{ 01-45: Halo: Mari jangan saling menyakiti. }

23 5 0
                                    

—Banyak hal yang begitu sulit untuk dipahami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—Banyak hal yang begitu sulit untuk dipahami. Dan mungkin ketika tiba di mana saat telah memahami, hal itu sudah nggak lagi sama.—

---- 

Lalu dari semua kisah yang tersampaikan, ada penyesalan terkandung ketika sampai pada hari itu. Sebuah hari di mana ia mengambil keputusan terbesar selama hidup, sebuah hari di mana ia melakukan kesalahan yang mungkin akan disesalkan. Sebuah hari di mana membuatnya nggak pernah sedetik pun tidur tenang karena kepikiran.

Sebuah hari di mana semua yang ia capai akan hancur hanya karena keputusan itu. Sebuah keputusan tentang Maria memilih untuk mempertahankan anak yang ada di dalam kandungannya. Sebuah keputusan yang nyaris membuatnya gila. Dan karena keputusan itu juga membuat Maria tersadar dari maut mengerikan yang sempat ingin menelannya perlahan-lahan.

Pelan, ia membuka mata ketika samar mendengar suara tanginsan yang menyuruhnya untuk bangun. Sejenak, waktu yang terasa berhenti beberapa saat lalu, kini sudah kembali berjalan sesuai aturan. Namun, terlalu silau untuk dirinya yang baru saja membuka mata.

Berputar, kepalanya terasa amat berat ketika suara itu kian menjelas. Ia kembali bertemu dengan malaikat maut walau nggak sedekat tadi, hanya berdiri memandang Maria dari kejauhan. Sekejab ia tersadar, lalu kembali ke fase awal. Begitu terus selama beberapa saat sebelum akhinya benar-benar terbangun.

Napas Maria memburu, ia mengeraskan rahang kemudian dalam satu kali tarikan napas, Maria pun mengedan lagi dan kali ini berhasil membuat orang di samping semakin mengeratkan pegangan. Bulir keringat membajiri orang-orang itu tanpa terkecuali.

Maria mengedipkan mata sesaat. Seketika itu juga ia kembali melihat si Malaikat maut yang kali ini tersenyum padanya. Bukan dengan wajah tegas mengancam. Maria menggeleng, ruangan itu masih berputar, sebelum akhirnya melihat sebuah senyuman bahagia dari seseorang di samping. Bukan lagi si Malaikat maut, tetapi manusia yang selama ini menemaninya. Bersamaan, rengekkan bayi kembali memenuhi indera pendengarnya.

Salah satu dokter berseru, ''Tanggal 29 Februari 2000, pukul 24.30. Anda melahirkan bayi perempuan yang cantik.''

Sesak, hal itu tanpa sadar membuat Maria bergumam dengan bibir pucat bergetar. ''Terima kasih Sayang ... sudah lahir.''

Setelah bayi itu lahir, dokter yang bertanggung jawab pun memberikan bayi itu kepada Maria untuk langsung disusui setelah dibersihkan. Maria terpaku, menatap manusia mungil itu dengan tatapan nanar. Sebuah tatapan yang mungkin agak kurang pantas di miliki oleh seseorang yang baru saja melahirkan. Maria nggak menangis juga nggak terlihat senang, cenderung kosong dan hampa.

Karena Maria nggak kunjung meraih bayi perempuan mungil tersebut membuat si dokter kembali bergumam. Setelahnya barulah Maria menyentuh dan mendekap puteri kecilnya untuk kali pertama, itu pun hanya mendekap seadanya. Takut jatuh, dokter pun membantu Maria untuk memegangi sang bayi. Melihat perlakuan Maria membuat siapa saja jadi salah paham, tetapi ketika melihat seseorang yang menjadi pasangan wanita itu tersenyum bahagia, menepis segala prasangka buruk tersebut.

Si Penitisan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang