-Mata yang kehilangan cahaya adalah hari di mana kamu membuang segalanya.-
----
Karena gadis itu nggak kunjung menyerah, membuat Jino meradang. Ia menyentak, ''Jangan bodoh! Adinata bukan lawanmu jadi berikan rekaman itu sekarang juga.''
Jino kemudian memeriksa seluruh tubuh gadis itu dan sekali lagi nggak menemukan apa-apa. Petir kian menyambar dengan guyuran hujan semakin menderas. Maya mendorong Jino untuk menjauh dari dirinya. Pria itu jelas-jelas telah melakukan hal yang nggak pantas. Maya pun berlari ke arah pintu untuk keluar. Namun, sekali lagi ia gagal karena tubuh Jino terlalu besar dan kuat. Jino memukul Maya dan hendak mencekiknya, tetapi ketika teringat malam itu, ia melepas Maya.
Maya menelan ludah, Jino menatap perut Maya sekilas. Ia berkata, ''Jangan membuat saya hilang kendali. Saya hanya menginginkan rekaman itu secepatnya.''
Maya mundur dan lantas melemparkan potongan kaki kursi pada Jino. Bagaimanapun caranya Maya harus keluar dari jangkauan laki-laki itu. Maya berusaha melawan dan Jino terpaksa menendang perut Maya dengan keras agar menyerah.
Dalam ringisan, Maya merontah. ''Le-lepaskan aku. Tolong lepaskan aku!''
Jino menjambak Maya. ''Kau yang harusnya tak banyak tingkah. Kau harusnya menurut saja dan tutup mulut.''
''Tolong lepaskan aku. Kumohon.''
Plak!
Jino melayangkan tamparan keras sebagai hadiah. Jino yang nggak mau menyakiti awalnya, benar-benar nggak punya pilihan selain melakukan itu. Maya adalah gadis keras kepala dan jangan sampai hanya karenanya, Naila nggak bisa diselamatkan.
Teringat kembali dengan sang anak, Jino kembali menegakkan tubuh Maya dan memberinya tamparan lagi dan lagi. Jino benar-benar sudah berubah menjadi monster sungguhan sekarang.
Brug!
Sekali lagi nyeri menjalar di tubuh Maya ketika dibenturkan ke tembok. Saking kerasnya sampai-sampai kepala Maya mengeluarkan darah segar yang cukup banyak.
Maya menekan lukanya, ia menatap Jino bengis. ''Mati pun aku nggak akan sudih memberikanmu rekaman itu.''
Cuih!
Maya meludah setelahnya, meludahkan darah yang bercampur air liur.
Jino kian meradang. ''Harusnya kau tak banyak tingkah dan menerima kematian ayahmu. Harusnya kau menurut saat masih diberi kesempatan. Kau tahu, ayahmu memang pantas mati dan malam ini saya akan mengirimmu ke neraka untuk menemaninya.''
Tentu saja mendengar Jino berceloteh tentang ayah Maya membuat nalar gadis itu terganggu, tetapi tubuhnya sudah begitu sakit untuk sekadar digerakkan.
Jino mencengkram rahang gadis itu dan mempringatinya kembali. ''Sekarang katakan di mana rekaman itu sebelum saya benar-benar membunuhmu.''
Namun, bukannya mengatakan rekaman tersebut, ia kembali meludah. Gadis itu, Maya benar-benar keras kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Penitisan!
Fantasy[ Masuk daftar pendek Watty's 2021 ] ''Percayahkah kalian, jika kukatakan bahwa kematian adalah jawaban yang diberikan oleh Tuhan sebagai tahapan yang pasti dialami semua makhluk hidup. Jika iya, berarti selamat, karena kalian sudah menyadari jika k...