TIGA PULUH TUJUH

1.1K 113 3
                                    

Don't forget for vote and comment..

Enjoy the story :)

___________________________________

"Aku akan menyampaikan semua yang kau katakan tadi pada yang lainnya." Aleta membereskan barang-barangnya sambil menatap Ragata yang duduk santai di atas sofa. Sekali lagi dia menatap catatan yang dibuatnya bersama Ragata di dapur tadi, memastikan jika tidak ada yang terlewat. "Tidak ada tambahan lagi kan?"

Ragata menggeleng, "Tidak ada. Sudah cukup." balas Ragata setelah menyesap wine di tangannya. "Aku akan pergi malam ini ke lokasi jadi aku akan pulang ke rumah. Ada barang-barangmu yang perlu aku bawa?" tanyanya.

Aleta berpikir sesaat, "Sepertinya tidak. Semua barang yang kubutuhkan sudah aku siapkan di kamar. Kau hanya tinggal membawanya." katanya. Mereka sudah sepakat untuk berangkat ke lokasi syuting bersama nanti malam, jadi Ragata akan kembali ke rumah untuk mengambil beberapa barang dan menjemputnya di kantor nanti.

"Baiklah." Ragata menganggukan kepalanya, lalu menatap kearah Alvin yang duduk di hadapannya. "Aku bisa minta tolong untuk mengantarnya pulang kan?" tanyanya.

Alvin mengangguk, "Tentu saja. Aku akan mengantarnya." balasnya. Ragata tersenyum.

Aleta menatap kearah Alvin tak nyaman, "Ah, tidak perlu. Aku bisa kembali ke kantor dengan taksi."

"Tidak masalah. Lagipula aku ingin mengantarmu." Alvin menatap Aleta dan tersenyum.

"Aku tidak ingin merepotkanmu."

"Kau tidak merepotkan, aku senang melakukannya."

Ragata mendengus memperhatikan bagaimana Alvin bersikeras mengantar Aleta kembali ke kantor. Bocah itu sepertinya akan cukup sulit disingkirkannya. Meskipun baru melihat sekilas, dia sadar keinginan Alvin begitu kuat pada Aleta. Jika saja Alvin bukan anak tiri Go Ha Joon, apalagi anak penyihir wanita itu, dia pasti akan membantu Alvin mendapatkan Aleta. Sayangnya Alvin adalah anak kedua orang licik itu. Oh satu lagi, dia lupa jika Alvin memiliki seorang kakak perempuan yang begitu terobsesi terhadapnya. Kakaknya, Elva, selalu mengejarnya di setiap ada kesempatan. Bahkan pernah satu kali wanita itu berusaha menjebaknya supaya bisa menikahinya. Benar-benar keluarga mengerikan.

"Ta, aku akan kembali ke kantor sekarang." Kata Aleta, menyadarkan lamunan Ragata.

Ragata mengangguk, "Hati-hati."

"Kabari aku jika ada sesuatu yang lain." Aleta menyentuh dahi Ragata sekali lagi. "Kau tidak demam lagi. Mungkin karena kau sudah makan ya?"

"Sepertinya iya." Ragata terkikik.

Aleta mendengus, senyum kecil muncul di sudut bibirnya. "Berarti kau tidak sakit, tapi hanya kelaparan." cibirnya. "Aku pergi dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Aleta melangkah keluar dari dalam apartemen tersebut bersama Alvin. Mereka melangkah bersama memasuki lift, menuju basement. Aleta menunduk menatap sepatunya, bingung harus berbuat apa saat ini. Dia juga tidak tahu harus membuka pembicaraan apa dengan Alvin. Rasanya serba salah jika dia harus membicarakan hubungannya dengan Ragata seperti apa, toh Alvin juga belum tentu percaya sepenuhnya kepadanya.

"Kau sudah mengenal pak Ragata sejak lama?" Tanya Alvin, membuka pembicaraan. Aleta mendongak, menatap Alvin.

"Bisa dibilang begitu." Aleta tersenyum gugup. Sebenarnya kenapa dia harus menutupi fakta jika dia dan Ragata baru mengenal beberapa bulan saja?

"Pantas kalian bisa sedekat itu." Alvin menghentikan langkahnya di depan sebuah mobil sesampainya mereka di basement. Dia membukakan pintu mobil bagian depan untuk Aleta, dan membiarkan gadis itu masuk ke dalam mobil terlebih dahulu. Lalu setelahnya dia memutari mobil dan masuk ke dalam mobil.

INFINITY LOVE - #3 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang