{ 02-22: Sahabat: Lebih dari sekadar nama. }

32 6 3
                                    

—Percayalah pada dirimu dan mimpimu, bahkan ketika tidak ada orang lain yang melakukan hal itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Percayalah pada dirimu dan mimpimu, bahkan ketika tidak ada orang lain yang melakukan hal itu.

----

"Lu kenapa, si, Ta? Kenapa selalu aja belain anak itu?'' Melani mencegat tangan Alenta ketika mereka sudah berada di lorong yang dirasa cukup sepi. Sebenarnya, mereka sempat mengusir anak-anak lain yang berada di sekitar situ. ''kalau lu emang nggak mau kita main-main sama anak baru itu, ya, udah. Nggak papa. Tapi ngomong alasannya apa dulu?''

Keyko yang sama nggak ngertinya menambahi, ''Bener, kita nggak akan tahu kalau lu nggak ngomong. Selama ini kita selalu ngasih pelajaran ke anak-anak yang sikapnya mirip sama Arum, dan Ayuna adalah salah satunya. Jadi kalau lu tiba-tiba, kek, gini, ya, kita bingung juga.''

''Gue nggak apa-apa.'' Alenta jelas-jelas berbohong, Melani dan Keyko tahu itu.

''Jangan boong. Kalau emang nggak ada apa-apa. Coba sini natap gue,'' tantang Melani masih memperhatikan gerak-gerik Alenta.

Alenta menggeleng. ''Apaan sih, gue beneran nggak papa.''

Ia ingin pergi, tetapi lagi-lagi ditahan, dan yang melakukan itu adalah Keyko. Keyko pun menatap tajam Alenta mencoba membaca pikiran gadis itu lewat tatapan mata. Ia bukannya memiliki kemampuan khusus, itu hanya bakat alami yang dipelajarinya dari sang ibu. Semacam trik psikologi untuk mengetahui karakter seseorang lewat gerak-gerik dan bahasa tubuh.

''Kalau lu nggak mau jawab, dengan terpaksa gue sama Melani akan ganggu dia terus. Apa salahnya cuman ngomong alasannya Ta', kita udah berteman dari jaman kapan taun. Jadi nggak adil kalau lu nyembunyiin sesuatu dari kita sedangkan kita udah janji nggak akan ada rahasia di antara kita.''

Keyko benar, tetapi Alenta masih belum siap mengatakan kalau Ayuna adalah mantan sahabatnya dulu. Ia masih sangat sakit hati karena ditinggal begitu saja tanpa pamit. Jangankan pamit, bertemu saja Ayuna menolak. Jadi, mau bagaimana lagi, sikap Ayuna dulu menorehkan luka di hati Alenta dan bekasnya masih ada.

Dulu, Alenta yang baru pulang dari pemakaman sang ibu, memutuskan untuk ikut dengan Milly jalan-jalan sebentar guna mencari udara segar. Ia dan Milly bertemu saat Alenta masih bolak-balik ke rumah sakit guna menjenguk ibunya. Pertemuan Milly dan Alenta cukup unik, Alenta yang saat itu mengajak ibunya berjalan-jalan di taman nggak sengaja melihat Milly duduk sendirian menatap pohon besar yang ada di tengah-tengah taman tersebut.

Karena nggak hanya ia yang malihat, tetapi Miss Nitina juga, jadilah ia menyarangkan anaknya untuk mendekati Milly dan mengajaknya bercerita. Miss Natina sendiri sudah beberapa kali melihat Milly yang selalu sendiri, baik saat di ruang perawatan, maupun saat sekarang. Jadilah ia pernah menghampiri gadis itu untuk menanyakan alasan kenapa ia selalu saja sendirian.

Ternyata, kedua orang tua gadis cantik itu sudah lama meninggal. Dan sekarang tinggal sendiri di rumah. Ia memiliki kerabat yang sangat perhatian, ia juga menyarangkan Milly untuk pindah dan tinggal bersamanya. Tantenya kebetulan dari luar kota dan karena Milly nggak mau meninggalkan rumah orang tuanya, maka ia memilih tinggal dan mengurus keperluannya sendiri.

Si Penitisan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang