{ 02-42: Tentang: Kenyataan membuka pintu bagi imajinasi. }

20 4 0
                                    

—Nggak peduli tatapan orang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—Nggak peduli tatapan orang. Menjadi ebas dan percaya diri. Melakukan apa pun tanpa embel-embel menarik perhatian dan itu membuat iri.—

----

28 Februari 2020.

Semenjak kedatangan Maya empat hari lalu dan kejadian di perpus kemarin, Ayuna dibuat kepikiran sampai-sampai nggak nafsu makan dan melakukan apa-apa. Jika ditanya kenapa, ia menggeleng sambil berlalu begitu saja atau memilih diam seperti yang lalu-lalu.

Sepanjang ia di anugerahi kemampuan melihat hal-hal gaib, baru kali ini ia kepikiran terus dengan perkataan hantu tersebut. Bukan apa-apa, ia hanya merasa bersalah saja karena menuduh tanpa bukti. Padahal ia sendiri membenci orang yang menuduh tanpa dasar. Namun, lihatlah, ia sendiri yang melakukan tindakan bodoh tersebut.

Hari itu menjelang sore, para murid masih berada di dalam kelas menjadikan koridor sekolah tampak sepi. Hanya dua tiga murid yang masih berkeliaran. Salah satunya adalah Ayuna. Ayuna berjalan tertunduk melewati satu per satu anak tangga menuju lantai dua. Sudah empat hari semenjak teror tulisan di meja Keyko dan Melani berlalu, sejak itu juga ia nggak pernah lagi bertemu dengan Maya.

Memikirkan kembali tentang Maya, kepala Ayuna serasa berkedut tiga kali lipat daripada kemarin ketika ia berhadapan dengan Arum di perpustakaan. Di tambah lagi kepalanya nggak sengaja terkena lemparan bola basket milik si mata sipit pagi harinya.

Kemarin, di dekat sebuah mobil mewah terparkir. Ayuna tampak berdiri sambil berbincang dengan Nek Mila. Nggak banyak waktu terbuang, Ayuna mengakhiri pembicaraan dengan anggukkan kepala.

Ayuna mengeratkan pegangan pada tali ransel, mencoba abai dengan sekeliling ketika memasuki kawasan sekolah. Entah siapa yang pertama kali melihat Ayuna, tetapi bisa dipastikan kalau anak-anak lain yang ada di situ juga pada melempar tatapan sinis untuk gadis itu.

Sudah biasa bagi Ayuna, gadis itu tetap melangkah berwibawa.

Dari arah belakang, Sania tampak berlari-lari kecil setelah memasukkan ponselnya di dalam saku. Ia menghampiri Ayuna dan langsung menyodori gadis itu sebungkus Es Krim rasa Cokelat ketika sampai. Sedangkan ia sudah lebih dulu menjilati es krim miliknya nikmat.

Walau masih pagi, tetapi cuaca yang ditimbulkan tekesan panas, di tambah lagi Sania lima belas menit berdiri menunggu Ayuna di depan pagar sekolah semakin membuatnya kegerahan. Karena nggak kunjung datang, ia berinisiatif membeli es krim lebih dulu di toserba pojok kanan jalan depan sekolah, dan ketika Ayuna sudah turun dari mobil, ia berlari kecil menghampiri gadis itu.

''Makasih,'' tolak Ayuna seketika.

Ia nggak bermaksud melakukan itu, tetapi makan es di pagi hari bukanlah pilihan tepat. Terlebih, mood-nya masih sangat kacau karena sampai saat ini ia belum bertemu dengan Wanda yang mendadak hilang. Dikatakan kalau Wanda jatuh sakit, itulah mengapa ia nggak bisa datang ke sekolah.

Si Penitisan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang