir putih pantai tersebut terlihat berkilau terkena cahaya matahari. Ragata mengalihkan pandangannya ke arah saung sederhana dimana seluruh kru yang lain beristirahat. Mereka memang sudah terlebih dahulu menuju tempat ini disaat Ragata dan Herman berkeliling lokasi.
"Kita harus selesaikan semua izin penggunaan lokasi ini sebelum kembali." kata Ragata, menatap Herman.
Herman mengangguk, "Iya, pak. Dan sepertinya kita membutuhkan anggota keamanan untuk syuting nanti, pak. Saya takut hal seperti tadi terulang lagi."
Ragata mengangguk setuju, "Aku akan membicarakan ini dengan Hiro nanti." sahutnya. "Setelah istirahat kita mulai menata perencanaan set-nya."
"Baik, pak."
Mereka pun berjalan menuju saung dimana seluruh kru berada. Ragata menatap lapar hidangan laut yang dibawakan oleh beberapa warga. Sebenarnya pantai tersebut sangat indah, dan warga pun sebenarnya membuka pantai tersebut untuk tempat wisata, hanya saja keberadaan preman-preman tadi membuat pantai tersebut tidak pernah dikunjungi oleh siapapun. Semua infrastruktur sudah memenuhi kriteria tempat wisata, ada sebuah penginapan sederhana yang letaknya tak jauh dari pantai, juga kios-kios pedagang makanan laut yang menggugah selera pun ada. Pantai ini sangat cocok didatangi oleh pengunjung yang menginginkan ketenangan namun dengan biaya murah.
"Kau terlihat sangat kelaparan." cibir Aleta yang sedari tadi memperhatikan tingkah Ragata.
"Memang." sahut pria itu. "Aku tidak sarapan tadi pagi."
Aleta mendengus, "Suruh siapa kau bangun siang dan melewatkan sarapanmu."
Ragata menatap Aleta dan mencebikan bibirnya, "Iya, maaf. Seharusnya semalam aku tidak bermain game hingga tengah malam."
"Urusanmu." Aleta mengedikkan bahunya. "Kenapa harus minta maaf padaku?"
"Karena ini sudah ke-10 kalinya kau membahasnya, Aleta." Ragata menghela nafas. "Aku minta maaf karena tidak memakan sarapan yang kau buat tadi, malah jadi mubazir."
"Itu makananmu ini. Aku hanya memasakannya." Aleta menatap teman-temannya yang sudah memulai makan siang di salah satu kios makanan. "Jadi mubazir juga, kenapa aku harus marah." katanya lagi, lalu melangkah menuju tempat tersebut bersama Ragata.
KAMU SEDANG MEMBACA
INFINITY LOVE - #3 [COMPLETED]
Romansa--Seri Ketiga 'The Way of Love: Destiny'-- Ragata Adya Dinata seorang pria kaya, tampan, dan rupawan. Pria yang memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi itu tak dapat lagi ditolak pesonanya. Sikapnya yang hangat dan romantis mampu membuat wanita...