Don't forget for vote and comment..
Enjoy the story :)
_____________________________________
Ragata berdiri di depan jendela kamarnya usai mandi, masih bertelanjang dada, dia menatap deburan ombak dan berpikir. Dia bingung kemana akan membawa Aleta hari ini, yang pasti dia harus membawa gadis itu ke tempat indah yang tak pernah dikunjungi sebelumnya. Tapi kemana? Gunung? Pantai? Danau? Atau ke tempat sejenis kemarin? Dia bingung harus kemana. Banyak tempat yang belum pernah dikunjunginya disini sehingga dia bingung harus memulainya darimana.
Akhirnya Ragata memilih segera berpakaian dan keluar dari dalam kamar. Dia berjalan menuju dapur dimana Aleta tengah sibuk memasak di temani Bobby. Sekretaris bodohnya itu tengah sibuk memotong-motong bawang hingga matanya memerah. Kepedihan.
"Selamat pagi." sapanya riang.
"Pagi, pak." balas Bobby. Sedangkan Aleta hanya meliriknya sekilas dan kembali menatap penggorengan. Mungkin tempe goreng itu lebih menarik daripada dirinya.
Ragata mendengus melihat hal tersebut, lalu duduk di depan Bobby dan ikut mengupas bawang. Ragata dan Bobby mendongak bersamaan saat mendengar suara ringisan Aleta.
"Kau baik-baik saja?" Ragata melangkah mendekat, menarik tangan Aleta yang terkena cipratan minyak panas. Dia mengangkat tangan Aleta dan meniupnya perlahan.
"Aku baik-baik saja." Aleta menarik tangannya. "Sikapmu aneh sekali." selidiknya.
Ragata mengedikkan bahunya. "Sikapku biasa saja. Memangnya apa yang aneh?"
Aleta menggeleng, "Lupakan saja." katanya. "Kak Bob, apa bawangnya sudah selesai?"
"Sudah." balas Bobby lalu memberikan bawang yang sudah diirisnya.
"Terimakasih." Aleta melanjutkan masakannya. Menghiraukan Ragata yang berdiri bersandar pada meja dapur.
"Ada yang bisa aku bantu lagi?" tanya Bobby, berdiri disamping Aleta sambil memperhatikan.
Aleta menatap Bobby sekilas. "Bisa aduk ini?" pintanya.
Bobby mengangguk dan mengambil alih. Ragata hanya diam ditempatnya sambil memperhatikan bagaimana Aleta bulak-balik mengambil bumbu didalam lemari pendingin dan memasukkannya kedalam wajan, sedangkan Bobby sibuk mengaduk masakan tersebut. Gadis itu terlihat lihai dalam memasak, tidak seperti adiknya yang sangat anti masuk kedalam area dapur. Renata sangat kesulitan dalam hal memasak meskipun kemampuan otak adiknya itu sangat luar biasa.
"Jika kau melakukannya seperti itu, bumbunya tidak akan merata." ujarnya saat melihat Bobby terlihat kesulitan mengaduk masakan didalam wajan. Dengan segera dia mengambil alih masakan tersebut dari Bobby, mengaduknya dengan lihai.
Aleta menatap Ragata tertarik. Pria itu dengan santai mengaduk nasi goreng didalam wajan dengan mudah. Bahkan Ragata terlihat seperti seorang chef di televisi yang sering di tontonnya dalam acara memasak. "Kau bisa memasak?" tanyanya tanpa sadar.
Ragata menatap Aleta sekilas. "Tentu saja. Aku bahkan memiliki ijazah dalam bidang ini."
Sebenarnya, menjadi seorang chef adalah cita-citanya sejak kecil. Itulah mengapa dia mengambil jurusan dalam bidang tersebut saat kuliahnya dulu. Hanya saja keinginannya itu harus disimpannya karena ayahnya memintanya melanjutkan bisnis keluarga Dinata yang sebagian besar di bidang bisnis dan multimedia. Sebagai putra pembisnis besar di Indonesia, tentu saja sejak kecil dia sudah mendapatkan pendidikan dalam bidang bisnis. Sehingga saat ayahnya memintanya memegang D.Ent, dia hanya mengambil sekolah broadcasting untuk memperdalam ilmu dan pengalamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INFINITY LOVE - #3 [COMPLETED]
Romantizm--Seri Ketiga 'The Way of Love: Destiny'-- Ragata Adya Dinata seorang pria kaya, tampan, dan rupawan. Pria yang memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi itu tak dapat lagi ditolak pesonanya. Sikapnya yang hangat dan romantis mampu membuat wanita...