{ 04-78: Pendosa: Diary sepasang cermin. }

17 5 0
                                    

—Boleh mengingat masa lalu dengan catatan jangan pernah hidup di dalamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—Boleh mengingat masa lalu dengan catatan jangan pernah hidup di dalamnya. Boleh menengok ke belakang, tetapi jangan lupa untuk menghadap ke depan agar seimbang. Jangan selalu terpuruk dengan bayangan masa lalu dan melupakan masa depan yang mungkin cerah.—

----

Setiap kenangan, setiap memori yang tercipta bersama Amel nggak pernah lekang oleh waktu. Saat-saat menyenangkan mereka terukir begitu indah, terpatri di benak masing-masing sampai kapan pun. Maya sangat menyukai Amel, Amel pun sangat menyukai ketika berada di dekat Maya. Entah bagaimana mengartikan hubungan mereka, tetapi yang jelasnya adalah ketika mereka bersama, maka semua akan baik-baik saja.

Maya ingat ketika pertama kali ingin menemui Amel di ruang Piano. Sebelum masuk, ia lebih dahulu menikmati bagaimana lantunan musik klasik Fur Elise dari Beethoven mengalun.

Tuts-tuts tersebut terdengar lembut juga bertenaga. Menciptakan kesan-kesan misterius sekaligus membangkitkan rasa penasaran si pendengar. Untuk beberapa saat, Maya terbuai dalam tarian walau ia nggak pandai dalam menari. Ia mengetuk-ngetukkan kaki sesuai tempo, mengayungkan tangan mengiku irama yang mendekap jiwa.

Sungguh, saat-saat tersebut begitu sangat menyenangkan untuk Maya bisa mengenal Amel di hidupnya, menggembirakan.

Maya kemudian menyerahkan buku Diary tersebut pada Amel. Sebuah buku bersampul merah dengan Bunga Tulip sebagai corak. Amel ingat, dulu mereka berdua sering menulis di buku itu secara bersama-sama. Menulis semua apa yang mereka alami dan rasakan.

Mulai dari jalan-jalan ke tempat yang diinginkan, keliling taman sambil berpegang tangan, menonton pertunjukkan dengan permen kapas di tangan, melihat-lihat ke toko-toko dan berbelanja, saling mendadani dengan atau saling memuji pakaian yang dikenakan. Satunya duduk di kursi mengamati dengan senyuman, satunya lagi berdiri di depan cermin mencocokkan pakaian dan menanyakan selerah.

''Bagaimana, cantik nggak?''

Maya bertanya seraya menempelkan baju menyesuaikan tubuh. Amel tersenyum, ia memiringkan kepala memperhatikan Maya dari atas sampai bawah.

Merasa ada yang kurang, Amel berdiri dan mendekat ke arah Maya. Ia kemudian berada di belakang gadis itu setelah menyuruhnya untuk menghadap cermin. Dari pantulan kaca, terlihat bagaimana Amel memikirkan di mana letak kekurangan baju itu. Karena nggak kunjung ketemu, ia meminta Maya untuk berbalik badan. Setelahnya Amel menopang dagu berpikir apa yang kurang.

''Kaya ada yang kurang, tapi apa, ya?''

Maya mengerutkan kening, membuat ekpresi selucu mungkin meniru gaya berpikir Amel.

''Apa, ya, kira-kira?''

Amel menyuruh Maya kembali menghadap cermin setelah mengganti pakaian, sedangkan dia tampak mencari sesuatu di etalase. Nggak butuh waktu lama, ia pun mendapatkan apa yang sekiranya bisa menjadi pelengkap penampilan Maya. Ia pun kembali ke posisi, berdiri di belakang Maya yang menghadap cermin.

Si Penitisan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang