LIMA PULUH DELAPAN

1.1K 113 10
                                    

Don't forget for vote and comment.. 

Enjoy the story :)

________________________________

Puluhan tahun silam.

Pertama kali datang ke kota Seoul setelah lama menjadi warga negara Korea Selatan membuat Teresa tak hentinya merasa takjub. Gemerlapnya ibukota memang seindah apa kata orang banyak. Teresa lahir di pulau Jeju, namun dia tumbuh besar di Indonesia karena ayahnya bertugas di negara tersebut. Dan kali ini dia datang ke Seoul dalam rangka pertukaran pelajar dari kampusnya.

Pantas saja banyak orang yang suka tinggal di kota ini, karena memang nyatanya dia pun merasa senang berada di tempat ini. Bahkan menurutnya Seoul lebih ramai dari ibukota Indonesia, Jakarta.

"Sesenang itu kau berada disini? Kampungan."

Teresa terperanjat kecil ketika mendengar sebuah suara berat di sampingnya. Dia lupa jika dia tidak datang seorang diri ke tempat ini. Dia mengalihkan pandangannya ke arah samping, menatap pria tinggi dengan wajah super datar itu malas. Ah, kenapa pria itu harus terpilih bersamanya sebagai peserta pertukaran pelajar? Mengesalkan.

"Memangnya kenapa? Kau keberatan?" tanyanya kesal.

"Aneh saja. Kau lahir di negara ini, tapi belum pernah datang ke kota ini."

Teresa mendelik, "Kau pikir Korea Selatan itu kecil? Dan kau pikir dari pulau Jeju ke Seoul itu dekat?" cibirnya. "Tuan Devano Dinata yang terhormat, kenapa Anda banyak sekali bicara malam ini? Aneh sekali."

Devano hanya menatap lurus Teresa yang berlalu pergi. Wanita itu melangkah menyusuri pinggiran sungai Han dengan santai, dan tanpa tahu mengapa dia pun ikut melangkah di belakang wanita itu. Teresa tentu saja menyadari seseorang mengikutinya di belakang, namun dia mencoba menghiraukan pria itu. Berbicara dengan Devano hanya akan menguras emosinya saja, pria itu terlalu datar dan menyombongkan dirinya sendiri.

"Teresa."

Teresa menghentikan langkahnya ketika berpapasan dengan kedua seniornya di kampus. "Kak Saphire, kak Axcel." sapanya.

Saphire kemudian menatap adiknya yang berdiri dibelakang Teresa. "Dev, kau juga ada disini?" tanyanya lembut. Devano hanya menganggukkan kepalanya, tak berniat membuka mulutnya.

Axcel yang berdiri tepat di samping Saphire hanya bisa menatap malas calon adik iparnya itu. Dia tahu jika Devano menyimpan perasaan untuk kekasihnya meskipun hukum sudah jelas mengatakan jika keduanya saudara sedarah saat ini.

"Kami akan berjalan-jalan kesana, kalian ingin ikut?" tanya Saphire.

"Iya, apa kalian ingin ikut bersama kami?" timpal Axcel.

Teresa tersenyum, "Ah, bol--"

"Tidak. Aku hanya ingin berjalan berdua dengan Teresa." potong Devano dengan cepat, membuat ketiga orang tersebut menatapnya dengan berbagai ekspresi.

Teresa menatap Devano mengernyit. Ada apa dengan pria itu? Kenapa tiba-tiba mengatakan hal ambigu seperti itu?

"Ah, baiklah." kata Axcel, melirik kekasihnya yang juga menatapnya terkejut. Namun dia dapat melihat kebahagiaan di mata Saphire. Mungkin kekasihnya mengira jika Devano menyukai Teresa.

"Kalau begitu kami pergi dulu." kata Saphire akhirnya, lalu melangkah pergi meninggalkan Teresa dan Devano.

"Apa maksudmu?" tanya Teresa cepat setelah Saphire dan Axcel pergi. Matanya menatap Devano menuntut, meminta penjelasan.

