DELAPAN PULUH SEMBILAN

994 101 0
                                    

Don't forget for vote and comment..

Enjoy the story :)

________________________________

"SIALAN!" Ivan melemparkan semua benda yang ada di atas meja kerjanya ke lantai, membuat kebisingan memenuhi ruangan itu. Pecahan kaca dan benda lainnya kini memenuhi lantai saat Ivan kembali menendang kursinya.

"Kenapa bisa terjadi seperti ini?!" teriaknya penuh amarah. "Aku tidak peduli jika mereka ditangkap polisi, yang aku pedulikan adalah siapa yang membocorkan rahasia ini?! Sialan!"

Mike hanya diam di tempatnya. Dia tak memiliki jawaban apapun untuk Ivan. Dia sendiri pun bingung siapa yang telah mencari tahu rahasia mereka hingga seakurat ini. Meski keberadaan mereka tidak sampai diketahui oleh polisi hanya saja mereka harus mulai waspada karena mungkin saja akan ada serangan kedua yang menjatuhkan mereka. Jika seseorang itu bisa mencari tahu keterlibatan Isabell dengan kasus Iris, itu berarti seseorang itu juga bisa mengetahui keterlibatan Ivan di dalamnya.

"Cari tahu siapa orang dalam yang membocorkannya." Ivan begitu optimis pada kinerja dirinya dan juga anak buahnya terutama Mike. Tak akan ada satu informasi pun yang bisa bocor dari mereka, kecuali ada seseorang yang berkhianat kepadanya. Dan sekarang dia yakin pasti ada seseorang yang berkhianat diantara anak buahnya.

Mike mengangguk patuh atas perintah tuannya. Dia melangkah pergi bersamaan dengan Evan yang memasuki ruangan itu. Pria itu tertawa mengejek melihat ruang kerja ayahnya yang berantakan. Senyum sinis di lemparkan pada sosok ayahnya yang sombong dan terlalu percaya diri.

"Kau kalah? Lagi?" Evan terkikik geli melihat wajah ayahnya yang seperti kerbau marah. Dan kata-kata sindirannya semakin membuat Ivan memerah karena amarah.

"Untuk apa kau kemari?" Ivan duduk diatas kursinya, masih dengan marah. Namun matanya menatap Evan penuh tanda tanya.

Evan tersenyum, sebelah tangannya asik memainkan kalung di lehernya. "Aku hanya ingin mengingatkan saja jika gadis itu adalah milikku. Jangan pernah menyentuhnya sedikitpun."

Senyum licik di wajah ivan seketika muncul, "Kau ingin gadis itu baik-baik saja?" tanyanya, membuat wajah Evan mengeras. "Aku akan melepaskan gadis itu untukmu, jika kau bisa membunuh Devano untukku." katanya lagi.

"Kau mengancamku? " Evan mengepalkan kedua tangannya. Matanya mengkilat penuh amarah, namun tatapan tajamnya tak mampu meluntur senyum licik di wajah ayahnya.

Ivan mengangkat bahunya, "Itupun kalau kau mau gadis itu baik-baik saja."

Wajah Evan berkedut menahan amarah. "Oke, aku akan melakukan apa yang kau mau." katanya. "Jika kau berani menyentuhnya sedikitpun, aku akan marah." seringai muncul di wajahnya.

"Tentu saja." Ivan balas menyeringai. Dia sangat mengerti bagaimana sifat putranya itu. Meski tanpa sopan santun kepadanya, Ivan tahu seperti apa temperamen putranya itu.

Evan kemudian berlalu pergi dengan membanting pintu, tak peduli dengan wajah kesal ayahnya. Ivan bersandar pada kursinya, menatap pintu yang baru saja tertutup dengan dingin. Dia harus mencari tahu secepatnya siapa yang membocorkan rahasia mereka, sebelum hal buruk lainnya terjadi. Siapapun itu, dia akan membunuhnya dengan cara paling keji.

Di sisi lain, di sebuah mansion mewah. Sherine menatap santai pria yang tengah asyik menonton acara televisi, ditemani secangkir teh hangat dan puluhan toples berisi manisan. Sesekali Sherine menyeruput teh hijau yang entah sejak kapan disukainya. Sedangkan matanya terus menatap sosok pria yang kini tengah tertawa lepas hingga mata abu-abunya berair.

"Tuan, Anda tidak akan pergi kemanapun hari ini?" tanyanya, membuat pria itu mengalihkan pandangan padanya.

"Aku malas." Darren Wiggins menjawab santai sebelum kembali menatap layar televisi.

INFINITY LOVE - #3 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang