{ 02-38 : Menetap: Enggak pernah melihat ke belakang. }

27 4 0
                                    

—Semua orang tampak normal sebelum benar-benar mengenal mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—Semua orang tampak normal sebelum benar-benar mengenal mereka.—

----

27 Februari 2020.

Lagi-lagi Alenta memimpikan hal sama, yaitu terjatuh dari atas panggung. Setelah insiden mengerikan itu, tiga tahun pula tidur Alenta nggak pernah nyenyak. Setiap malam ia akan bermimpi dan itu semakin membuatnya tertekan. Ia juga nggak bisa menerima begitu saja saran dari orang terdekat yang menyuruhnya untuk berhenti walau hanya sesaat.

Karena semakin ia berhenti, semakin kuat hasratnya untuk menari. Jadi selama ia masih bernapas, ia nggak akan menyerah. Selama Alenta punya harapan, ia akan terus mencoba lagi dan lagi. Balet adalah hidupnya, hasrat terkuat yang nggak pernah Alenta lepaskan.

Karena teriakannya menggelegar, jadilah Rehan yang tertidur di sofa menemaninya sepanjang malam pun terbangun. Saking kagetnya ia terjungkal ke lantai.

"Ada apa?'' tanyanya, ia berdiri sambil mencari kacamatanya di atas meja.

Rehan pun memperpendek jarak, memperhatikan Alenta yang saat ini sedang meringis. Mendadak bangun dari mimpi mengerikan itu membuat kaki Alenta kembali sakit. Melihat itu, Rehan langsung menekan bel di samping kiri ranjang. Nggak lama, muncul dokter yang bertanggungjawab.

Setelah pemeriksaan, dokter itu mengatakan kalau rasa sakit yang dikeluhkan Alenta disebabkan oleh pergerakkan tiba-tiba saat ia terbangun. Dokter itu juga menjelaskan kalau mimpi yang di alami Alenta adalah efek dari trauma yang ia alami dan itu wajar. Kehilangan atau nggak bisa melakukan hal yang paling disukai memang cenderung membuat si penderita mengalami mimpi buruk.

Itu artinya si penderita belum bisa melupakan kejadian yang membuatnya trauma. Dan itu menghambat semua yang berhubungan dengan kejadian itu. Gampangnya, ketika seorang perenang tiba-tiba mengalami satu kejadian sesaat sebelum perlombaan, maka hal itu akan terus terngiang dan menghambat orang itu untuk memulai lagi walau sudah berlatih bertahun-tahun.

Jadi, sebelum mengalahkan atau melawan trauma itu sendiri, maka itu sangat menyulitkan untuk si penderita memulai kembali. Dan Alenta berada di fase itu.

''Kamu dengar sendiri. Itu alasan kenapa aku belum mengizinkan kamu untuk menari. Bagaimana jika kemarin—''

''Kalau lu ke sini cuman buat ngoceh, mending lu pergi aja. Lu nggak bosen ngoceh mulu dari kemarin?''

''Bagaimana nggak ngoceh kalau kamu nggak mau dengar? Jika begini terus, itu hanya akan memperparah keadaanmu. Ingat, kita sudah tiga tahun seperti ini dan itu nggak akan berubah jika kamu ngotot dan nggak mau dengar, ngerti?''

Alenta menajamkan tatapan. ''Jadi lu bosan dan capek dengan kelakuan gue?''

Benar-benar sial, Rehan menggaruk keningnya gatal. ''Bukan itu maksudku, maksudku adalah—''

Si Penitisan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang