Don't forget for vote and comment..
Enjoy the story :)
__________________________________
Seoul, Korea Selatan.
Bandara Internasional Incheon sesibuk biasanya. Hilir mudik penumpang selalu terlihat ramai dan sesak, penuh dengan bawaan. Dari pintu kedatangan, tubuh tegap Jihoon melangkah mantap, dengan sebuah koper yang ditariknya di tangan kanan dan sebuah tas kecil di tangan lainnya.
Iya, Jihoon kali ini harus menyerah dan mengalah lagi pada ayahnya. Bagaimanapun keras kepalanya, tidak akan pernah bisa mengalahkan keras kepala ayahnya. Darah memang lebih kental dari air, juga buah tidak akan pernah jatuh jauh dari pohonnya. Sifat keras kepalanya sudah jelas menurun dari ayahnya, namun tetap saja kekeras kepalaannya tidak akan pernah mampu mengalahkan sang pemberi gen. Karena pada akhirnya, untuk kesekian kalinya dia tidak mampu mempertahankan keinginannya untuk tinggal di Indonesia.
Entah apa yang mendasari keputusan ayahnya yang melarangnya tinggal di negara kepulauan itu. Berbagai macam alasan tak jelas selalu muncul setiap kali dia bersikeras tinggal di Indonesia. Meskipun ayahnya kini telah berkeluarga lagi, tapi dia yakin bukan hanya itu alasannya melarang dirinya tinggal disana. Pasti ada alasan lain yang menjadi penyebabnya.
"Ta, dimana ponselku?"
"Kenapa bertanya padaku? Kau kan yang memegangnya sejak di pesawat."
"Tidak ada. Aku lupa menyimpannya dimana, terakhir aku memegangnya saat bersiap turun."
"Kau ini. Coba cari lagi di tas, atau di saku baju."
"Di saku bajuku tidak ada, Ta."
"Brengsek kau menyusahkanku saja. Kemarikan tasnya!"
"Tidak mungkin ada di tas--"
"Ini apa?! Kau sebut ini bukan ponsel?"
"Hei! Kenapa kau memukul kepalaku lagi?!"
Jihoon membalikkan tubuhnya seketika ketika mendengar sebuah suara yang begitu familiar di telinganya. Dari balik keramaian dia bisa melihat sepasang pria dan wanita tengah berjalan diikuti beberapa orang lainnya. Keduanya mengobrol dengan sangat keras di tengah keramaian, seakan tak merasa malu saat orang-orang memperhatikan perdebatan keduanya. Untungnya kedua orang itu berbicara dengan bahasa Indonesia, sehingga hanya sedikit orang termasuk dirinya yang mengerti apa yang tengah mereka bicarakan.
Dia hanya menatap malas saat kedua orang itu menghentikan langkahnya di depannya. Lebih tepatnya dia menatap malas pada sosok pria yang kini tengah menatapnya dengan tak kalah kesal. Sedangkan gadis di sampingnya menatapnya terkejut. Senyumnya tiba-tiba saja tersungging saat menatap gadis tersebut, dan dia juga merasa bingung kenapa melakukan hal itu saat ini.
"Shit! Kenapa dunia ini begitu sempit?" Ragata mengumpat pelan, tatapan matanya tertuju pada Jihoon dengan malas. "Kau mengikuti hingga kemari juga? Benar-benar keterlaluan."
Jihoon terkekeh sinis, "Bukankah aku yang harus mengatakan itu sekarang? Kau lupa kau ada dimana sekarang?"
Ragata memiringkan kepalanya, "Kau benar, aku lupa kau hanya pendatang di Indonesia." balasnya. Setengah mencibir karena Ragata tentu saja tahu jika Ha Joon tidak pernah mengizinkan Jihoon tinggal di Indonesia. "Kau pastinya sedang pulang kampung sekarang."
"Kau benar." Jihoon hanya bisa memaksakan senyumnya. Berbicara dengan seorang Ragata hanya akan membuat darahnya naik karena emosi. Pria itu begitu terlatih memperkeruh keadaan dan mengacaukan kejiwaan seseorang.
"Kau juga naik penerbangan yang tadi?" tanya Aleta, masih terkejut dengan keberadaan Jihoon.
Jihoon tersenyum, "Ya, tapi sayangnya kita tidak bertemu denganmu di pesawat tadi. Tapi syukurlah kita bertemu disini." balasnya.
"Apanya yang harus disyukuri?" Ragata segera menarik Aleta kedekatnya. Entahlah, tiba-tiba saja dia merasa tak suka saat Jihoon menatap dan tersenyum pada Aleta. Dadanya terasa sesak dan kenapa udara disini tiba-tiba terasa panas seperti ini? Sialan.
"Aku hanya merasa bahagia karena bertemu Aleta disini." Jihoon menatap sekilas tangan Ragata yang melingkar di pinggang Aleta. Senyum licik tersungging di bibirnya saat dia menatap Ragata yang menatapnya dengan tajam. Pria itu jelas sedang cemburu saat ini.
"Ta, kita pergi sekarang." Ragata menarik Aleta dan melangkah pergi, meninggalkan Jihoon yang hanya diam sambil menatap punggung kedua orang tersebut.
Jihoon menghela nafasnya, lalu kembali melangkah keluar dari area bandara menuju mobilnya yang sudah menunggu di tempat jemputan. Salah seorang anak buahnya dengan cepat membawakan kopernya, sedangkan yang lainnya membukakan pintu mobil saat dia masuk ke dalamnya. Mobil pun melaju menuju kawasan apartemen elit di Seoul, menuju tempat tinggal pribadinya.
Butuh beberapa waktu untuk dirinya sampai di apartemen. Langkah kakinya kini berjalan menuju tempat pribadinya itu, membiarkan anak buahnya berjalan di belakangnya sambil membawa barang-barangnya. Langkahnya terhenti di depan pintu apartemennya ketika matanya menangkap seorang wanita paruh baya cantik berdiri disana dengan mantel merah muda yang terpakai rapat.
Setelah mengenali sosok tersebut, dia melangkah mendekat dan berdiri di hadapan wanita itu. "Sedang apa kau disini?" tanyanya langsung.
"Kudengar kau kembali hari ini, makanya aku datang untuk membuatkan makanan kesukaanmu." balas wanita itu. Senyum lembut terukir di wajahnya.
"Pulanglah. Aku tidak memerlukan apapun darimu." Jihoon membuka pintu apartemennya, masuk ke dalamnya tanpa menghiraukan wanita tersebut. Namun wanita tersebut tidak menyerah begitu saja. Tanpa izin dari sang pemilik, dia masuk ke dalam apartemen mewah tersebut. Langkah-langkah kakinya yang berheels cukup tinggi mengikuti Jihoon dari belakang.
"Kau pasti lapar selepas perjalanan yang sangat jauh. Aku akan memasakkan apapun yang kau suka." kata wanita itu, tak menyerah saat Jihoon membalikkan tubuhnya dan menatapnya tajam. "Oh ya, bagaimana kabar ayahmu di Indonesia?" tanya ramah dan lembut.
Jihoon tentu saja tahu jika wanita itu hanya berperangai baik di depannya saja. "Ayahku sudah sangat bahagia dengan istrinya yang baru." balasnya datar. Tanpa ekspresi namun jelas memperingati wanita tersebut untuk berhenti mengharapkan ayahnya.
"Kau yakin begitu? Mungkin itu hanya akal-akalan ayahmu saja." sahut wanita itu, tersenyum geli.
"Kurasa itu bukan kebohongan. Ayahku jelas lebih bahagia bersama wanita baik-baik daripada harus bersanding dengan wanita yang telah menghancurkan rumah tangganya sendiri." ucapan menohok Jihoon membuat wanita itu terdiam seketika.
"Sampai kapan kau terus menerus menuduhku penghancur rumah tangga ayah dan ibumu?" tanya wanita itu marah. "Aku tidak pernah menghancurkan rumah tangga orang tuamu sedikitpun. Ibumu sendiri yang meninggalkanmu."
Jihoon tertawa sinis, "Ya, jika kau tidak datang ke kehidupan ayahku dan mencoba merebutnya dari ibuku."
Wanita itu tertawa, "Aku merebut ayahmu?" tanyanya. "Ibumu-lah yang merebut ayahmu dariku. Karena ibumu itu aku harus menderita diluar sana, dan dia malah hidup bahagia disini bersama kekasihku. Ibumu itu tidak lebih dari sekedar pelacur."
"Hentikan ucapanmu!" Jihoon mengeraskan rahangnya, tangannya mengepal kuat penuh amarah. Jika saja orang yang berdiri di hadapannya bukan seorang wanita, dia tentunya sudah membuat orang tersebut terluka parah saat ini juga. "Ibuku bukan pelacur. Kau yang pelacur! Kau lupa, kaulah yang telah berbuat diluar batas dengan kekasih ibuku saat itu hingga hamil diluar nikah? Kau sendiri yang telah mengkhianati ayahku, dan untungnya ayahku tahu mana sebuah berlian dan mana sebuah perunggu kotor."
Wanita itu terdiam, mati kutu. Tak lama kemudian wanita itu menghela nafasnya keras. "Aku akan buktikan padamu, jika aku bisa mendapatkan kembali ayahmu dan menjadi ibumu yang seutuhnya Jihoon." katanya.
Jihoon menatap mencemooh, "Aku tidak yakin akan hal itu. Meskipun kau meninggalkan semua yang kau miliki, semuanya akan kembali ke tempat semula jika takdir berkata lain."
"Aku akan membuktikan semuanya padamu." wanita itu membalikkan tubuhnya, melangkah pergi.
"Dia ada disini." kata Jihoon, membuat wanita itu menghentikan langkahnya dan berbalik menatapnya. "Putramu ada di negara ini, mencarimu."
![](https://img.wattpad.com/cover/210287909-288-k862645.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
INFINITY LOVE - #3 [COMPLETED]
Romantizm--Seri Ketiga 'The Way of Love: Destiny'-- Ragata Adya Dinata seorang pria kaya, tampan, dan rupawan. Pria yang memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi itu tak dapat lagi ditolak pesonanya. Sikapnya yang hangat dan romantis mampu membuat wanita...