—Mengetahui apa yang nggak pantas diketahui akan menjadi bumerang pada akhirnya.—
----
''Kalau kamu diam terus, saya nggak bisa berbuat banyak. Saya berjanji untuk ngebantu kamu, tapi kalau kamu nggak mau bekerjasama, itu semua akan sia-sia. Hari ini adalah hari penentuan nasib kamu ke depannya. Saya hanya berharap kamu berubah pikiran dan bekerjasama. Diam seperti ini tak akan memberikan hasil. Salah-salah hukumanmu akan di tambah dan itu buruk untukku. Bagaimana pun, citraku dipertaruhkan di sini. Bukan hanya kamu, tapi di semua kasus yang pernah saya tangani.''
Sudut bibir wanita yang baru saja bergumam itu berkedut, memikirkan kembali cara agar kliennya bisa bekerjasama. Ia menarik napas sesaat, membiarkan pasokan udara memenuhi si rongga dada, walau oksigen di ruang itu benar-benar buruk.
Bagaimana tidak, tempatnya sekarang terduduk itu adalah sebuah ruangan kecil dengan hanya dua kursi yang dibatasi satu meja persegi panjang. Jika melihat-lihat lagi, di sana nggak ada apa-apa selain bolamp yang menggantung entah berapa lama. Pencahayaan yang diberikan pun benar-benar buruk. Dan jangan lupakan kalau di sana nggak ada jendela atau ruang ventilasi lain.
Namun, sekali lagi dia adalah Renata, pengacara kondang yang tingkat kemenangan hampir seratus persen. Jadi sudah dipastikan ia nggak akan kehilangan akal. Terlebih kasus itu bisa dibilang sederhana. Tentu, ia pernah menangani beberapa kasus besar yang melibatkan orang-orang terkenal dan berkuasa, dan ia selalu berakhir menang. Jadi nggak susah baginya untuk membantu meringankan hukuman yang menjerat bocah angkuh itu. Renata benar-benar percaya diri.
''Saya tahu kamu masih shok, tapi saya di sini untuk membantu kamu agar hukuman yang diberikan bisa lebih ringan. Jadi, kali ini saja saya minta berbicaralah. Katakan apa saja mengenai kejadian itu. Ini sudah pekan kedua, tapi kamu masih diam. Ini bukan perkara siapa yang benar dan salah. Ini soal kenapa kamu nggak mau bekerjasama dengan siapa pun termasuk saya? Jika kamu masih diam, itu artinya saya makan gaji buta dan saya benci seperti itu.''
Wanita itu tahu betul kalau Amel masih shok karena ia ditetapkan sebagai tersangka, karena itu pula Amel sempat di rawat di rumah sakit selama beberapa hari dan melakukan percobaan bunuh diri. Mendapati kabar tersebut, ia kemudian bergegas menemui Amel. Namun, sebelum itu, ia lebih dahulu mendatangi TKP tersebut bersama dengan asistennya.
Renata memeriksa tempat itu sekaligus menerka apa yang dilakukan Maya sebelum kematian. Dalam penyelusuranya, Renata melihat kalau Maya baru saja turun dari sebuah Taxi. Kemudian dia masuk ke sekolah dengan tergesa-gesa seperti dikejar seseorang sambil memegang ponselnya yang nggak berhenti berbunyi. Dan pergerakan itu terekam kamera dasbor Taxi, mobil Taxi pun terekam di salah satu cctv jalan.
Renata pun mempertanyakan mengenai siapa saja yang berada di sekitar Maya dan juga Amel sambil berkeliling melihat-lihat. Ketika pertama kali masuk ke TKP, bercak darah masih memenuhi lantai, menyambut kedatangan siapa pun yang berkunjung. Renata mengamatinya dengan seksama. Ia kemudian melihat Maya terduduk di atas salah satu sambil terus melihat ponselnya yang berbunyi. Dan yang menelpon itu adalah Amel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Penitisan!
Fantasy[ Masuk daftar pendek Watty's 2021 ] ''Percayahkah kalian, jika kukatakan bahwa kematian adalah jawaban yang diberikan oleh Tuhan sebagai tahapan yang pasti dialami semua makhluk hidup. Jika iya, berarti selamat, karena kalian sudah menyadari jika k...