{ 04-64: Titik Semu: Sampai jumpa di perhentian. }

26 5 0
                                    

—Kebenaran menyerupai mimpi yang berkabut, di setiap ujungnya nggak ada yang bisa menebak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—Kebenaran menyerupai mimpi yang berkabut, di setiap ujungnya nggak ada yang bisa menebak. Apakah jalanya rata, terjal, bahkan berkelok sekalipun. Seperti awan melayang yang nggak tahu kapan akan berhenti. Pada akhirnya semua menjadi titik semu, bertanya akankah langit dan angin menjadi indah hari itu?—

----

Gambaran ketiga. Ayuna sekarang melihat jika Maya akhirnya bersekolah di SMA JIAS lewat jalur beasiswa. Kedatangannya ke sana lantaran nggak jera untuk mendekati Faizal. Suatu waktu ia mendatangi kantor kepala sekolah itu dengan dalih untuk meminjam buku catatan. Namun, alasan kuno itu nggak bisa membodohi Faizal. Bagaimana bisa anak itu memakai alasan nggak berguna. Faizal juga nggak tahu kenapa gadis gila tersebut bisa lolos seleksi penerimaan beasiswa dan diterima menjadi siswa pindahan.

Karena keseringan muncul di depan Faizal, membuat laki-laki itu mengancam Maya untuk mengeluarkannya jika terus melanggar. Selama ini ia diam lantaran mengingat jika Maya adalah anak dari asisten Adinata, orang yang paling ia hormati. Jadi, jika mengatakan kalau Adinata melakukan kesalahan di perusahaan dan melimpahkannya pada ayah Maya, itu rasanya mustahil. Di mata Faizal dan orang-orang, Adinata adalah sosok baik yang selalu mengedepankan kepentingan orang. Maka, mustahil jika Adinata melakukan hal kotor seperti yang di tuduhkan.

''Kalau Bapak nggak percaya, coba cek sendiri apa yang sudah perusahaan itu lakukan. Orang yang bapak kagumi nggak lebih buruk daripada hewan pengerat. Ia seperti lintah yang menghisap habis darah manusia. Dia menjijikan.''

Plak!

Faizal tanpa sadar melayangkan tamparan untuk gadis itu. Beruntung, pertemuan mereka berlansung di gudang. Maka, nggak ada yang bisa melihat tindakan tersebut.

''Dasar gadis sinting. Kau masih tak jerah juga sudah di penjara?''

Maya tertawa sambil mengelus pipinya yang panas. ''Saya nggak akan nyerah sampai Bapak menyelidikinya. Saya tahu Bapak orang baik, jadi Anda satu-satunya harapan yang saya punya.''

''Jangan melantur, pemecatan ayah kamu murni karena kesalahannya. Kematiannya juga karena salahnya. Jadi kau tak punya hak untuk menyalahkan orang lain. Saya turut berduka dengan kematian ayah kamu. Dia orangnya baik, tapi kesalahan dia memang tak bisa dimaafkan. Maka bukan salah siapa pun jika ayahmu memilih bunuh diri.''

''Ayah bukan orang seperti itu. Malah ia ingin membongkar kejahatan Adinata. Ayah saya juga pasti selalu mendekati Anda, tetapi sama seperti yang Bapak lakukan sekarang. Anda selalu menutup mata dan menolak ayah saya. Padahal hanya Anda satu-satunya harapan ayah saya seperti saya sekarang ini. Sebelum meninggal, ayah mengirimi ibu surat permintamaafan dia yang gagal menjadi kepala keluarga yang baik.

Selain itu, ia menuliskan tempat di mana bukti terakhir yang ia simpan. Setelah kematian ayah, ibu menyimpan bukti itu sebelum menyerahkannya pada saya. Ibu ingin saya tahu segala sesuatu mengenai ayah saya. Jadilah saya melakukan demo di depan perusahaan untuk meminta keadilan. Namun, saya selalu di usir dengan dalih saya gila.''

Si Penitisan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang