—Ternyata hal yang paling menakutkan bukanlah pisau melainkan kertas. Bahkan selembar kertas bisa menjadi senjata yang amat mematikan.—
----
Andyra sudah berada di UKS dan mendapat sedikit perawatan. Maria pun telah dihubungi dan dalam perjalanan ke sekolah, sementara si teman-teman merangkap sahabat duduk dengan satu guru di koridor. Wajah mereka menampilkan ekspresi serupa, yaitu khawatir dan juga pucat pasih.
Bagaimana pun, mereka semua sudah lebih dahulu berjanji untuk menjaga gadis itu. Namun, belum genap setengah hari, Arum—Andyra bermasalah lagi. Jika sudah begitu, maka siap-siap saja mereka akan terkena semprot karena gagal menjaga Arum. Berurusan dengan keluarga Adinata memang bukan pilihan tepat.
Andyra terduduk di tempat tidur, membiarkan peluh mengucur deras membasahi tubuh. Napasnya masih memburu dengan sensasi nyeri kepala yang lagi-lagi menghampiri. Selain obatnya dulu, ia diresepkan lagi dan terpaksa menenggaknya kemudian. Andyra memegang kepala, memikirkan tentang ingatan baru yang ia dapat saat dipapah. Sebuah ingatan tentang surat ketiga.
Di ingatan itu, ia mendapat surat ketiga pada malam ketika ia pulang meliput kasus lain setahun kemudian. Kasus ketiga itu berkaitan dengan sebuah limbah dan juga perusahaan kontruksi.
Saat itu, Andyra nggak fokus, ia masih terjebak pada kasus korupsi pembangunan salah satu gedung yang melibatkan ayah Maya setahun itu. Dari yang diberitakan media, Pak Anis yang di tunjuk langsung oleh Adinata sebagai sekertarisnya untuk meninjau langsung pembangunan tersebut, melakukan korupsi besar-besaran yang kemudian merugikan perusahaan. Ia di duga memanipulasi anggaran yang di keluarkan untuk kepentingan pribadi.
Itu diperkuat oleh kepala kontraktor yang mengeluh jika hanya mendapat keuntungan kecil dan juga harus mengeluarkan komisi sendiri. Karena itu, ia melakukan pemecatan beberapa pekerja yang tentu sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas pembangunan.
Pak Anis juga dilaporkan jika meminta tim pengawas dan juga kepala kontraktor untuk merahasiakan hal tersebut dengan sebuah imbalan. Imbalan itu di duga di dapat dari biaya pembangunan tadi. Mereka menambahkan jika Pak Anis mengancam mereka akan dibunuh jika melaporkan hal tersebut ke Adinata.
Ia pun memberikan lima lembar kertas yang salah satunya adalah kuitansi bernilai Rp 15 triliun, empat lainnya berupa bukti transer ke rekening milik Pak Anis, isteri, dan juga masing-masing anaknya senilai Rp 5 milyar. Di luar dari imbalan yang disebutkan bernilai Rp 500 juta per orang. Karena terbukti bersalah, Pak Anis pun divonis lima tahun penjara dengan denda sekitar Rp 2 milyar. Tiga tahun penahanan, Pak Anis melakukan bunuh diri lantaran depresi.
Lalu, surat kedua yang Andyra terima menyuruhnya untuk mengupas tuntas soal kasus itu. Setelah ke lokasi yang tertulis di surat, Andyra mendapatkan beberapa foto di mana terdapat dua orang sedang melakukan pertemuan di sebuah Hotel. Salah satu dari orang itu adalah kepala kontraktor pelaksana proyek. Sedang satu lagi adalah seorang Jaksa yang saat itu menjadi salah satu penyidik KPK.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Penitisan!
خيال (فانتازيا)[ Masuk daftar pendek Watty's 2021 ] ''Percayahkah kalian, jika kukatakan bahwa kematian adalah jawaban yang diberikan oleh Tuhan sebagai tahapan yang pasti dialami semua makhluk hidup. Jika iya, berarti selamat, karena kalian sudah menyadari jika k...