Don't forget for vote and comment..
Enjoy the story :)
______________________________________
"Kau ingin aku buatkan makan malam?" tanya Aleta sesampainya mereka di villa.
Ragata menggelengkan kepalanya sambil memijat lehernya. "Tidak perlu. Aku ingin langsung istirahat saja."
"Baiklah." balas Aleta, lalu melangkah menuju kamarnya.
"Aleta." Ragata menatap Aleta yang berhenti di depan pintu kamarnya. "Maaf membuatmu mendengarkan ocehan keluargaku tadi."
Aleta tersenyum, "Tidak masalah. Keluarga memang seharusnya seperti itu." katanya. "Aku istirahat dulu. Terimakasih untuk hari ini."
Ragata mengangguk dan tersenyum. "Sama-sama. Besok aku ingin mengajakmu jalan-jalan lagi, jika kau mau."
"Tentu saja. Aku akan dengan senang hati ikut denganmu. Selamat istirahat, Ta." Aleta kemudian masuk kedalam kamarnya dan mengunci pintu.
Aleta membaringkan tubuhnya diatas ranjang dan menghela napasnya. Matanya menatap langit-langit kamar dengan lelah. Hari ini dia hanya mengunjungi satu tempat wisata, namun rasanya begitu melelahkan. Mungkin juga karena dia harus mendengar permasalahan keluarga Ragata tadi sehingga membuatnya lelah seperti ini. Lebih tepatnya permasalahan Ragata yang membuat pria itu diceramahi oleh keluarganya.
Kilasan wajah Ragata tadi sore kembali muncul dibenaknya. Aleta adalah orang yang sensitif. Dia mampu merasakan atau menilai seseorang hanya dengan tatapan matanya. Ekspresi Ragata tadi sore memang terlihat baik-baik saja, namun jelas ada rasa sakit dan kehilangan di mata pria itu. Mata pria itu begitu ahli memanipulasi apa yang dirasakannya, sangat jelas jika Ragata sering melakukannya dalam waktu yang lama. Jadi hanya orang-orang yang memiliki tingkat kesensitifan yang tinggi saja yang bisa merasakan kilat berbeda tersebut.
Entah mengapa dia menjadi merasa khawatir akan hal tersebut. Dia tahu betapa menyakitkannya melakukan hal seperti itu. Berpura-pura tidak terjadi masalah di depan orang lain namun kenyataannya tidak seperti itu. Memperlihatkan kepada orang lain semua baik-baik saja, padahal sebenarnya tidak baik-baik saja. Pria itu pasti sangat kesulitan dan menderita karena melakukannya selama ini.
Namun begitu, apapun yang dilakukan Ragata bukanlah urusannya. Dia hanya boleh menilai dari sudut pandangnya, dan tak berhak ikut campur di dalamnya. Setiap orang memiliki pilihannya masing-masing, begitupun dengan Ragata. Sama seperti dirinya yang memiliki pilihan tersebut.
Sekali lagi dia menghela napasnya. Lebih baik dia membersihkan dirinya dan tidur, agar esok dia bisa lebih bugar saat mengeksplorasi pulau ini. Dia jadi tidak sabar menunggu kemana Ragata akan membawanya pergi esok. Semoga saja ke tempat yang sangat indah. Ya, meskipun hampir seluruh tempat di pulau ini adalah tempat indah.
Akhirnya dia memutuskan untuk mandi dan menyiapkan kameranya. Dia mengintip dari pintu saat suara seorang wanita terdengar. Apa Luna masih ada di villa ini?
Namun dugaannya salah saat melihat Ragata membawa masuk wanita yang jika tidak salah dilihatnya saat di GWK tadi siang. Rupanya wanita itu memang datang kesini, dan dia yakin mereka tidak hanya mengobrol saja.
Dan memang benar, kedua orang itu tidak hanya mengobrol saja, namun juga melakukan sesuatu yang sangat mengganggunya. Kedua orang itu jelas tengah melakukan hubungan intim di kamar Ragata, namun suara keduanya terdengar jelas di seluruh bagian villa. Membuatnya yang berada di samping kamar Ragata merasa sangat terganggu dan sulit tidur.
Teriakan dan desahan keduanya membuat frustasi. Rasa jijik dan kesal menyatu menjadi satu didalam benaknya. Dia ingin tidur dan beristirahat, namun suara-suara itu begitu mengganggunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INFINITY LOVE - #3 [COMPLETED]
Romance--Seri Ketiga 'The Way of Love: Destiny'-- Ragata Adya Dinata seorang pria kaya, tampan, dan rupawan. Pria yang memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi itu tak dapat lagi ditolak pesonanya. Sikapnya yang hangat dan romantis mampu membuat wanita...