Don't forget for vote and comment..
Enjoy the story :)
_________________________________
"Jika kau hanya ingin bermain-main, seharusnya tidak dalam hal ini." Aleta menghela nafas lelah setelah beberapa waktu menyiksa Ragata.
Ragata diam di tempatnya dengan kesal sambil memijat lehernya yang sakit. "Aku tidak bermain-main."
Aleta menatap Ragata serius, "Ta, ini bukan hal sepele. Ini bukan hanya sekedar aku menjadi asisten pribadimu saja, ada tanggung jawab besar yang harus aku emban. Aku tidak mungkin bisa melakukannya."
"Kau bisa melakukannya, Ta. Makanya aku memilihmu untuk posisi ini." Ragata balas menatap Aleta, tubuhnya bergerak menghadap Aleta sepenuhnya. "Kau yang selama ini lebih tahu aku seperti apa. Apa yang aku butuhkan dan apa yang kupikirkan kau bisa menangkapnya dengan baik. Aku butuh seseorang yang mengerti diriku sepenuhnya untuk pekerjaan ini, dan kau satu-satunya orang itu."
"Aku serius tidak bisa melakukannya." Aleta menggelengkan kepalanya pelan. Dia benar-benar tidak berpengalaman dalam hal seperti ini, bahkan dia tidak pernah mengerti bagaimana cara memanajemen jadwal produksi saat di sekolah dulu. Itulah mengapa dia tidak pernah mau menjadi produser setiap kali ada praktek produksi. Dan sekarang, dia dipilih menjadi seorang asisten pribadi CEO dimana tugas dan tanggung jawabnya lebih berat dari sekedar menjadi produser di sekolah. Bagaimana caranya menangani semua itu?
Ragata menghela nafasnya, "Aku akan mengajarimu perlahan, dan aku juga akan meminta Bobby mengajarimu." katanya, berusaha menangkan Aleta.
Aleta memutar matanya, "Kau benar-benar gila, Ta." katanya. "Aku tidak pernah menyangka kau segila ini." tambahnya penuh penghinaan. Namun bukannya merasa sakit hati, pria itu malah tertawa lepas.
"Kau sudah tahu aku gila sejak awal. Kenapa masih terkejut?" Ragata menatap jenaka. Kedua tangannya dengan cepat menangkap tangan Aleta saat gadis itu kembali berusaha mencekiknya. "Sudah cukup mencekikku untuk hari. Kita harus pergi sekarang dan bersiap ke rumah ayahku." katanya.
"Aku tidak ingin kesana." keluh Aleta, matanya menatap Ragata malas.
"Tapi kau harus datang kesana."
"Apa itu acara formal?"
Ragata mengernyit sesaat, "Semi formal sepertinya, karena yang aku dengar dari Bobby ayahku juga mengundang banyak tamu untuk datang kesana." katanya.
Aleta menghela nafas lesu, "Aku semakin malas datang kesana. Pasti disana akan ada banyak orang baru, aku sedang malas bersosialisasi."
"Kau harus membiasakannya mulai dari sekarang. Tugasmu kedepannya pasti akan lebih banyak bertemu orang baru." sahut Ragata. Kemudian dia berdiri dan menarik kedua tangan Aleta untuk ikut berdiri. "Mumpung masih ada waktu, kita harus mencari pakaian yang cocok untukmu. Aku malas pulang ke rumah, jadi aku juga harus mencari pakaian baru." katanya bersemangat.
Aleta menggeliat kesal, "Kau yang bayar."
"Tentu saja." Ragata tersenyum lebar. Memangnya sejak kapan dia membiarkan Aleta mengeluarkan uangnya secara pribadi?
Akhirnya dengan paksaan Ragata, Aleta mengikuti pria itu untuk pergi ke sebuah pusat perbelanjaan terbesar di tengah kota. Mereka menghabiskan waktu selama beberapa jam untuk mencari pakaian masing-masing. Jika biasanya wanita lebih cenderung heboh saat berbelanja, kali ini untuk pertama kalinya Aleta melihat seorang pria begitu heboh berbelanja. Ragata bahkan bisa mengalahkan ratu belanja di dunia. Pria itu begitu bersemangat mencari berbagai jenis pakaian untuknya, makanya saat mereka sampai ke sebuah salon Aleta merasa kakinya hampir tak bisa digunakan lagi. Kakinya terasa kebas dan sakit karena dua jam dia berjalan mengelilingi pusat belanjaan megah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
INFINITY LOVE - #3 [COMPLETED]
Romance--Seri Ketiga 'The Way of Love: Destiny'-- Ragata Adya Dinata seorang pria kaya, tampan, dan rupawan. Pria yang memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi itu tak dapat lagi ditolak pesonanya. Sikapnya yang hangat dan romantis mampu membuat wanita...