Don't forget for vote and comment..
Enjoy the story :)
___________________________________
Setelah kejadian, Iris dan Elva segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pengobatan atas luka tembak di kaki yang mereka alami. Tentunya dengan pengawasan dan pengawalan dari pihak polisi untuk mencegah kedua kabur. Saat ini, Iris dan Elva ditetapkan sebagai tersangka atas penculik dan kekerasan terhadap Aleta. Sedangkan Alvin yang saat ini tengah berada di kantor polisi di tetapkan sebagai saksi untuk kasus ibu dan kakak kandungnya.
Kasus tersebut tidak akan berjalan mudah, tentu saja. Banyak hal perlu diselidiki untuk bukti di pengadilan nanti. Ha Joon berada disana bersama Alvin, meski hanya sekedar menemani jalannya proses penyelidikan terhadap Alvin, Ha Joon tetap menunggu dan menemani Alvin.
Dua jam berlalu dan Alvin kini bisa duduk bersamanya di ruang tunggu kantor kepolisian. Dia mendorong sebuah gelas kertas berisi kopi hangat untuk Alvin, berusaha menenangkan Alvin. Tak ada pertanyaan apapun yang dia lontarkan pada Alvin, meski ingin, dia harus menahan itu untuk waktu lain. Toh, berjalan waktu dan persidangan di tetapkan dia akan mengetahui semua pokok permasalahannya atau sebelum itupun pengacaranya akan mengatakan semuanya secara jelas padanya.
Tapi tidak menurut Alvin. Dia merasa harus menjelaskan semua yang terjadi saat ini juga sebelum Ha Joon mengetahui semuanya dari orang lain. Terlebih dia merasa sangat bersalah pada Aleta. Jika saja sejak awal dia mengatakan apa yang diketahuinya pada Ha Joon ataupun Jihoon, pastinya Aleta tidak akan mengalami semua hal menyakitkan ini. Bahkan gadis itu tidak akan terbaring di rumah sakit dengan luka yang sangat parah.
"Jihoon sedang dalam perjalanan pulang, mungkin dia akan sampai besok pagi di rumah." suara berat Ha Joon yang terdengar lelah menginterupsi pikiran Alvin. Alvin mendongak dan tersenyum kecil menatap pria di depannya itu. "Sepertinya kita akan ke rumah sakit terlebih dahulu untuk melihat kondisi Aleta." katanya lagi.
"Ayah, aku minta maaf." ujar Alvin tiba-tiba, membuat Ha Joon mengernyit bingung.
"Kenapa kau minta maaf pada ayah?" Ha Joon membungkukkan tubuhnya dan menatap Alvin yang kini menunduk penuh rasa bersalah. "Kau tidak seharusnya meminta maaf atas kejahatan yang dilakukan ibu dan kakakmu."
Alvin mendongak menatap Ha Joon, "Tidak, bukan itu maksudku. Tapi aku juga meminta maaf atas nama mama dan Elva."
"Kau tahu kau tidak perlu melakukan itu. Semua itu bukan salahmu." kata Ha Joon, menatap tegas. Alvin seringkali meminta maaf atas sesuatu yang bukan kesalahannya, dan banyak dari itu adalah kesalahan kakak atau keluarganya. Ha Joon tidak membenci sikap itu, hanya saja terkadang merasa jengkel dengan sikap tanggung jawab Alvin yang tak seharusnya diberikan pada sembarang orang.
"Aku minta maaf karena tidak memberitahu semuanya sejak awal. Jika saja aku mengungkapkan semuanya pada ayah, setidaknya aku memiliki seseorang yang bisa membantuku untuk menjaga Aleta." Alvin mengeraskan rahangnya, menahan amarah dan kekecewaannya pada dirinya sendiri.
"Kau tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri, Alvin."
Alvin meremas kedua tangannya. Dia tak tahu harus memulai darimana untuk memberitahukan Ha Joon jika Aleta adalah putrinya. "Sebenarnya--mama dan Elva tahu jika ayah memiliki seorang anak perempuan." katanya terbata.
Ha Joon melebarkan matanya, terkejut sekaligus bingung. "Apa maksudmu?"
"Yang aku tahu jika mama dan Elva menguping ayah berbicara dengan pak Devano, dan dari sana mereka tahu jika ayah memiliki seorang putri. Mama sengaja mencari tahu siapa putri ayah, dan mereka menemukannya--"
KAMU SEDANG MEMBACA
INFINITY LOVE - #3 [COMPLETED]
Romans--Seri Ketiga 'The Way of Love: Destiny'-- Ragata Adya Dinata seorang pria kaya, tampan, dan rupawan. Pria yang memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi itu tak dapat lagi ditolak pesonanya. Sikapnya yang hangat dan romantis mampu membuat wanita...