"Aku hanya menjadikanmu tameng." balas Devano tanpa ekspresi seperti biasanya.

Teresa mendengus, "Tameng?" ketusnya. "Ah, kau masih menyukai kak Saphire hingga saat ini?"

Devano menatap Teresa, "Kau tidak perlu tahu."

"Berarti jawabannya memang benar." Teresa mendengus. "Kau gila ya, kak Saphire itu kan kakakmu. Meskipun kalian berbeda ibu, tapi kalian tetap satu darah dan kau--"

Ucapan Teresa terhenti begitu saja ketika tiba-tiba Devano menempelkan bibirnya diatas bibir Teresa. Teresa membelalak lebar dengan apa yang tengah terjadi. Devano menciumnya!

Teresa yang mulai sadar dengan apa yang terjadi berusaha mendorong tubuh tegap Devano, namun pria itu malah melingkarkan tangannya di sekitar tubuhnya dan memperdalam ciumannya. Tubuh Teresa semakin menegang, detak jantungnya berdetak dengan cepat, membuat dirinya merasa jika darah dalam tubuhnya mengalir dengan tak kalah cepat. Hingga beberapa saat kemudian Devano menjauhkan wajahnya dan menatap Teresa yang membeku di tempatnya.

Devano melirik ke samping, memastikan Saphire telah kembali pergi. Bukan tanpa sebab Devano mencium Teresa secara tiba-tiba, dia tak sengaja melihat Saphire kembali menghampiri dan dia secara refleks mencium Teresa supaya Saphire tidak mencurigai dirinya lagi. Jahat memang, tapi dia tidak punya pilihan lain.

"Aku--" Devano berdehem untuk menormalkan suaranya. "Aku minta maaf--" sebuah tamparan keras melayang mengenai pipinya.

Teresa berdiri di tempatnya terengah, penuh amarah. "Kau gila!" teriaknya.

Devano menyentuh pipinya yang terasa panas akibat tamparan tersebut. Tapi dia tak berniat membalas apapun, dia mengaku salah kali ini. "Aku minta maaf."

"Aku tahu kau orang yang egois, tapi aku tidak tahu kau sejahat ini memanfaatkanku." Teresa mengepalkan kedua tangannya. "Kau tidak seharusnya menciumku hanya untuk membuktikan jika kau tidak memiliki perasaan apapun lagi pada kak Saphire."

Devano menatap Teresa terkejut, "Aku tidak bermak--"

"Kau pikir aku tidak tahu kau tiba-tiba menciumku karena ingin kak Saphire melihatnya dan tidak mencurigaimu lagi?"

Devano semakin terkejut mendengar ucapan Teresa. Darimana wanita itu tahu?

"Kau benar-benar jahat." kata Teresa lagi, lalu melangkah pergi meninggalkan Devano di tempatnya.

Devano menggigit bibirnya gelisah. Tentu saja dia merasa bersalah pada Teresa apalagi Teresa mengetahui maksud dari tindakannya. Bodoh, benar-benar bodoh. Hanya untuk melindungi dirinya sendiri dia sampai tega menyakiti Teresa. Wanita itu bahkan tak bersalah sedikitpun padanya meskipun mereka seringkali berdebat. Apa yang harus dilakukannya sekarang?

Di sisi lain, Teresa tak tahu bagaimana cara menghentikan detak jantungnya yang semakin cepat. Tidak, dia tidak boleh merasakan hal seperti ini. Meskipun dia tahu tujuan Devano menciumnya, entah mengapa dia merasa bahagia karena Devano yang mendapatkan ciuman pertamanya. Sialan, apa dia sedang jatuh cinta sekarang? Kenapa harus pada pria dingin itu?

Kenapa dia harus jatuh cinta pada Devano Dinata?


Bonus untuk hari ini.. Edisi flashback.. 

INFINITY LOVE - #3 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang