ENAM PULUH LIMA

1.1K 121 3
                                    

Don't forget for vote and comment..

Enjoy the story :)

_______________________________

ALETA mengerang perlahan, merasakan kepala kembali berdenyut saat membuka mata. Tubuhnya terasa tak nyaman, juga rasa di belakang tubuhnya membuatnya semakin mengerang. Matanya mengedar menatap ruangan yang ditempatinya, mencoba mengenali ruangan asing itu. Seingatnya dia tengah berada di bawah hujan sebelum kesadarannya hilang. Lalu dimana dia sekarang?

"Selamat pagi." Ragata melangkah mendekati ranjang. Tersenyum lembut menatap Aleta yang tengah menatapnya penuh tanda tanya. Wajah gadis itu masih terlihat sangat pucat dan lemas. "Kau pingsan kemarin, jadi aku membawamu kesini." katanya sebelum Aleta bertanya sedikitpun. Dia kemudian meletakkan nampan berisi semangkuk bubur diatas nakas.

"Kau harus makan dulu setelah itu minum obat dan beristirahat."

Aleta memejamkan matanya sesaat menahan denyutan di kepala. "Aku merepotkanmu." alisnya berkerut saat memperhatikan pakaian yang tengah digunakannya. Jika tidak salah dia tidak memakai baju ini kemarin. "Siapa yang mengganti pakaianku?" tanyanya.

Ragata menatap gugup, "A-aku. Tunggu! Sebelum kau marah aku akan menjelaskan semuanya. Aku tidak bermaksud apapun, aku hanya ingin--"

"Aku mengerti. Terimakasih." kata Aleta, memotong ucapan Ragata. Senyum kecil muncul di wajah pucatnya. Aleta percaya pada Ragata. Pria itu tidak mungkin berbuat jahat kepadanya, makanya dia tidak berpikiran negatif saat mengetahui jika Ragata yang mengganti pakaiannya. Ragata pasti terpaksa melakukan itu demi kebaikannya.

"Kau tidak marah padaku?" Ragata menatap Aleta tak percaya. Dia takut jika Aleta akan marah besar kepadanya karena tindakannya kemarin.

Aleta menggeleng lemah, "Kau sudah membantuku, kenapa aku harus marah padamu? Kau pasti akan melindungiku termasuk dari dirimu sendiri kan?"

Ragata bernafas lega, hingga tak ayal membuat senyum di wajahnya terbit. "Syukurlah, kukira kau akan marah besar padaku karena aku menggantikan pakaianmu."

"Aku tidak marah."

"Kalau begitu kau harus makan dulu supaya bisa minum obat." Ragata meraih mangkuk bubur tersebut, mengaduknya dengan sendok perlahan. "Biar aku suapi." katanya dengan senyum khasnya.

Aleta tersenyum kecil, tak bisa menolak apa mau pria itu. Lagipula tubuhnya sudah terlalu lemas untuk berdebat dengan Ragata. Dia membuka mulutnya perlahan ketika Ragata menyuapinya. Meskipun merasa mual, dia tetap memaksakan bubur tersebut masuk ke dalam tubuhnya. Dia harus bisa segera pulih agar mereka bisa kembali ke rumah. Semakin lama mereka disini, semakin banyak juga pekerjaan mereka yang tertunda.

"Dimana kak Leo?" tanyanya pelan.

"Leo ada di kamar sebelah." Ragata kembali menyuapkan bubur di tangannya pada Aleta. "Apa buburnya enak?"

Aleta menggeleng lesu, "Rasanya hambar."

Ragata memiringkan kepalanya, kemudian memasukkan sesuap bubur tersebut ke dalam mulutnya. "Buburnya terasa gurih. Mungkin karena kau sedang sakit makanya rasa buburnya hambar."

"Mungkin saja." bahkan Aleta hanya bisa merasakan tekstur buburnya saja. "Maaf aku jadi merepotkan kalian." katanya sendu.

"Tidak masalah. Tapi lain kali jangan memaksakan dirimu seperti kemarin. Kau benar-benar membuatku khawatir, Ta." Ragata menatap lembut, sebelah tangannya yang bebas mengusap puncak kepala Aleta. "Aku takut aku gagal menjagamu." katanya lagi, dalam dan penuh perasaan.

Hanya sebuah kata sederhana, namun entah mengapa mampu membuat jantung Aleta berdebar lebih kencang. Ada rasa bahagia, hangat, dan juga sensasi yang tak bisa diterjemahkannya saat ini.

INFINITY LOVE - #3 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang