TUJUH PULUH TIGA

1K 115 10
                                    

Don't forget for vote and comment..

Enjoy the story :)

________________________________

Kediaman Dinata.

Seorang penjaga membukakan pintu mobil Ragata dengan cepat setelah mobil itu berhenti di pelataran. Ragata keluar dari dalam mobilnya dan melangkah santai menaiki tangga menuju pintu masuk utama. Dia mengedarkan matanya sesaat, menatap beberapa mobil mewah yang dikenalnya dan mengernyit dalam. Untuk apa Isabell dan keluarganya datang ke rumah selarut ini?

Hatinya tiba-tiba merasa gelisah saat dia memasuki ruang keluarga dan melihat semua orang berkumpul. Baik keluarganya dan keluarga Isabell menatap kedatangannya dengan beragam ekspresi. Dilihatnya Isabell yang tampak baru saja menangis sebelum duduk di samping ayahnya yang memanggilnya untuk duduk. Suasana di ruangan itu terasa mencekam. Seperti baru saja terjadi badai besar yang menimpa.

Ragata menatap ayahnya penuh pertanyaan sebelum kembali menatap yang lainnya. Di ruangan itu ada Saras, Renata, dan kedua orang tua Isabell yang tampak menahan marah terhadapnya.

"Jadi ada apa papa memanggilku kesini?" tanyanya.

Devano bersandar pada kepala sofa dengan tenang, "Tentu saja untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah kau lakukan."

Ragata menatap tak mengerti, "Maksud papa apa?" kernyitan di dahinya semakin dalam saat Isabell mulai terisak. Ibu Isabell dengan cepat menenangkan putrinya yang menangis, memeluknya erat. Dan Ragata semakin bingung dengan apa yang terjadi.

"Isabell hamil." ujar Devano dengan suara tenangnya, tapi jelas ada kemarahan di dalamnya.

Ragata membelalak mendengar pernyataan ayahnya. Isabell hamil? Ya Tuhan, mimpi buruk dan ketakutannya selama ini akhirnya terjadi. Dia sudah berfirasat buruk tentang kejadian pada malam itu. Meski dia tidak ingat apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia merasa dia telah membuat sebuah kesalahan besar. Dan kini Isabell hamil, yang mungkin saja anaknya. Itu berarti mau tak mau dia harus menikahi Isabell secepatnya.

Sialan, Ragata! Benar-benar bodoh!

Dia tidak ingin menikahi Isabell, tapi dia juga tidak bisa lepas tanggung jawab begitu saja. Dia memang pria brengsek, tapi bukan berarti dia bisa bertindak seperti pengecut. Meski tidak mengingatnya, namun Isabell satu-satunya wanita yang bersamanya pada malam itu.

"Kau hamil?" tanyanya tercekat.

Isabell mengangguk pelan, "I-iya. Maafkan aku, Raga. Pada malam itu harusnya kita tidak-tidak--"

Ragata mengusap wajahnya frustasi. Jadi memang benar jika dia melakukan itu dengan Isabell. Sialan. Seharusnya malam itu dia tidak terbawa emosi dan mabuk. Jika sudah seperti ini dia tidak ada pilihan lain selain menikahi Isabell. Lagipula ayahnya pasti akan melakukan berbagai macam cara untuk membuatnya menikahi Isabell.

"Meski aku tidak menyangka kau melakukan itu pada putriku, semuanya sudah terjadi dan sekarang kau harus mempertanggung jawabkan semuanya." ujar Marsilio. "Kau harus menikahi Isabell secepatnya sebelum kehamilannya semakin besar." lanjutnya, penuh penekanan.

Devano menatap putranya yang hanya diam di tempatnya. "Kau tidak mungkin lari dari tanggung jawab kan?"

Ragata mendongak dan menatap ayahnya. "Tidak. Aku akan bertanggung jawab pada bayi itu." balasnya. Meski dia merasa tak yakin, tapi bagaimanapun juga bayi itu tetap darah dagingnya. Dan dia tidak bisa membiarkan bayi itu tak memiliki ayah. Karena dia tak yakin bayi itu akan lahir sekuat dan setegar Aleta.

Ah, Aleta. Ternyata kini mereka benar-benar tak bisa bersatu. Tembok penghalang itu semakin tebal menghadang mereka. Meski dia sendiri pun sudah tak bisa berbuat apapun lagi untuk memperjuangkan cintanya. Kini dia adalah calon suami dari Isabell. Cepat atau lambat statusnya akan berubah menjadi suami orang.

INFINITY LOVE - #3 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang