LIMA PULUH DUA

1.1K 124 18
                                    

Don't forget for vote and comment..

Enjoy the story :)

__________________________________

"Aku tidak ingin pergi dari sini!" Jihoon menegakkan tubuhnya, menatap nyalang ayahnya. Semua orang yang ada di ruangan tersebut seketika menatapnya terkejut, kecuali Ha Joon yang memang sudah memprediksi reaksi putranya dari awal.

"Kau harus kembali ke Korea suka atau tidak suka." Ha Joon menatap Jihoon tajam. "Tidak ada hal penting yang harus kau kerjakan disini. Jadi lebih baik kau kembali ke Korea dan mengurus perusahaanmu disana."

Jihoon mengeraskan rahangnya, "Kenapa kau selalu mengusirku dari sini?" tanyanya. "Aku berhak berada dimanapun aku mau." desisnya.

"Tapi tidak di negara ini." sahut Ha Joon tenang. "Kau harus kembali ke Korea secepatnya. Aku tidak pernah melarangmu pergi dan menetap dimanapun, tapi Indonesia adalah pengecualian." dia kemudian menegakkan tubuhnya, lalu melangkah pergi.

Iris ikut menegakkan tubuhnya dan segera melangkah menyusul suaminya. Kini di ruangan tersebut hanya ada Jihoon, Alvin, dan Elva. Jihoon mengepalkan tangannya, menahan emosi yang siap meledak kapanpun. Sedangkan Elva yang sejak tadi menyimak, tersenyum mengejek pada saudara tirinya itu. Meskipun dia sendiri tak tahu apa alasan Ha Joon menyuruh Jihoon pergi, tapi menurutnya itu cukup menguntungkan untuknya. Keberadaan Jihoon di rumah ini hanya bisa membuatnya risih dan kesal. Pria itu selalu menyainginya dalam mengelola perusahaan milik ibunya, dan dia tidak mau posisinya sewaktu-waktu di rebut oleh Jihoon.

"Ayahmu benar. Lebih baik kau cepat pergi dari sini dan jangan pernah kembali." Dia menegakkan tubuhnya, menatap Jihoon mengejek.

Jihoon melirik Elva tajam, tanpa mau membalas perkataan wanita gila itu yang berlalu pergi. Elva selama ini selalu menganggapnya sebagai saingan yang akan merebut perusahaan ibunya. Padahal dia sama sekali tidak ingin merebut apapun milik wanita itu. Dia seorang pengusaha besar, dan seluruh perusahaan miliknya di Korea sudah sangat cukup memuaskan dirinya.

Alvin hanya menggeleng pelan melihat tingkah kakak perempuan. Dia ikut menegakkan tubuhnya dan berjalan menghampiri Jihoon yang masih berdiri di tempatnya. Tangannya menepuk pelan bahu Jihoon dan berkata pelan, "Maafkan ucapan kakakku. Dia memang seperti itu."

"Kenapa kau yang meminta maaf?" Jihoon menatap Alvin. "Kau tidak melakukan kesalahan apapun, jadi berhentilah meminta maaf atas nama kakakmu." katanya lagi, lalu melangkah pergi meninggalkan Alvin yang tertawa pelan.

Jihoon melangkah cepat menuju mobilnya yang terparkir di halaman depan. Dia terdiam beberapa saat di depan mobilnya, menghela nafas panjang sambil memejamkan kedua matanya. Nafasnya yang memburu perlahan menghilang, dan setelah emosinya kembali stabil, dia merapikan jas merah muda yang tengah di pakainya lalu masuk ke dalam mobil.

Jika ayahnya ingin dia kembali ke Korea, maka dia akan melakukan apapun untuk tetap berada di negara ini.

Jihoon melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju sebuah hotel bintang lima ternama. Hari ini dia harus menghadiri resepsi pernikahan sahabatnya dan menjadi bridesmaid, makanya dia harus datang lebih awal dari jam yang sudah ditentukan. Mobil sport itu berhenti tepat di depan lobby hotel yang belum terlalu ramai. Jihoon keluar dari dalam mobilnya dengan cepat, menyerahkan kunci mobilnya pada petugas valet, lalu masuk ke dalam hotel.

Jihoon mengernyit kecil, mencoba mengenali seorang gadis dengan gaun merah yang cukup seksi. Gadis itu berdiri di depan lift dengan sebelah tangannya memegang ponsel di dekat telinga.

"Aleta?" panggilnya ragu. Gadis di depannya itu spontan berbalik dan menatapnya terkejut. Dia kini bisa melihat dengan jelas sosok Aleta yang tampil sangat cantik. Jika gaun biru yang dikenakan Aleta pada acara keluarga Dinata terlihat anggun, kini gaun yang digunakan Aleta membuat gadis itu terlihat sangat elegan.

INFINITY LOVE - #3 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang